Total Tayangan Halaman

Selasa, 10 Januari 2017

Hukum tidak Jerakan Koruptor

Hukum tidak Jerakan Koruptor

Detail Diterbitkan pada Jumat, Februari 19 2016 08:00 Dibaca: 1058

Twitter

Terpilihnya kandidat berstatus tersangka atau mantan narapidana tindak pidana korupsi dalam pilkada serentak 2015 meneguhkan pemberantasan korupsi tidak menjerakan para koruptor. Sistem hukum saat ini masih membiarkan pelaku korupsi untuk menikmati hidup.

Wakil Ketua Badan Pekerja Indonesia Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho pada sebuah diskusi di Jakarta, kemarin, mengatakan penegak hukum mesti berbenah karena adanya kepala daerah yang tersangkut tindak pidana korupsi, tapi bisa ikut dan terpilih dalam pilkada.

Pemaksimalan sanksi demi menciptakan efek jera terhadap pelaku korupsi perlu dilakukan, di antaranya mencabut hak politik dan menjerat penikmat korupsi, seperti keluarga, kerabat, dan korporasi.

Bisa juga dilakukan dengan hal lain, yaitu memiskinkan koruptor dan mewajibkan mereka membayar denda.

“Kita juga kritik ketika hukuman uang pengganti itu bisa diganti dengan subsider. Bayar uang pengganti. Kalau tidak diganti subsider, koruptor akan memilih ditambah satu tahun daripada bayar Rp10 milliar,” jelasnya.

Ia juga menerangkan pemerintah mesti membuat aturan bahwa narapidana korupsi jangan lagi diberi gaji atau uang pensiun.

“M Nazaruddin dan Angelina Sondakh walau dihukum, mereka mantan anggota DPR dan dapat dana pensiun. Itu uang kita sebagai pembayar pajak, tapi dibayar untuk koruptor. Kalau begini terus, ini bentuk tatanan yang masih memfasilitasi para pelaku korupsi,” keluh Emerson.

Sementara itu, mantan Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Syafii Maarif menerangkan banyaknya pelaku korupsi selama ini ialah bukti hilangnya nurani dan negarawan di bangsa ini. “Yang kita lihat di negeri ini ironis. Dari sekian banyak pemerintah, hampir setengahnya sudah jadi pasien KPK, sudah lebih dari separuh. Bagaimana ini? Padahal, koruptor itu berkali-kali naik haji, tapi nurani sudah hilang tergadaikan,” katanya.

Mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan menerangkan perlu adanya evaluasi hukum untuk mengoptimalkan proses penanganan para pelaku korupsi demi menimbulkan efek jera. Potensi korupsi lainnya bersumber dari tatanan dan sistem pemerintahan. “Guna memberantas korupsi secara massif, harus dipikirkan cara menambal kebocoran dari sistem dan tatanan yang menjadi potensi korupsi,” tukasnya. (Cah/P-4)

Sumber: Media Indonesia, 19 Februari 2016

 https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/3262-hukum-tidak-jerakan-koruptor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar