Total Tayangan Halaman

Selasa, 25 April 2017

Jansen Saputera Godjang, Ketua Tanah Torajar Mendukung Mosi Tidak Percaya untuk Irwan Adnan dengan alasan sejarah LMP.

Jansen Saputera Godjang, Ketua Tanah Torajar Mendukung Mosi Tidak Percaya untuk Irwan Adnan dengan alasan  sejarah LMP.

Ketua Tanah Toraja, Jansen Saputera Godjang, Mendukung Mosi Tidak Percaya untuk Irwan Adnan dengan alasan ingin merawat sejarah LMP. Hal tersebut tercetus dalam Rapat di Hotel Denpasar Jl. Boulevar .

Seluruh Pengurus yang hadir, Perwakilan Markas Besar , H. Jafar Salassa, SE, Ketua Harian , Sekertaris dan Panglima Markas Daerah Sulsel serta 19 ketua pengurus  kabupaten/kota sepakat memutuskan menyetujui gelar rapat Mosi Tidak Percaya terhadap ketua Laskar Merah Putih Sulawesi Selatan Irwan Adnan, serta meminta membekukan dan menunjuk kepengurusan baru untuk pembenahan organisasi.

Jansen yang baru bergabung besoknya berpendapat bahwa sejak 5 tahun lalu organisasi ini sangat diperhitungkan, kata perintis LMP di Tator.

Kami telah berdarah darah mempertahankan Organisasi ini dengan keringat, uang seadanya. Termasuk beberapa kepindahan Sekretariat Mabes telah alami. Mulai kebangkitan LMP hingga adanya sudah kami alami. Masalah Internal juga dialami pun setelah Ketua Umum Pertama , Eddy Hartawan. meninggal. Begitu ceritanya

"Kami kecewa kalau ada yang  ingin memutuskan sejarah Laskar Merah Putih. karena kami adalah pelaku sejarah. Masih ada Bendera Pataka Pemberian almarhum dan beserta Pin Forum Bersama Laskar Merah Putih.". Bang Jansen bertutur.

Bang Jensen yang juga Ketua Tator, berencana akan berangkat ke Jakarta untuk melaporkan kepada Mabes . Katanya, Ia merupakan salah satu dari  3 tiga perwakilan Markas Cabang  yang dipilih. Dan kita mendanai sendiri demi untuk menjaga keberlanjutan sejarah, Tri Dharma di LMP, Pengabdian-Kerakyatan - Solidaritas, tuturnya..

Srikandi Laskar Merah Putih Asal Toraja Utara Turut Mendukung Mosi Tidak Percaya untuk Irwan Adnan

Srikandi Laskar Merah Putih Asal Toraja Utara Turut Mendukung Mosi Tidak Percaya untuk Irwan Adnan

Serly Oktaviana Manda, Srikandi Laskar Merah Putih Asal Toraja Utara Turut Mendukung Mosi Tidak Percaya untuk Irwan Adnan. Hal tercetus dalam Rapat di hotel Denpasar Jl. Boulevar Minggu malam  23/4.

Seluruh Pengurus yang hadir, Perwakilan Markas Besar , H. Jafar Salassa, SE, Ketua Harian , Sekertaris dan Panglima Markas Daerah Sulsel serta 19 ketua pengurus  kabupaten/kota sepakat memutuskan menyetujui gelar rapat Mosi Tidak Percaya terhadap ketua Laskar Merah Putih Sulawesi Selatan Irwan Adnan, serta meminta membekukan dan menunjuk kepengurusan baru untuk pembenahan organisasi.

Serly yang merupakan Sekretaris Torut, mewakili kabupatennya yang seharusnya diikuti bersama Swarty Parrung, Ketua Torut. Namun berhalangan karena sesuatu hal beliau berhalangan.

"Para pengurus dari kabupaten kota sepakat menunjuk Panglima Laskar Merah Putih Sulsel, Taufik Hidayat, untuk melakukan pembenahan organisasi sebagai pelaksana tugas Laskar Merah Putih se – Sulsel. Tegasnya.

Srikandi yang sering dipanggil Cheril, menjelaskan  bahwa hasil rapat yang disepakati adalah, “Saya akan melakukan pembenahan dan akan mengantar hasil keputusan ini untuk dilaksanakan musda  menggantikan bapak Irwan Adnan sebagai ketua LMP Sulsel yang sudah tidak dipercaya lagi oleh 19 cabang kabupaten/kota di Sulsel.

Kami kecewa,  semenjak kepengurusan yang ditangani oleh Irwan Adnan sebagai ketua Laskar Merah Putih Sulsel, sama sekali tidak pernah melakukan pembenahan dalam organisasi baik kepada infrastruktur  sampai ke kabupaten/kota. Terutama tidak pernah mengadakan silaturahmi dengan pengurus daerah berupa road show yang mestinya dilakukan sebagai Ketua Sulsel yang membawahi semua kabupaten di Sulsel. Ketus Sekretaris Torut.

Selama 3 tahun kepemimpinan Irwan Adnan sama sekali tidak ada perhatian kepada organisasi yang dipimpinnya untuk melakukan pembenahan, perbaikan struktur dan bahkan di Sulsel sendiri hampir seluruh pengurus sekitar 80% yang lama semua di resafel, sergahnya.


Senin, 24 April 2017

Ketua Markas Cabang LMP Luwu Timur Pimpin Bacakan Mosi Tidak Percaya untuk Irwan Adnan

Ketua Markas Cabang  LMP Luwu Timur Pimpin Bacakan Mosi Tidak Percaya untuk Irwan Adnan

Ketua Markas Cabang  LMP Luwu Timur, HARI ANANDA GANI, SH mewakili Kebupaten se Sulsel dengan membacakan Mosi Tidak Percaya Pada Rapat Mada Sulsel dan Marcab Se Sulsel .

Ketua Marcab berkumpul melaksanakan rapat Mosi tidak percaya di hotel Denpasar Jl. Boulevar Minggu malam  23/4.

Para pengurus yang hadir adakah Perwakilan Markas Besar , H. Jafar Salassa, SE, Ketua Harian , Sekertaris dan Panglima Markas Daerah Sulsel serta 19 ketua pengurus  kabupaten/kota sepakat memutuskan menyetujui gelar rapat Mosi Tidak Percaya terhadap ketua Laskar Merah Putih Sulawesi Selatan Irwan Adnan, serta meminta membekukan dan menunjuk kepengurusan baru untuk pembenahan organisasi.

Para pengurus dari kabupaten kota sepakat menunjuk Panglima Laskar Merah Putih Sulsel, Taufik Hidayat, untuk melakukan pembenahan organisasi sebagai pelaksana tugas Laskar Merah Putih se – Sulsel..

Taufik Hidayat mengatakan  dari hasil rapat yang disepakati, “Saya akan melakukan pembenahan dan akan mengantar hasil keputusan ini untuk dilaksanakan musda  menggantikan bapak Irwan Adnan sebagai ketua LMP Sulsel yang sudah tidak dipercaya lagi oleh 19 cabang kabupaten/kota di Sulsel.
Kata Taufik,  semenjak kepengurusan yang ditangani oleh Irwan Adnan sebagai ketua Laskar Merah Putih Sulsel, sama sekali tidak pernah melakukan pembenahan dalam organisasi baik kepada infrastruktur  sampai ke kabupaten/kota.

Ketua Luwu, Hasrul Hasis mengeluh Selama 3 tahun kepemimpinan Irwan Adnan sama sekali tidak ada perhatian kepada organisasi yang dipimpinnya untuk melakukan pembenahan, perbaikan struktur dan bahkan di Sulsel sendiri hampir seluruh pengurus sekitar 80% yang lama semua di resafel.

Inilah kemudian yang membawa teman-teman satu visi satu kata , bahwa sepertinya beliau tidak mampu lagi memimpin Laskar Merah Putih Sulawesi Selatan karena pertimbangan  dan keputusan selalu diambil secara pribadi bukan pada rapat-rapat pengurus ,katanya.

Saya melihat perkembangan 3 tahun ini perjalanannya tidak ada satupun dari Sulsel yang disentuh sama sekali. Maka dari itu para pengurus memutuskan Mosi tidak percaya dan meminta kepada ketua umum agar segera menunjuk ketua baru pada saat Musda nantinya. Sergah Hasrul Hasis

Sesuai anggaran dasar, keputusan yang diambil pada rapat tesebut oleh seluruh 19 cabang kabupaten/ kota sepakat memilih ketua pelaksana.

Semua keputusan rapat nantinya akan dibawa ke mabes diserahkan kepada ketua umum untuk dapat segera disahkan dan meminta ketum untuk mengeluarkan surat mandat salah satu pelaksana tugas.

Para pengurus dari seluruh kabupaten/kota, berharap akan kembali membangkitkan pengurus Laskar Merah Putih Sulsel dan kembali meraih kejayaan dimana saat-saat lalu dan sebelum kepemimpinan beliau sangat besar barometernya di kota Makassar, dan sejak 5 tahun organisasi ini sangat diperhitungkan, kata jenderal lapangan
Ketua Pengurus Harian LMP Sulsel Muskar Nain Yunus mengatakan, semenjak kepemimpinan beliau LMP Sulsel menjadi redup dan ini kita akan bangkitkan kembali bersama pengurus, karena Laskar Merah Putih besar karena, kebersamaan bukan karena individu masing-masing dan kita kembali bangkitkan dan tidak akan salah pilih lagi sebagai ketua baru

Minggu, 09 April 2017

Sidang E-KTP, Jaksa Akan Buktikan Penyimpangan Proyek

SENIN, 10 APRIL 2017 | 07:42 WIB

Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi E-KTP di Pengadilan Tipikor, Kamis, 30 Maret 2017. MARIA FRANSISCA

TEMPO.COJakarta - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Febri Diansyah mengatakan agenda sidang ke-8 kasus E-KTP pada Senin 10 April 2017 adalah membahas proses pengadaan proyek tersebut.

"Sidang Senin akan mengagendakan proses pengadaan, karena konstruksi besar dari perkara ini adalah pengadaan," ujar Febri, di kantornya, Jakarta, Jumat 7 April 2017.

Baca: Anggota Konsorsium Penggarap E-KTP Ungkap Kongkalikong Pengadaan

KPK akan masuk dalam tahap pengadaan, setelah tujuh persidangan yang lalu mengulas proses pembahasan anggaran. Hadir persidangan sebagian adalah anggota DPR RI, Pejabat Kemendagri, dan pihak swasta.

Menurut Febri, jaksa penuntut umum akan membuktikan indikasi penyimpangan yg terjadi pada proses pengadaan tersebut. Tentu beberapa aktor masih terkait dengan proses penganggaran karena ada aktor-aktor yang diduga mengawal anggaran hingga implementasi proyek e-KTP.

Baca: Duit Korupsi E-KTP Penyebab Anas Sebut Fiksi, Fantasi, Fitnah

Selain itu, Febri melanjutkan, jaksa berencana menghadirkan 7 orang saksi. Dengan unsur saksi yang dihadirkan di persidangan, 1 orang Kementerian Keuangan, 1 orang dari BPPT, 1 orang dari LKPP, 1 orang dari Kementerian Dalam Negeri dan 3 orang swasta, namun beda perusahaan.

GRANDY AJI

Rabu, 05 April 2017

Press Release Gerakan Anti Korupsi Indonesia KAJATI SULSEL MENERIMA GRATIFIKASI

Press Release Gerakan Anti Korupsi Indonesia
KAJATI SULSEL MENERIMA GRATIFIKASI

Bupati Toraja Utara Kalatiku Paembonan menghadiahi Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulselbar Jan Samuel Maringka sebilah Parang  Khas Toraja  Rabu (7/3/2017)  

Selain  mendapat Parang Toraja pertanda kejantanan  Kajati dalam penegakan hukum di wilayah kerjanya  ia  juga dihadiahi kain tenun khas Toraja.

Tapi KAJATI harus melaporkan penerimaan cinderamata Parang Toraja itu. Pemberian sesuatu kepada pejabat  gratifikasi. Seharusnya meniru Kapolri hadiah Pedang Emas dari pejabat Arab Saudi. Kata Andi Akbar , Divisi investigasi dan Pelaporan GAKI.

Niat baik Kapolri menerima hadiah dalam bentuk gratifikasi sangat baik dengan melaporkan ke KPK, tambah Akbar

Bahkan Laode M Syarif, wakil ketua KPK menjelaskan, langkah yang Polri ini menyerupai pelaporan Presiden Joko Widodo, yang saat itu masih menjabat Gubernur DKI Jakarta. Jokowi melaporkan gitar pemberian grup band Metallica. Hadiah itu kemudian diserahkan kepada KPK

Akbar yang besar di Perkumpulan mahasiswa asal Luwu, Ikatan Mahasiswa  Sawerigading mencontohkan sikap Presiden Jokowi harus diteladani  pejabat negara lain. Termasuk Kajati Sulsel setelah menerima laporan gratifikasi, KPK akan menilai harga dan kewajaran barang tersebut. Dia mengatakan KPK juga akan mengambil keputusan, apakah barang itu menjadi milik negara atau pribadi Jokowi..

Tapi setelah mendapat hadiah cenderamata, sampai saat ini belum melaporkan ke yang berwenang, yakni KPK, lanjut alumni Universitas Hasanuddin ini.

Dengan gamblangnya  aktivis yang bernama lengkap Andi Akbar Pangerang, menguraikan dengan detail mengenai pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001, adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Peraturan yang Mengatur Gratifikasi menurut Yeni Rahmatini, SH adalah Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,

Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK, tambah perempuan yang sering dipanggil As Kelor

Berikut ini penjelasan beliau bahwa sanksi Didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar: Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima bayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

Pasal 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001 dijelaskan bahwa Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Kata Wakil Ketua Indonesian Anti Corruption Movement

Herman Moonk menjelaskan bahwa Penyelenggara Negara Yang Wajib Melaporkan Gratifikasi yaitu berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999, Bab II pasal 2, meliputi : Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara.Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara/Menteri/Gubernur/Hakim.

Pejabat Negara Lainnya Duta Besar/Wakil Gubernur/Bupati / Walikota dan Wakilnya, katanya Wakil Ketua GAKI ini menambahkan.

Sementara itu Busman Muin Ahli Hukum Gerakan Anti Korupsi Indonesia menjelaskan lebar Bahrain pejabat lainnya yang memiliki fungsi strategis dan rawan gratifikasi adalah Komisaris, Direksi, dan Pejabat Struktural pada BUMN dan BUMD, Pimpinan Bank Indonesia/Pimpinan Perguruan Tinggi/Pimpinan Eselon Satu dan Pejabat lainnya yang disamakan pada lingkungan Sipil dan Militer.

Begitu juga seperti Jaksa/Penyidik/Panitera Pengadilan/Pimpinan Proyek atau Bendaharawan Proyek/Pegawai Negeri, termasuk Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Dr. Jan Samuel Maringka yang baru saja membedah bukunya di Universitas Hasanuddin kemarin. tutup Pengacara ini.


Humas,
Gerakan Anti Korupsi Indonesia (Indonesian Anti Corruption Movement)
Jl. Perumnas Raya Makassar,  telpon 0411 8037046, 
grup Facebook : Gerakan Anti Korupsi Indonesia,
Halaman : Gerakan Anti Korupsi Indonesia
email : anticorruptionmovent@yahoo.com, Twitter : @gaki,

Sabtu, 01 April 2017

ADE SWARA, JEJAK KASUS KORUPSI KPK

ADE SWARA

DETAIL

Jenis Kelamin

Laki-laki

Pendidikan

S2

Profesi

Bupati Karawang

Institusi

Pemerintah Kabupaten Karawang

Waktu Kejadian Perkara

2013

Waktu Inkracht

2014

Area korupsi

Jawa Barat

Jenis TPK

Gratifikasi

Dakwaan

Kesatu:
Pasal 12 huruf e Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Kedua:
Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Tuntutan

Pidana Penjara: 8 (delapan) tahun dikurangi masa tahanan
Denda: Rp400.000.000,- subsidair 4 (empat) bulan kurungan
Biaya Perkara: Rp10.000,-

Putusan

Pengadilan Negeri

No: 126/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Bdg.

Mengadili:
Pidana Penjara: 6 (enam) tahun dikurangi masa tahanan;
Denda: Rp400.000.000,- Subsidair 4 (empat) bulan kurungan;
Biaya Perkara: Rp10.000,-.

- Putusan Sela

No: 126/Pid.Sus/TPK/2014/PN.BDG

Mengadili:
1.    Menolak keberatan Penasihat Hukum Ade Swara dan Nurlatifah untuk seluruhnya;
2.    Memerintahkan pemeriksaan perakra pidana Nomor: 126/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Bdg atas nama Ade Swara dan Nurlatifah tersebut dilanjutkan;
3.    Menangguhkan biaya perkara ini hingga putusan akhir.

Pengadilan Tinggi

No: 17/TIPIKOR/2015/PT.BDG.

Mengadili:
Pidana Penjara: 7 (tujuh) tahun dikurangi masa tahanan,
Denda: Rp400.000.000,- subsidair 4 (empat) bulan kurungan
Biaya Perkara: Rp5.000,-

Mahkamah Agung

No.: 2864 K/Pid.Sus/2015

Mengadili:
Pidana Penjara: 7 (tujuh) tahun dikurangi masa tahanan
Denda: Rp400.000.000,- subsidair 4 (empat) bulan kurungan
Biaya Perkara: Rp2.500,-

Deskripsi Kasus

2013
PT Tatar Kertabumi yang merupakan salah satu anak perusahaan PT Pesona Gerbang Karawang akan membangun proyek Super Blok yang didalamnya terdapat hotel, shopping centre, apartemen dan ruko serta perumahan (housing) yang bernama Karawang City Mall dengan lahan seluas kurang dari 5,6 ha di Jalan Kertabumi Kabupaten Karawang. Untuk membangun Karawang City Mall tersebut memerlukan ijin pemanfaatan ruang dari Pemerintah Kabupaten Karawang, oleh karena itu Ir. Rully R. Taufik Hidajat selaku Direktur PT Tatar Kertabumi mengajukan surat kepada Bupati Karawang.

Pada tanggal 28 Maret 2013, PT Tatar Kertabumi melakukan ekspose rencana pembangunan Super Blok tersebut kepada Tim BKPRD dengan kesimpulan permohonan PT Tatar Kertabumi dapat dipertimbangkan untuk diberikan persertujuan dengan syarat pengembangan Super Blok Karawang City Mall harus terintegrasi dan selaras dengan pembangunan Kabupaten Karawang. Untuk menindaklanjuti hasil ekspose tersebut Ir. Rully membuat surat tanggal 19 April 2013 perihal Detail Engineering Design (DED) penambahan Jembatan Citarum senilai Rp60 miliar karena Jembatan Citarum yang sudah ada sempit (bottle neck) sehingga menyebabkan kemacetan, namun DED tersebut ditolak oleh Ade Swara karena Ade meminta PT Tatar Kertabumi yang membangun jembatan bukan hanya membuat DED saja, akan tetapi Aking Saputra selaku CEO PT Tatar Kertabumi menolak permintaan Ade tersebut dengan alasan pembangunan jembatan adalah kewajiban dari pemerintah bukan kewajiban pihak swasta.

Mei 2013, Ir. Rully bertemu kembali dengan Gemsar Sihombing untuk menyampaikan bahwa Ade meminta komisi sebesar 1% dari nilai investasi PT Tatar Kertabumi yang sebesar Rp500 miliar dan selain itu PT Tatar Kertabumi harus memberikan pekerjaan kepada Puput selaku anak Ade dengan menggunakan PT Daya Boho Mandiri perusahaan milik Gemsar pada proyek pembangunan Super Blok Karawang City Mall tersebut., namun Aking merasa keberatan. Ir. Rully bersama Aking bertemu dengan Gemsar untuk membahas permintaan pekerjaan dari Puput (PT Daya Boho) yang akhirnya mendapatkan cut & fill dan galian pada lokasi proyek senilai kurang lebih Rp4,4 miliar sementara terhadap pengurusan SPPR atas nama PT Tatar Kertabumi belum berhasil.

Agustus atau September 2013 Rajen Dhiren menemui Samsuri Kepala Bappeda Kabupaten Karawang untuk menanyakan alasan belum selesainya SPPR dimaksud. Dalam hal ini Samsuri bahwa Ade lah yang berwenang untuk menyetujui keluarnya SPPR, karena Kepala Bappeda hanya akan menandatangani SPPR apabila Bupati sudah memberikan disposisi yang menyetujui SPPR.

Januari 2014, ternyata SPPR atas nama PT Tatar Kertabumi belum juga ada kejelasan persetujuannya sehingga Rajen menanyakan kembali kepada Nurlatifah. Nurlatifah pun meminta dana sebesar Rp5 miliar terkait kejelasan tersebut.

14 Juli 2014, Aking telah menyiapkan uangg yang diminta Nurlatifah sebesar USD424.349 atau sekitar Rp5 miliar. Pada tanggal 17 Juli 2014, selanjutnya Nurlatifah memerintahkan Rajen untuk menyerahkan uang tersebut ke rumah pribadi Nurlatifah di Cilamaya. Kemudian Nurlatifah meminta saudaranya yang bernama Ali Hamidi untuk mengambil uang dolar dari Rajen Dhiren di kantor PT Pesona Gerbang Karawang. Kemudian Ali mengambil uang tersebut dari Rajen. Setelah Ali menerima uang tersebut, selanjutnya ia menghubungi Budiman Roesady yang bekerja pada perusahaan money changer PT Travel Kas International (PT TKI) dengan maksud untuk menukarkan uang dolar Amerika tersebut menjadi rupiah. Akan tetapi karena waktunya sudah sore dan Budiman tidak punya persediaan uang rupiah sebesar tersebut selanjutnya yang dolar disimpan di laci menja kantor PT TKI. Pada saat Ali dan Budiman makan malam di salah satu gerai makanan, mereka ditangkap oleh petugas KPK dan ketika dilakukan penggeledahan dikantor PT TKI ditemukan tas kain warna biru yang berisikan yang dolar dengan jumlah USD424.349. sedangkan Ade dan Nurlatifah diamakan keesokan harinya.

Humas,

Gerakan Anti Korupsi Indonesia (Indonesian Anti Corruption Movement)

Jl. Perumnas Raya Makassar,  telpon 0411 8037046 - 082187540087  

 grup Facebook & Halaman : Gerakan Anti Korupsi Indonesia, 

email : anticorruptionmovent@yahoo.com, Twitter : @gaki,

GATOT PUJO NUGROHO, JEJAK KASUS KORUPSI KPK

GATOT PUJO NUGROHO
JEJAK KASUS KORUPSI KPK

DETAIL

Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : S-2
Profesi : Gubernur Sumatera Utara Periode 2013-2015
Institusi : Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
Waktu Kejadian Perkara : 2015
Waktu Inkracht  : 2016
Area korupsi : Sumatera Utara
Jenis TPK : Suap

Dakwaan

Kesatu:
Pertama:
Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Kedua:
pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Kedua:
Pertama:
Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Kedua:
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Koripsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomr 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Tuntutan

Pidana Penjara : 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan dikurangi masa tahanan;
Denda: Rp200.000.000,- Subsidair 5 (lima) bulan kurungan;
Biaya Perkara: Rp10.000,-.

Putusan

Pengadilan Negeri
No: 161/Pid.Sus/TPK/2015/PN.JKT.PST

Mengadili:
Pidana Penjara: 3 (tiga) tahun dikurangi masa tahanan
Denda: Rp150.000.000,- Subsidair 3 (tiga) bulan kurungan;
Biaya Perkara: Rp10.000,-.

Deskripsi Kasus

2015
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara melakukan Penyelidikan dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan Pemahaman Pencairan Dana Bagi Hasil (DBH) di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Mengetahui penyelidikan yang dilaksanakan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan di Kejaksaan Agung akan mengarah pada diri Gatot Pujo Nugroho, maka sekitar Maret 2015 Gatot dan Evy Susanti datang ke kantor Otto Cornelis Kaligis (OC Kaligis) untuk berkonsultasi dan bertemu dengan OC Kaligis. Selanjutnya dilaksanakan pertemuan antara Gatot, Evy, OC Kaligis, Moh. Yagari Bastara Guntur alias Gary, Yulius Irwansyah dan Anis Rifai untuk membahas bagaimana mencari upaya agar panggilan-panggilan tersebut tidak mengarah kepada Gatot.

Pada tanggal 01 April 2015, Ahmad Fuad Lubis dan Sabrina menemui Gatot untuk melaporkan surat panggilan permintaan keterangan dari Kejaksaan Agung. Kemudian Gatot memerintahkan Ahmad dan Sabrina untuk menghadiri panggilan tersebut dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan OC Kaligis, selanjutnya pada malam hari sekitar pukul 19.00 WIB dilaksanakan pertemuan untuk meminta agar setiap permasalahan hukum menyangkut Pemerintah Provinsi Sumatera Utara ditangani oleh Kantor Advokat Otto Cornelis Kaligis. Pada tanggal 05 April 2015, Ahmad dan Sabrina menandatangani surat kuasa pedampingan kepada OC Kaligis dan rekan yang keseluruhan biaya pendampingannya dibayarkan oleh Gatot dan Evy. Pada pertengahan April 2015, Gatot dan Evy mengadakan pertemuan kembali dengan OC Kaligis, Rico Pandeirot, Yulius, Gary dan Anis. Dalam pertemuan tersebut OC Kaligis mengusulkan untuk mengajukan permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara ke PTUN Medan dengan maksud agar panggilan-panggilan tersebut tidak mengarah kepada Gatot dan Evy. Untuk merealisasikan rencana tersebut, selanjutnya pada tanggal 28 April 2015, Gatot melalui Mustafa meminta Ahmad bertemu dengan OC Kaligis dan Rekan.

Setelah mendapatkan surat kuasa dari Ahmad, selanjutnya pada akhir bulan April 2015 OC Kaligis, Gary dan Yurinda Tri Achyun alias Indah mendatangi PTUN Medan untuk menemui Syamsir Yusfan selaku Panitera Sekretaris Medan dan meminta dipertemukan dengan Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro untuk berkonsultasi terkait ruang lingkup kewenangan PTUN terhadap gugatan yang akan diajukan, selanjutnya Tripeni menyampaikan bahwa gugatan dapat dimasukkan ke PTUN Medan untuk diperiksa. Kemudian OC Kaligis memberikan uang SGD5.000 kepada Tripeni, selain itu OC Kaligis juga memberikan uang sebesar USD1.000 kepada Syamsir. Untuk kelancaran pengurusan gugatan ke PTUN Medan, Gatot dan Evy melalui Mustafa telah beberapa kali memberikan uang kepada OC Kaligis.

Pada tanggal 05 Mei 2015, OC Kaligis dan Gary mendaftarkan gugatan ke PTUN Medan, kemudian menemui Tripeni dan berkonsultasi atas permohonan gugatan yang diajukannya. Setelah berkonsultasi OC Kaligis memberikan beberapa buku karangannya beserta uang sebesar USD10.000 kepada Tripeni dengan maksud agar Tripeni menjadi hakim yang menangani perkara gugatannya. Kemudian Tripeni menyampaikan kepada Gary tentang kesanggupannya sebagai Ketua Majelis Hakim sebagaimana permintaan OC Kaligis dan juga menyampaikan penunjukan 2 (dua) orang hakim lainnya sebagai anggota Majelis yaitu Dermawan Ginting dan Amir Fauzi.

Tanggal 18 Mei 2015 sebelum sidang pertama dimulai, OC Kaligis, Gary dan Indah berbicara dengan Tripeni terkait materi gugatan dengan maksud untuk meyakinkan Tripeni selaku Ketua Majelis dapat bersikap berani memutus sesuai dengan gugatan karena gugatan ini kategori baru.

Pada tanggal 30 Juni 2015 setelah sidang selesai di PTUN Medan, OC Kaligis meminta uang kepada Evy sebesar USD30.000 guna keperluan sidang gugatan di PTUN Medan. Kemudian Evy menyerahkan uang sebesar USD 15.000 kepada OC Kaligis. Setelah penyerahan tersebut, OC Kaligis menyampaikan kepada Evy bahwa membutuhkan uang sebesar USD30.000 dan dijawab oleh akan memberitahukannya kepada Gatot dan disetujui.

Tanggal 01 Juli 2015, Gatot menemui OC Kaligis, saat itu juga OC Kaligis meminta sisa uang USD15.000 serta menyampaikan uang tersebut harus diserahkan pagi itu juga karena OC Kaligis akan berangkat ke Medan. Pada pukul 09.30 Gatot menyerahkan uang kepada OC Kaligis sebesar USD15.000 dan Rp50 juta melalui ajudan OC Kaligis yang bernama Bambang Taufik.

Tanggal 02 Juli 2015, OC Kaligis, Gary, dan Indah menemui Tripeni dan meminta agar gugatannya dimasukkan dalam wewenang pengadilan untuk menyidangkan sesuai Pasal 21 Undang-undang No. 30 Tahun 2014. Setelah melakukan pembicaraan, OC Kaligis menyerahkan uang kepada Tripeni, namun ditolaknya. Pada tanggal 05 Juli 2015, OC Kaligis, Gary, dan Indah bersama-sama menuju kantor PTUN Medan. Kemudian OC Kaligis masuk ke dalam Kantor PTUN Medan. Setelah lima menit OC Kaligis kembali ke mobil dan melihat sebuah mobil yang dikendarai Dermawan dan Amir. OC Kaligis memerintahkan Indah memberikan uang USD5.000 kepada Dermawan dan Amir. Kemudian OC Kaligis juga memerintahkan Gary untuk memberikan 2 (dua) amplop berisi uang kepada Syamsul Yusfan.

Setelah itu masih dihari yang sama Gary bersama Mustafa menemui Ahmad membicarakan masalah Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan perkembangan agenda sidang gugatan pada PTUN Medan. Pada saat itu Gary juga menyampaikan kepada Gatot bahwa sebentar lagi akan putusan.

Pada tanggal 06 Juli 2015, OC Kaligis memerintahkan Gary untuk segera menyerahkan uang dalam bentuk dollar Amerika Serikat kepada panitera sehingga pertimbangan hakim diketik dengan segera dan dapat diketahui apa isi pertimbangan hakim tersebut. Pada tanggal 07 Juli 2017, Gary dan Anis menghadiri sidang pembacaan putusan atas gugatan di PTUN Medan dengan menyatakan amar putusan yang menyatakan mengabulkan sebagian Petitum. Setelah sidang, Gary menemui Syamsir dan menyerahkan uang sebesar USD1.000. Pada tanggal 09 Juli 2015, Gary berangkat ke Medan menemui Tripeni untuk menyerahkan uang sebesar USD5.000. Beberapa saat setelah penyerahan uang tersebut Gary ditangkap oleh petugas KPK di Kantor PTUN Medan.


Humas,

Gerakan Anti Korupsi Indonesia (Indonesian Anti Corruption Movement)

Jl. Perumnas Raya Makassar,  telpon 0411 8037046 - 082187540087  

 grup Facebook & Halaman : Gerakan Anti Korupsi Indonesia, 

email : anticorruptionmovent@yahoo.com, Twitter : @gaki,

EVY SUSANTI JEJAK KASUS KORUPSI


EVY SUSANTI
JEJAK KASUS KORUPSI
DETAIL
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : S-1
Profesi : Swasta
Institusi : Swasta
Waktu Kejadian Perkara : 2015
Waktu Inkracht : 2016
Area korupsi : Sumatera Utara
Jenis TPK : Suap

Dakwaan
Kesatu:
Pertama:
Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Kedua:
pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Kedua:
Pertama:
Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Kedua:
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Koripsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomr 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Tuntutan
Pidana Penjara: 4 (empat) tahun dikurangi masa tahanan;
Denda: Rp200.000.000,- Subsidair 5 (lima) bulan kurungan;
Biaya Perkara: Rp10.000,-.

Putusan
Pengadilan Negeri
No: 161/Pid.Sus/TPK/2015/PN.JKT.PST

Mengadili:
Pidana Penjara: 2 (dua) tahun dikurangi masa tahanan;
Denda: Rp150.000.000,- Subsidair 3 (tiga) bulan kurungan;
Biaya Perkara: Rp10.000,-.

Deskripsi Kasus
2015
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara melakukan Penyelidikan dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan Pemahaman Pencairan Dana Bagi Hasil (DBH) di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Mengetahui penyelidikan yang dilaksanakan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan di Kejaksaan Agung akan mengarah pada diri Gatot Pujo Nugroho, maka sekitar Maret 2015 Gatot dan Evy Susanti datang ke kantor Otto Cornelis Kaligis (OC Kaligis) untuk berkonsultasi dan bertemu dengan OC Kaligis. Selanjutnya dilaksanakan pertemuan antara Gatot, Evy, OC Kaligis, Moh. Yagari Bastara Guntur alias Gary, Yulius Irwansyah dan Anis Rifai untuk membahas bagaimana mencari upaya agar panggilan-panggilan tersebut tidak mengarah kepada Gatot.

Pada tanggal 01 April 2015, Ahmad Fuad Lubis dan Sabrina menemui Gatot untuk melaporkan surat panggilan permintaan keterangan dari Kejaksaan Agung. Kemudian Gatot memerintahkan Ahmad dan Sabrina untuk menghadiri panggilan tersebut dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan OC Kaligis, selanjutnya pada malam hari sekitar pukul 19.00 WIB dilaksanakan pertemuan untuk meminta agar setiap permasalahan hukum menyangkut Pemerintah Provinsi Sumatera Utara ditangani oleh Kantor Advokat Otto Cornelis Kaligis. Pada tanggal 05 April 2015, Ahmad dan Sabrina menandatangani surat kuasa pedampingan kepada OC Kaligis dan rekan yang keseluruhan biaya pendampingannya dibayarkan oleh Gatot dan Evy. Pada pertengahan April 2015, Gatot dan Evy mengadakan pertemuan kembali dengan OC Kaligis, Rico Pandeirot, Yulius, Gary dan Anis.

Dalam pertemuan tersebut OC Kaligis mengusulkan untuk mengajukan permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara ke PTUN Medan dengan maksud agar panggilan-panggilan tersebut tidak mengarah kepada Gatot dan Evy. Untuk merealisasikan rencana tersebut, selanjutnya pada tanggal 28 April 2015, Gatot melalui Mustafa meminta Ahmad bertemu dengan OC Kaligis dan Rekan. Setelah mendapatkan surat kuasa dari Ahmad, selanjutnya pada akhir bulan April 2015 OC Kaligis, Gary dan Yurinda Tri Achyun alias Indah mendatangi PTUN Medan untuk menemui Syamsir Yusfan selaku Panitera Sekretaris Medan dan meminta dipertemukan dengan Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro untuk berkonsultasi terkait ruang lingkup kewenangan PTUN terhadap gugatan yang akan diajukan, selanjutnya Tripeni menyampaikan bahwa gugatan dapat dimasukkan ke PTUN Medan untuk diperiksa. Kemudian OC Kaligis memberikan uang SGD5.000 kepada Tripeni, selain itu OC Kaligis juga memberikan uang sebesar USD1.000 kepada Syamsir. Untuk kelancaran pengurusan gugatan ke PTUN Medan, Gatot dan Evy melalui Mustafa telah beberapa kali memberikan uang kepada OC Kaligis.

Pada tanggal 05 Mei 2015, OC Kaligis dan Gary mendaftarkan gugatan ke PTUN Medan, kemudian menemui Tripeni dan berkonsultasi atas permohonan gugatan yang diajukannya. Setelah berkonsultasi OC Kaligis memberikan beberapa buku karangannya beserta uang sebesar USD10.000 kepada Tripeni dengan maksud agar Tripeni menjadi hakim yang menangani perkara gugatannya. Kemudian Tripeni menyampaikan kepada Gary tentang kesanggupannya sebagai Ketua Majelis Hakim sebagaimana permintaan OC Kaligis dan juga menyampaikan penunjukan 2 (dua) orang hakim lainnya sebagai anggota Majelis yaitu Dermawan Ginting dan Amir Fauzi.

Tanggal 18 Mei 2015 sebelum sidang pertama dimulai, OC Kaligis, Gary dan Indah berbicara dengan Tripeni terkait materi gugatan dengan maksud untuk meyakinkan Tripeni selaku Ketua Majelis dapat bersikap berani memutus sesuai dengan gugatan karena gugatan ini kategori baru.

Pada tanggal 30 Juni 2015 setelah sidang selesai di PTUN Medan, OC Kaligis meminta uang kepada Evy sebesar USD30.000 guna keperluan sidang gugatan di PTUN Medan. Kemudian Evy menyerahkan uang sebesar USD 15.000 kepada OC Kaligis. Setelah penyerahan tersebut, OC Kaligis menyampaikan kepada Evy bahwa membutuhkan uang sebesar USD30.000 dan dijawab oleh akan memberitahukannya kepada Gatot dan disetujui.

Tanggal 01 Juli 2015, Gatot menemui OC Kaligis, saat itu juga OC Kaligis meminta sisa uang USD15.000 serta menyampaikan uang tersebut harus diserahkan pagi itu juga karena OC Kaligis akan berangkat ke Medan. Pada pukul 09.30 Gatot menyerahkan uang kepada OC Kaligis sebesar USD15.000 dan Rp50 juta melalui ajudan OC Kaligis yang bernama Bambang Taufik.

Tanggal 02 Juli 2015, OC Kaligis, Gary, dan Indah menemui Tripeni dan meminta agar gugatannya dimasukkan dalam wewenang pengadilan untuk menyidangkan sesuai Pasal 21 Undang-undang No. 30 Tahun 2014. Setelah melakukan pembicaraan, OC Kaligis menyerahkan uang kepada Tripeni, namun ditolaknya. Pada tanggal 05 Juli 2015, OC Kaligis, Gary, dan Indah bersama-sama menuju kantor PTUN Medan. Kemudian OC Kaligis masuk ke dalam Kantor PTUN Medan. Setelah lima menit OC Kaligis kembali ke mobil dan melihat sebuah mobil yang dikendarai Dermawan dan Amir. OC Kaligis memerintahkan Indah memberikan uang USD5.000 kepada Dermawan dan Amir. Kemudian OC Kaligis juga memerintahkan Gary untuk memberikan 2 (dua) amplop berisi uang kepada Syamsul Yusfan.

Setelah itu masih dihari yang sama Gary bersama Mustafa menemui Ahmad membicarakan masalah Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan perkembangan agenda sidang gugatan pada PTUN Medan. Pada saat itu Gary juga menyampaikan kepada Gatot bahwa sebentar lagi akan putusan.

Pada tanggal 06 Juli 2015, OC Kaligis memerintahkan Gary untuk segera menyerahkan uang dalam bentuk dollar Amerika Serikat kepada panitera sehingga pertimbangan hakim diketik dengan segera dan dapat diketahui apa isi pertimbangan hakim tersebut. Pada tanggal 07 Juli 2017, Gary dan Anis menghadiri sidang pembacaan putusan atas gugatan di PTUN Medan dengan menyatakan amar putusan yang menyatakan mengabulkan sebagian Petitum. Setelah sidang, Gary menemui Syamsir dan menyerahkan uang sebesar USD1.000. Pada tanggal 09 Juli 2015, Gary berangkat ke Medan menemui Tripeni untuk menyerahkan uang sebesar USD5.000. Beberapa saat setelah penyerahan uang tersebut Gary ditangkap oleh petugas KPK di Kantor PTUN Medan

Humas,

Gerakan Anti Korupsi Indonesia (Indonesian Anti Corruption Movement)

Jl. Perumnas Raya Makassar,  telpon 0411 8037046 - 082187540087  

 grup Facebook & Halaman : Gerakan Anti Korupsi Indonesia, 

email : anticorruptionmovent@yahoo.com, Twitter : @gaki,


JEJAK KASUS KORUPSI KPK Ilham Arief Sirajuddin

JEJAK KASUS KORUPSI KPK
Ilham Arief Sirajuddin

Detail
Jenis Kelami Laki-laki
Pendidikan : S-3
Profesi : Walikota Makassar Periode Tahun 2004-2009 dan Periode Tahun 2009-2014
Institusi : Pemerintah Kota Makassar
Waktu Kejadian Perkara : 2005
Waktu Inkracht : 2016
Area Korupsi : Sulawesi Selatan
Jenis TPK : Suap
Dakwaan

Pertama:
Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembeantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Kedua:
Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Tuntutan

Pidana Penjara : 8 (delapan) tahun dikurangi masa tahanan;
Denda: Rp300.000.000,- Subsidair 3 (tiga) bulan kurungan;
Uang Pengganti: Rp5.505.000.000,- Subsidair 3 (tiga) tahun penjara;
Biaya Perkara: Rp10.000,-.
Putusan

Pengadilan Negeri
No: 123/Pid.Sus/TPK/2015/PN.JKT.PST

Mengadili:
Pidana Penjara: 4 (empat) tahun dikurangi masa tahanan;
Denda: Rp100.000.000,- Subsidair 1 (satu) bulan kurungan;
Uang Pengganti: Rp150.000.000,- Subsidair 1 (satu) tahun penjara;
Biaya Perkara: Rp10.000,-.
Deskripsi Kasus

2005
Januari 2005, Ilham Arief Sirajuddin selaku Walikota Makassar bertemu dengan Hengky Widjaja selaku Direktur PT Traya di kantor Walikota Makassar. Dalam pertemuan tersebut Hengky menyampaikan keinginannya agar PT Traya menjadi investor dalam rencana Kerjasama Pengelolaan Instalasi Pengolahan Air (IPA) II Panaikang Makassar, yang pada akhirnya Ilham menyetujui permintaan Hengky tersebut. Pada tanggal 05 Januari 2005, Hengky selaku Direktur PT Tirta Cisadane yang merupakan anak perusahaan PT Traya mengirimkan surat kepada Ridwan Syahputra Musagani untuk mempresentasikan produk pengelolaan instalasi PDAM.

Maret-April 2005, Ilham beberapa kali mengadakan pertemuan dengan Abdul Rachmansyah, Ridwan, Armaya selaku Kepala Bagian Ekonomi Pembangunan Sekretariat Daerah Kota Makassar, Alimuddin Tarawe selaku Kepala Seksi Pembinaan PDAM Makassar dan Abdul Latif untuk memerintahkan menyusun tahapan rencana Kerjasama Pengelolaan IPA II Panaikang memerintahkan melakukan proses lelang. Setelah selesai pemaparan, Ilham menyetujui rencana tahapan kerjasama tersebut. Selanjutnya Abdul Latif memerintahkan Abdul Rachmansyah supaya berkoordinasi dengan Michael Iskandar agar proses pelelangan diarahkan untuk memenangkan PT Traya sesuai perintah Ilham. Setelah PT Traya dinyatakan sebagai pemenang pada tahap kualifikasi dan dapat diundang untuk mengikuti tahap selanjutnya, pada tanggal 10 Mei 2005 Ridwan meminta Hengky untuk melakukan Pra Studi Kelayakan dan menyiapkan Draft MoU.

Pada tanggal 14 Oktober 2005 atas permintaah Ridwan selaku Direktur Utama PDAM Kota Makassar, Ilham memberikan persetujuan pembuatan MoU antara PDAM Kora Makassar dengan PT Traya tentang kerjasama ROT IPA II Panaikang kapasitas 1.000ltr/dtk dengan jangka waktu MoU selama 9 (sembilan) bulan atau sampai dengan bulan Juli 2006. Berdasarkan MoU ROT IPA II Panaikang antara PDAM Makassar dengan PT Traya tersebut, salah satu kewajiban PT Traya adalah harus menyampaikan hasil Studi Kelayakan kepada PDAM Makassar selambat-lambatnya dalam jangka waktu 9 (sembilan) bulan sejak MoU ditandatangani atau dalam tenggang waktu sampai tanggal 19 Juli 2008. Pada tanggal 14 Desember 2005 PT Traya menyampaikan hasil Studi Kelayakan IPA II Panaikang kepada PDAM Kota Makassar namun belum mencantumkan nilai investasi final, Rencana Anggaran Biaya (RAB), draft perjanjian dan tarif air curah.

2006
Januari 2006, Ilham memerintahkan Ridwan, untuk segera membentuk Panitia Kerjasama ROT IPA II Panaikang antara PDAM Makassar dengan PT Traya, akan tetapi Ridwan menolak perintah Ilham tersebut, karena PT Traya belum menyerahkan hasil Studi Kelayakan yang memuat program kerja, nilai investasi dan RAB. Atas penolakan Ridwan tersebut, kemudian pada awal Februari 2006 Ilham memerintahkan Abdul Rachmansyah dan Abdul Latif untuk menyusun Tim/Panitia Kerjasama antara PDAM Makassar dengan PT Traya untuk pekerjaan ROT IPA II Panaikang.

Bahwa untuk mempercepat realisasi kerjasama ROT IPA II Panaikang antara PT Traya dengan PDAM Kota Makassar, pada tanggal 14 Juni 2006 Ilham memberhentikan Ridwan dari jabatan Direktur Utama PDAM Makassar karena Ridwan tidak mau melakasanakan tahapan kerjasama sebelum PT Traya menyerahkan hasil studi kelayakan yang berisi program kerja, nilai investasi dan nilai RAB. Selanjutnya Ilham menunjuk Gunyamin selaku Pejabat yang melaksanakan Tugas (PYMT) Direktur Utama PDAM Kota Makassar.

19 Juli 2006, PT Traya belum dapat menyerahkan hasil Studi Kelayakan yang mencantumkan nilai investasi final, RAB, draft perjanjian dan tarif air curah kepada PDAM Kota Makassar, kemudian PT Traya mengajukan permohonan perpanjangan MoU kepada Ilham. Pada tanggal Juli 2006, PT Traya dan Tim Teknis PDAM Kota Makassar juga membahas beberapa alternatif investasi air baku dan tarif air curah. Dalam pembahasan tersebut PT Traya mengajukan usulan nilai investasi alternatif 1 sebesar Rp143 miliar dan alternatif 2 sebesar Rp91,1 miliar yang jauh lebih tinggi daripada nilai investasi yang telah diajukan dalam dokumen Studi Kelayakan yaitu sebesar Rp70 miliar.

6 September 2006 Badan Pengawas PDAM Kota Makassar memberikan pertimbangan terhadap rencana kerjasama PDAM Kota Makassar dengan PT Traya tersebut dan atas pertimbangan Badan Pengawas PDAM Kota Makassar tersebut, PYMT Dirut PDAM Kota Makassar mengajukan permohonan persetujuan kerjasama ROT IPA II Panaikang kepada Ilham pada tanggal 16 Oktober 2006.

Pada tanggal 1 Desember 2006, Ilham mengangkat Muhammad Tadjuddin Noor menjadi Dirut PDAM Kota Makassar dan mengangkat Abdul Latif menjadi Ketua Badan Pengawas PDAM Kota Makassar. Selanjutnya pada rapat pembahasan finansial kerjasama ROT IPA II Panaikang tanggal 14 Desember 2016, Ilham memerintahkan Muhammad Tadjuddin untuk menyetujui nilai investasi sebesar Rp73,1 miliar dan harga air curah sebesar Rp1.350/m3 yang ditawarkan oleh PT Traya.

Pada tanggal 15 Januari 2007 sampai dengan tanggal 18 Januari 2007, Ilham beberapa kali menerima uang dari Hengky karena telah menunjuk PT Traya dalam kerjasama ROT IPA II Panaikang dan untuk mempercepat realisasi kerjasama.

Pada tanggal 02 Mei 2007 Ilham mengeluarkan Persetujuan Prinsip dengan PDAM Kota Makassar untuk melaksanakan kerjasama ROT IPA II Panaikang dengan PT Traya, walaupun Badan Pengawas PDAM Kota Makassar tidak memberikan rekomendasi untuk mengeluarkan persetujuan prinsip. Selanjutnya atas persetujuan Ilham, pada tanggal 4 Mei 2007 Muhammad Tadjuddin dan Hengky menandatangani Perjanjian Kerjasama ROT IPA II Panaikang dengan nilai investasi 2 (dua) tahun pertama sebesar Rp78,3 miliar yang terdiri dari biaya investasi sebesar Rp73,1 miliar dan biaya pre operation sebesar Rp5,3 miliar dan mencatumkan harga air curah yang dibayarkan oleh PDAM Kota Makassar kepada PT Traya sebesar Rp1.350/m3, padahal berdasarkan kajian dari Tim Kajian Kelayakan, nilai investasi yang diperlukan hanya sebesar Rp31,5 dan apabila dioperasikan oleh PDAM terdapat keuntungan dari selisih biaya produksi dengan penjualan air sebesar Rp22,1 miliar, sedangkan bila dioperasikan oleh PT Traya terdapat kerugian sebesar Rp7,2 miliar.

Pada tanggal 7 Januari 2008 Badan Pengawas PDAM Kota Makassar menyampaikan kepada Ilham bahwa terdapat kelemahan dalam Perjanjian Kerjasama tersebut, dan apabila tetap diteruskan maka berpotensi merugikan keuangan PDAM Kota Makassar sebesar Rp27,2 miliar per tahunnya, sehingga harga yang tertuang dalam surat perjanjian kerjasama tersebut sangat membebani keuagan PDAM Kota Makassar. Atas surat dari Badan Pengawas PDAM Kota Makassar tersebut, Ilham memerintahkan Muhammad Tadjuddin untuk terlebih dahulu membayar uang minimal sebesar Rp7 miliar kepada PT Traya sebelum melakukan amandemen Kerjasama ROT IPA II Panaikang. Pada tanggal 8 Januari 2008 PT Traya melayangkan somasi penagihan pembayaran uang pembelian air curah sebesar Rp22 miliar. 14 Januari 2008, Ilham memberikan persetujuan untuk melakukan pembayaran air curah sebesar Rp7 miliar kepada PT Traya Tirta Makassar dan memerintahkan Muhammad Tadjuddin untuk memasukkan pembayaran tersebut dalam RKAP PDAM Kota Makassar Tahun Anggaran 2008.

Pada tanggal 27 Maret 2008 PDAM Kota Makassar membuat perhitungan sendiri terhadap biaya investasi ROT IPA II Panaikang sejumlah Rp48 miliar, sedangkan perhitungan yang dilakukan PT Traya Tirta Makassar jauh lebih besar, yaitu sejumlah Rp78,3 miliar. Pada tanggal 24 Desember 2008 PDAM Kota Makassar kembali melakukan pembayaran air curah sejumlah Rp12 miliar kepada PT Traya Tirta Makassar walaupun anggaran untuk pembayaran air curah belum ditetapkan dalam RKAP PDAM Kota Makassar Tahun Anggaran 2008.

Pada tanggal 15 Juni 2009, Ilham memerintahkan Muhammad Tadjuddin untuk membuat kesepakatan tertulis dengan Hengky yang lainnya apabila dalam jangka waktu 4 (empat) tahun setelah amandemen kontrak pelaksanaan kegiatan belum selesai maka PT Traya Tirta Makassar dapat melakukan penyesuaian tambahan selama 2 (dua) tahun. Setelah menerima pembayaran dari PDAM Kota Makassarm pada tanggal 19 Maret 2010 Hengky memerintahkan Elizabeth Charlie menggunakan nama-nama staf PT Traya Tirta Makassar yaitu Tjwa Tjwan Bing, Ade Suryadi dan Antoni mencairkan cek PT Traya Tirta Makassar masing-masing Rp250 juta untuk diberikan kepadan Ilham.

Pada tanggal 17 Oktober 2010, Ilham Arief Sirajuddin melakukan pertemuan dengan Hengky Widjaja meminta uang kepada Hengky Widjaja sebesar Rp1,34 miliar untuk mengganti pengeluaran PDAM Kota Makassar yang digunakan untuk kepentingan Ilham Arief Sirajuddin.

Pada 8 Desember 2011 Ilham Arief Sirajuddin kembali menerima uang dari Hengky Widjaja sebesar Rp215 juta.

Pada bulan Maret 2012, Ilham Arief Sirajuddin menerima Laporan Hasil Pemeriksaan dari Badan Perwakilan Keuangan (BPK) RI yang pada pokoknya kerjasama ROT IPA II Panaikang antara PDAM Kota Makassar dengan PT Traya Tirta Makassar telah merugikan keuanga negara/PDAM Kota Makassar Rp38,2 miliar. Selama kontrak kerjasama ROT IPA II Panaikang dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 total uang yang diterima PT Traya Tirta Makassar dari penjualan air curah sejumlah Rp228 miliar. Sementara total pengeluaran rill dari kerjasama ROT IPA II Panaikang dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 sejumlah Rp182 miliar. Bahwa perbuatan Ilham Arief Sirajuddin dan Hengky Widjaja tersebut telah memperkaya Ilham Arief Sirajuddin sebesar Rp5,51 miliar dan memperkaya Hengky Widjaja Cq. PT Traya dan PT Traya Tirta Makassar sebesar Rp40,43 miliar yang seluruhnya bersumber dari selisih penerimaan pembayaran dengan pengeluaran rill PT Traya Tirta Makassar.

Humas,
Gerakan Anti Korupsi Indonesia (Indonesian Anti Corruption Movement)
Jl. Perumnas Raya Makassar,  telpon 0411 8037046 - 082187540087 
grup Facebook & Halaman : Gerakan Anti Korupsi Indonesia,
email : anticorruptionmovent@yahoo.com, Twitter : @gaki,


JEJAK KASUS KORUPSI HAKIM TIPIKOR Amir Fauzi

JEJAK KASUS KORUPSI HAKIM TIPIKOR
Amir Fauzi

Detail
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : S-2
Profesi : Hakim
Institusi : Pengadilan Tata Usaha Negara
Waktu Kejadian Perkara : 2015
Waktu Inkracht : 2016
Area korupsi : Sumatera Utara
Jenis TPK : Gratifikasi

Dakwaan
Kesatu:
Pasal 12 huruf c Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Kedua:
Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Tuntutan

Pidana Penjara : 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan dikurangi masa tahanan;
Denda: Rp200.000.000,- Subsidair 6 (enam) bulan kurungan;
Biaya Perkara: Rp10.000,-.
Putusan

Pengadilan Negeri
No: 127/Pid.Sus/TPK/2015/PN.JKT.PST

Mengadili:
Pidana Penjara: 2 (dua) tahun dikurangi masa tahanan;
Denda: Rp200.000.000,- Subsidair 2 (dua) bulan kurungan;
Biaya Perkara: Rp10.000,-.

Pengadilan Tinggi
No. 33/PID/TPK/2016/PT.DKI

Mengadili:
Pidana Penjara: 4 (empat) tahun dikurangi masa tahanan;
Denda: Rp200.000.000,- Subsidair 2 (dua) bulan kurungan;
Biaya Perkara: Rp2.500,-.
Deskripsi Kasus

2015
Pada bulan Maret 2015, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI mengirimkan surat Bantuan Permintaan Keterangan kepada Gubernur Sumatera Utara yang pada pokoknya meminta bantuan Gubernur untuk menyampaikan surat permintaan keterangan kepada Sekretaris Daerah dan Kepala Biro Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Utara sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Gatot Pujo Nugroho yang menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara, dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara telah melakukan pemanggilan kepada Ahmad Fuad Lubis selaku Ketua Bendahara Umum Daerah (BUD) Pemprov Sumut periode 2014 tanggal 31 Maret 2015 sehubungan dugaan Tindak Pidana Korupsi terkait dengan Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Selanjutnya Ahmad selaku Kepala Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara menemui Gatot untuk melaporkan surat panggilan tersebut. Kemudian Gatot memerintahkan Ahmad dan R. Sabrina untuk berkonsultasi dengan Otto Cornelis Kaligis (OC Kaligis) selaku penasihat hukum pribadinya di Jakarta.

Maret 2015, Gatot bersama dengan istrinya, Evy Susanti, melakukan pertemuan dengan OC Kaligis dan beberapa penasihat hukum lainnya yaitu Anis Rifai, Yulius Irwansyah, Rico Pandeirot dan Moh. Yagari Bhastara Guntur alias Gary untuk membahas surat panggilan permintaan keterangan tersebut dan disimpulkan bahwa panggilan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI harus dipenuhi dengan didampingi oleh penasihat hukum. Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan terkait hal tersebut, OC Kaligis mengusulkan pengajuan permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara ke PTUN Medan. Sehubungan dengan rencana pengajuan permohonan pengujian tersebut, pada akhir April 2015 OC Kaligis, Gary dan Yurinda Tri Achyuni alias Indah menemui Syamsir Yusfan selaku Panitera/Sekretaris PTUN Medan di Kantor PTUN untuk dipertemukan dengan Ketua PTUN Medan yaitu Tripeni Irianto Putro. Kemudian Syamsir mengantarkan OC Kaligis, Gary dan Indah menemui Tripeni untuk berkonsultasi mengenai permohonan pengujian kewenangan yang rencananya akan diajukan ke PTUN Medan. Setelah berkonsultasi, OC Kaligis memberikan uang sejumlah SGD5.000 kepada Tripeni dan SGD1.000 kepada Syamsir.

Mei 2015, Syamsir menghubungi Gary untuk menyampaikan pesan dari Tripeni bahwa permohonan dapat didaftarkan di PTUN Medan. Pada tanggal 5 Mei 2015, sebelum mendaftarkan gugatannya OC Kaligis berkonsultasi terkait permohonan pengujian kewenangan yang akan diajukannya dengan Tripeni, kemudian OC Kaligis memberikan beberapa buku karangannya dan amplop berisi uang sejumlah USD10.000 kepada Tripeni dengan permintaan agar Tripeni menjadi hakim yang nantinya akan menanganinya. Pada tanggal 6 Mei 2015 Tripeni selaku Ketua PTUN Medan menetapkan Majelis Hakim yang menangani permohonan pengujian kewenangan tersebut yaitu Ketua: Tripeni Irianto Putro, Hakim Anggota masing-masing: Dermawan Ginting dan Amir Fauzi dan Panitera Pengganti: Syamsir Yusfan. Tanggal 18 Mei 2015, dilaksanakan sidang pertama dengan acara pembacaan permohonan dan tanggapan Termohon.

Pertengahan bulan Juni 2015 setelah persidangan dengan acara Keterangan Ahli yang diajukan Pemohon, OC Kaligis menemui Amir untuk membahas mengenai Keterangan Ahli yang sudah diperiksa tersebut.

Pada tanggal 1 Juli 2015, Evy menghubungi Yenny Octorina Misnan selaku Sekretaris dan Kepala Bagian Administrasi di Kantor Otto Cornelis Kaligis & Associoates untuk memberitahukan bahwa ia telah memberikan uang sejumlah USD30.000 dan Rp50 juta atas permintaan OC Kaligis. Pada tanggal 2 Juli 2015, OC Kaligis bertemu Evy untuk membicarakan mengenai perkembangan persidangan di PTUN Medan dan OC Kaligis kembali meminta uang sebesar USD25.000 dengan alasan uang yang sebelumnya diterima dari Evy telah diberikannya kepada 3 (tiga) orang hakim, sehingga memerlukan dana tambahan agar permohonan dikabulkan.

Pada tanggal 5 Juli 2015, OC Kaligis bersama-sama dengan Gary dan Indah menuju kantor PTUN Medan. OC Kaligis meminta Indah mengeluarkan 2 (dua) buah buku dan 4 (empat) amplop tersebut, kemudian Indah memberikannya kepada OC Kaligis.

Selanjutnya OC Kaligis memerintahkan kepada Gary untuk memberikan 2 (dua) buah buku yang didalamnya masing-masing diselipkan 1 (Satu) amplop putih yang berisi uang sejumlah USD5.000 kepada Dermawan dan Amir. Setelah Amir dan Dermawan sampai di Kantor PTUN Medan, Gary mendatangi keduanya dan menyerahkan masing-masing 1 (satu) buah buku yang didalamnya telah diselipkan 1 (satu) amplop putih yang berisi uang sejumlah USD5.000.

Pada tanggal 7 Juli 2015, Tripeni, Dermawan dan Amir membacakan putusan Perkara Gugatan dengan amar putusan antara lain mengabulkan permohonan pemohon untuk sebahagian dan menyatakan keputiusan Termohon perihal Permintaan Keterangan terhadap Pemohon selaku mantan Ketua Bendahara Umum Daerah (BUD) Pemprov Sumut ada unsur penyalahgunaan wewenang serta menyatakan tidak sah Keputusan Termohon perihal Permintaan Keterangan terhadap Pemohon selaku mantan Ketua Bendahara Umum Daerah (BUD) Pemprov Sumut. Setelah persidangan selesai, Gary menemui Syamsir dan menyerahkan uang sejumlah USD1.000. Pada tanggal 9 Juli 2015, Gary dan Yusfan menyampaikan keinginannya bertemu dengan Tripeni. Setelah bertemu dengan Tripeni, kemudian Gary menyerahkan uang sejumlah USD5.000 yang kemudian diterima oleh Tripeni. Pada saat Gary hendak meninggalkan kantor PTUN Medan, petugas KPK melakukan penangkapan terhadapnya dan Tripeni.
Cari Jejak Kasus

Amir FauziDetailJenis Kelamin : Laki-lakiPendidikan : S-2Profesi : HakimInstitusi : Pengadilan Tata Usaha NegaraWaktu Kejadian Perkara : 2015Waktu Inkracht : 2016Area korupsi : Sumatera UtaraJenis TPK : GratifikasiDakwaanKesatu:Pasal 12 huruf c Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.Kedua:Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.TuntutanPidana Penjara : 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan dikurangi masa tahanan;Denda: Rp200.000.000,- Subsidair 6 (enam) bulan kurungan;Biaya Perkara: Rp10.000,-.PutusanPengadilan NegeriNo: 127/Pid.Sus/TPK/2015/PN.JKT.PSTMengadili:Pidana Penjara: 2 (dua) tahun dikurangi masa tahanan;Denda: Rp200.000.000,- Subsidair 2 (dua) bulan kurungan;Biaya Perkara: Rp10.000,-.Pengadilan TinggiNo. 33/PID/TPK/2016/PT.DKIMengadili:Pidana Penjara: 4 (empat) tahun dikurangi masa tahanan;Denda: Rp200.000.000,- Subsidair 2 (dua) bulan kurungan;Biaya Perkara: Rp2.500,-.Deskripsi Kasus2015Pada bulan Maret 2015, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI mengirimkan surat Bantuan Permintaan Keterangan kepada Gubernur Sumatera Utara yang pada pokoknya meminta bantuan Gubernur untuk menyampaikan surat permintaan keterangan kepada Sekretaris Daerah dan Kepala Biro Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Utara sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Gatot Pujo Nugroho yang menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara, dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara telah melakukan pemanggilan kepada Ahmad Fuad Lubis selaku Ketua Bendahara Umum Daerah (BUD) Pemprov Sumut periode 2014 tanggal 31 Maret 2015 sehubungan dugaan Tindak Pidana Korupsi terkait dengan Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Selanjutnya Ahmad selaku Kepala Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara menemui Gatot untuk melaporkan surat panggilan tersebut. Kemudian Gatot memerintahkan Ahmad dan R. Sabrina untuk berkonsultasi dengan Otto Cornelis Kaligis (OC Kaligis) selaku penasihat hukum pribadinya di Jakarta.Maret 2015, Gatot bersama dengan istrinya, Evy Susanti, melakukan pertemuan dengan OC Kaligis dan beberapa penasihat hukum lainnya yaitu Anis Rifai, Yulius Irwansyah, Rico Pandeirot dan Moh. Yagari Bhastara Guntur alias Gary untuk membahas surat panggilan permintaan keterangan tersebut dan disimpulkan bahwa panggilan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI harus dipenuhi dengan didampingi oleh penasihat hukum. Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan terkait hal tersebut, OC Kaligis mengusulkan pengajuan permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara ke PTUN Medan. Sehubungan dengan rencana pengajuan permohonan pengujian tersebut, pada akhir April 2015 OC Kaligis, Gary dan Yurinda Tri Achyuni alias Indah menemui Syamsir Yusfan selaku Panitera/Sekretaris PTUN Medan di Kantor PTUN untuk dipertemukan dengan Ketua PTUN Medan yaitu Tripeni Irianto Putro. Kemudian Syamsir mengantarkan OC Kaligis, Gary dan Indah menemui Tripeni untuk berkonsultasi mengenai permohonan pengujian kewenangan yang rencananya akan diajukan ke PTUN Medan. Setelah berkonsultasi, OC Kaligis memberikan uang sejumlah SGD5.000 kepada Tripeni dan SGD1.000 kepada Syamsir.Mei 2015, Syamsir menghubungi Gary untuk menyampaikan pesan dari Tripeni bahwa permohonan dapat didaftarkan di PTUN Medan. Pada tanggal 5 Mei 2015, sebelum mendaftarkan gugatannya OC Kaligis berkonsultasi terkait permohonan pengujian kewenangan yang akan diajukannya dengan Tripeni, kemudian OC Kaligis memberikan beberapa buku karangannya dan amplop berisi uang sejumlah USD10.000 kepada Tripeni dengan permintaan agar Tripeni menjadi hakim yang nantinya akan menanganinya. Pada tanggal 6 Mei 2015 Tripeni selaku Ketua PTUN Medan menetapkan Majelis Hakim yang menangani permohonan pengujian kewenangan tersebut yaitu Ketua: Tripeni Irianto Putro, Hakim Anggota masing-masing: Dermawan Ginting dan Amir Fauzi dan Panitera Pengganti: Syamsir Yusfan. Tanggal 18 Mei 2015, dilaksanakan sidang pertama dengan acara pembacaan permohonan dan tanggapan Termohon.Pertengahan bulan Juni 2015 setelah persidangan dengan acara Keterangan Ahli yang diajukan Pemohon, OC Kaligis menemui Amir untuk membahas mengenai Keterangan Ahli yang sudah diperiksa tersebut.Pada tanggal 1 Juli 2015, Evy menghubungi Yenny Octorina Misnan selaku Sekretaris dan Kepala Bagian Administrasi di Kantor Otto Cornelis Kaligis & Associoates untuk memberitahukan bahwa ia telah memberikan uang sejumlah USD30.000 dan Rp50 juta atas permintaan OC Kaligis. Pada tanggal 2 Juli 2015, OC Kaligis bertemu Evy untuk membicarakan mengenai perkembangan persidangan di PTUN Medan dan OC Kaligis kembali meminta uang sebesar USD25.000 dengan alasan uang yang sebelumnya diterima dari Evy telah diberikannya kepada 3 (tiga) orang hakim, sehingga memerlukan dana tambahan agar permohonan dikabulkan.Pada tanggal 5 Juli 2015, OC Kaligis bersama-sama dengan Gary dan Indah menuju kantor PTUN Medan. OC Kaligis meminta Indah mengeluarkan 2 (dua) buah buku dan 4 (empat) amplop tersebut, kemudian Indah memberikannya kepada OC Kaligis.Selanjutnya OC Kaligis memerintahkan kepada Gary untuk memberikan 2 (dua) buah buku yang didalamnya masing-masing diselipkan 1 (Satu) amplop putih yang berisi uang sejumlah USD5.000 kepada Dermawan dan Amir. Setelah Amir dan Dermawan sampai di Kantor PTUN Medan, Gary mendatangi keduanya dan menyerahkan masing-masing 1 (satu) buah buku yang didalamnya telah diselipkan 1 (satu) amplop putih yang berisi uang sejumlah USD5.000.Pada tanggal 7 Juli 2015, Tripeni, Dermawan dan Amir membacakan putusan Perkara Gugatan dengan amar putusan antara lain mengabulkan permohonan pemohon untuk sebahagian dan menyatakan keputiusan Termohon perihal Permintaan Keterangan terhadap Pemohon selaku mantan Ketua Bendahara Umum Daerah (BUD) Pemprov Sumut ada unsur penyalahgunaan wewenang serta menyatakan tidak sah Keputusan Termohon perihal Permintaan Keterangan terhadap Pemohon selaku mantan Ketua Bendahara Umum Daerah (BUD) Pemprov Sumut. Setelah persidangan selesai, Gary menemui Syamsir dan menyerahkan uang sejumlah USD1.000. Pada tanggal 9 Juli 2015, Gary dan Yusfan menyampaikan keinginannya bertemu dengan Tripeni. Setelah bertemu dengan Tripeni, kemudian Gary menyerahkan uang sejumlah USD5.000 yang kemudian diterima oleh Tripeni. Pada saat Gary hendak meninggalkan kantor PTUN Medan, petugas KPK melakukan penangkapan terhadapnya dan Tripeni.

Humas,

Gerakan Anti Korupsi Indonesia (Indonesian Anti Corruption Movement)

Jl. Perumnas Raya Makassar,  telpon 0411 8037046 - 082187540087  

 grup Facebook & Halaman : Gerakan Anti Korupsi Indonesia, 

email : anticorruptionmovent@yahoo.com, Twitter : @gaki,