Total Tayangan Halaman

Selasa, 10 Januari 2017

KPK: Jangan Menganggap Korupsi itu Budaya

KPK: Jangan Menganggap Korupsi itu Budaya

Detail Diterbitkan pada Jumat, Augustus 12 2016 00:00 Dibaca: 365

JAKARTA - Maraknya tindak pidana korupsi di Indonesia bukanlah suatu budaya. Budaya itu sifatnya membangun, bukan merusak. Ada beberapa penyebab timbulnya korupsi di Indonesia, di antaranya faktor struktural dan sejarah, di mana struktur oligarki yang dikuasai oleh elit lama.

"Kami tidak setuju bila dikatakan korupsi itu budaya," kata Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sujanarko di hadapan seluruh pejabat Eselon 1 sampai 4 dalam acara sosialisasi pencegahan tindak pidana korupsi di lingkungan Kementrian Koperasi dan UKM, di Jakarta, Kamis (11/8).

Menurut Sujanarko, desentralisasi menciptakan aktor dan modus baru korupsi di Indonesia, seperti misalnya Pilkada. Berikutnya adalah kualitas regulasi untuk usaha, misalnya dalam pemberian izin usaha. Kualitas peradilan juga menjadi salah satu penyebab timbulnya korupsi. Penyebab korupsi lainnya adalah melimpahnya sumber daya alam suatu negara.

Korupsi bisa merusak harga pasar, demokrasi, kualitas hidup, dan mengancam kesinambungan pembangunan. Partai merupakan unsur atau elemen yang korup. Lewat Parpol itu pejabat dipilih. Parpol juga yang membuat regulasi atau UU, yang semuanya itu diarahkan untuk kepentingan kelompok mereka. Oleh karena itu, jadi pejabat itu harus memiliki integritas yang tinggi.

Sujanarko menjelaskan yang merupakan delik-delik korupsi yang diadopsi dari KUHP, di antaranya delik yang terkait dengan kerugian negara, pemberian sesuatu kepada PNS (penyuapan), penggelapan dalam jabatan, perbuatan pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, serta gratifikasi.

"Misalnya, ada pejabat memberikan sinyal pada pengusaha untuk memberikan sesuatu agar surat izin usahanya diteken, ini sudah masuk korupsi. Atau perbuatan curang, di mana dalam pengadaan barang dilakukan oleh keluarga dari si pejabat yang bersangkutan," papar Sujanarko.

Niat Jahat

Sujanarko menambahkan, niat jahat dari seseorang untuk melakukan tindak pidana korupsi itu bisa diukur. Caranya, dengan menelisik isi percakapan dari si pejabat tersebut. Bisa melalui telepon, SMS, WA, email, dan media sosial lainnya. "Dari isi percakapan itu kita bisa mengukur niat jahat dari seseorang. Kalau tidak ditemukan niat jahat, itu namanya kelalaian," imbuhnya.

Tak hanya itu, Sujanarko juga mengungkapkan tidak semua kerugian negara itu masuk kategori korupsi. Contoh dalam hal pembelian barang atau jasa. Pembelian barang itu berkaitan erat dengan kompensi seseorang.  sdk/N-3

Sumber: Koran Jakarta, 12 Agustus 2016


http://kpk.go.id/id/berita/berita-sub/3617-kpk-jangan-menganggap-korupsi-itu-budaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar