Total Tayangan Halaman

Sabtu, 07 Januari 2017

KPK Jangan Dipandang Ad Hoc

KPK Jangan Dipandang Ad Hoc

Detail Diterbitkan pada Selasa, Juni 26 2012 10:13 Dibaca: 1533

Twitter

img4b26fb2f9879fInstitusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jangan dilihat sebagai lembaga ad hoc (sementara) yang bisa sewaktu-waktu dibubarkan. Sebab, kegiatan pemberantasan korupsi harus dilakukan terus-menerus dan tidak bisa berhenti.

Hal itu disampaikan anggota DPR dari Fraksi Gerindra Martin Hutabarat, Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi, Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin, dan Ketua Umum People Aspiration Centre (Peace) Ahmad Shahab kepada wartawan, di Jakarta, Senin (25/6).

Sementara itu, pimpinan DPR berjanji memfasilitasi penyelesaian polemik gedung baru untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) antara DPR dan komisi anti-korupsi tersebut. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua DPR Pramono Anung di gedung DPR, Jakarta, Senin (25/6).

Pro dan kontra soal ditolaknya pengajuan anggaran untuk gedung KPK oleh DPR, tampak kian meruncing. Sejumlah pihak menuding, DPR tengah berupaya mengganjal eksistensi KPK yang tengah gencar-gencarnya membongkar kasus dugaan korupsi besar. Meski demikian, Komisi III DPR tetap pada pendiriannya untuk menolak ajuan anggaran tersebut.

Pramono berharap setelah difasilitasi, polemik tentang gedung baru KPK segera berakhir. Begitu juga dengan ketegangan antara Komisi III DPR dan pimpinan KPK tentang hal yang sama.

Menanggapi pernyataan itu, anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari mengatakan bahwa Komisi III akan segera menggelar rapat internal guna merespons dan menyikapi permintaan pimpinan KPK agar Komisi III segera mencabut tanda bintang anggaran pembangunan gedung baru KPK dan mendukung pembangunan gedung baru KPK.

"Komisi III perlu menyikapi masalah ini karena pada prinsipnya, DPR tidak ada niat mencegah dan menghalang-halangi kebutuhan kantor bagi KPK," ujar anggota Fraksi PDI Perjuangan itu.

Martin Hutabarat mengatakan, pihaknya kembali akan menggelar rapat kerja dengan KPK untuk membahas masalah tersebut.

Dia menyadari bahwa KPK merupakan lembaga yang bersifat sementara alias ad hoc, namun status tersebut tidak tepat dijadikan alasan untuk menolak menyetujui anggaran pembangunan, sebab keberadaan KPK masih sangat diperlukan.

"Alasan bahwa KPK hanya lembaga ad hoc sehingga suatu waktu akan dibubarkan, bukanlah alasan yang cerdas. Siapa pun harus menyadari bahwa korupsi makin meluas dan mengkhawatirkan, tidak realistis membayangkan KPK akan bubar 15 sampai 20 tahun yang akan datang," ujarnya menambahkan.

Shahab menilai, DPR sudah salah kaprah dalam memandang KPK sebagai lembaga ad hoc. Meski lembaga yang bersifat sementara, namun KPK saat ini adalah lembaga yang paling dipercaya dalam hal pemberantasan korupsi, ketimbang kepolisian dan kejaksaan.

"Kalau beralasan untuk penghematan anggaran, saya rasa itu sebuah pemikiran yang terbaik. Karena, kalau DPR menyetujui itu, pemberantasan korupsi akan berjalan lebih baik, dan justru KPK dapat mengembalikan aset-aset negara yang telah dikorupsi. Itu yang harusnya dipikirkan oleh DPR," ujar Shahab.

Menurut dia, sikap DPR seperti itu menunjukkan sebuah arogansi untuk mengebiri lembaga antikorupsi tersebut. Jika sikap seperti ini terus ditunjukkan DPR, menurutnya, bukan mustahil publik akan makin marah, sekaligus makin menghilangkan kepercayaan terhadap lembaga legislatif itu.

"Mungkin tidak disadari oleh anggota DPR. Dengan sikap menolak itu, justru mempermalukan dirinya sendiri, dan jika penggalangan dana masyarakat terus dilakukan, maka hal ini adalah sebuah penghinaan terhadap lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU. Harusnya DPR malu menyaksikan itu. Padahal, mereka sendiri sering memboroskan keuangan negara dengan melakukan kunjungan ke berbagai negara yang pertanggungjawabannya tidak jelas," ujarnya.

Namun, Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat I Gede Pasek Suardika meminta pimpinan KPK berhenti memaksa DPR menyetujui permintaan pengadaan gedung kantor yang baru.

"Nanti dipelajari dulu, tetapi tidak boleh maksa-maksa. Tidak ada satu pun komisi yang ingin menjatuhkan mitranya, tetapi harus mengikuti prosedur pembahasan usulan anggaran proyek sesuai mekanisme yang berlaku di DPR. Selain itu, dalam menyikapi persoalan ini, jangan kemudian nuansa LSM (lembaga swadaya masyarakat) lebih dominan. Saya hanya berharap, ini anggaran antarlembaga negara, mari kita duduk yang sehat," ujar Pasek.

Menurut dia, belum disetujuinya anggaran untuk proyek gedung baru itu karena Komisi III masih melakukan pembahasan. Sebab, selain KPK, mitra kerja yang lain, seperti BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), juga membutuhkan gedung baru.

Pasek mengatakan, KPK jangan meminta sesuatu yang bersifat spesial, karena persoalan itu diperlukan pembahasan menyangkut mekanisme dan tata tertib yang berlaku di DPR. "Jangan minta spesial. Semua ada forumnya. Semua ada tatibnya. Tetapi, urusan mau ambil pungutan dari masyarakat, bukan di sini tempatnya," ujar Pasek.

Sementara itu, Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi mengatakan, dengan dihambatnya pembangunan gedung KPK ini, memperlihatkan bahwa Komisi III DPR tidak menginginkan kinerja KPK meningkat dalam pemberantasan Korupsi.

"Karena itu, kami dari Seknas Fitra meminta Komisi III DPR tidak melakukan blokir terhadap pembangunan gedung KPK," ujar Uchok.

Menurut Uchok, sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 32 Tahun 2011 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat tahun anggaran 2012, total nilai anggaran untuk pengadaan gedung baru KPK adalah sebesar Rp 70,7 miliar.

Alokasi anggaran tersebut, menurut dia, diarahkan untuk pengadaan gedung baru KPK dengan rincian; pembebasan tanah sebesar Rp 9,7 miliar (Rp 9.785.025.000) dan pekerjaan pembangunan gedung KPK sebesar Rp 61 miliar (Rp 61.092.888.000).

Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin juga menyayangkan sikap Komisi III DPR. Ia mendesak Komisi III menyetujui pengadaan gedung baru KPK. Jangan sampai rakyat bahu-membahu untuk pembangunan gedung baru KPK, yang sebenarnya merupakan tanggung jawab bersama DPR dan pemerintah.

Sementara itu, KPK mengapresiasi antusiasme masyarakat yang ingin menyumbangkan dana untuk membangun gedung baru lembaga itu. Namun, KPK tidak akan mengelola pengumpulannya dan akan diserahkan kepada sebuah lembaga yang independen. Hal tersebut, diungkapkan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.

Menurut Bambang, pengumpulan donasi itu agar terjaga akuntabilitas, independensi, dan untuk menghindarkan dari praktik tindak pidana pencucian uang.

"Donasi itu akan lebih baik jika dikelola lembaga independen dan akuntabilitasnya terjaga," kata Bambang.

Sumber : Suara Karya, 26 Juni 2012


https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/486-kpk-jangan-dipandang-ad-hoc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar