
Detail Diterbitkan pada Senin, Juni 22 2015 10:00 Dibaca: 1242
JAKARTA, (PR) Penyadapan terbukti menjadi senjata ampuh Komisi Pemberantasan Korupsi membongkar kasus korupsi. Terakhir, KPK menangkap empat pejabat Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatra Selatan, melalui proses penyadapan.
Seperti diketahui, KPK mencokok anggota DPRD Muba dan Fraksi PDI Perjuangan Bambang Karyanto dan anggota DPRD Muba dari Fraksi Partai Gerindra Adam Munandar. KPK juga menangkap Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah Kabupaten Muba Syamsudin Fei serta Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Muba Faisyar, Jumat (19/6/2015] malam.
Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka suap setelah terjaring operasi tangkap tangan di Palembang. Di sana, KPK menemukan tas berwarna raerah marun berisi uang sekitar Rp 2,56 miliar yang diduga terkait suap KAPBD perubahan tahun anggaran 2015, Kabupaten Muba.
"Semua tindakan OTT (operasi tangkap tangan) selalu dalam tahap ponyelidikan dan umumnya dilakukan dengan surveillance termasuk juga penyadapan," kata Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji melalui pesan singkatnya kepada wartawan, Minggu (21/6/2015). Indriyanto menegaskan, penyadapan selalu berbasis pada penyelidikan bukan penyidikan.
"Penyadapan merupakan front gate pemberantasan korupsi, dan kasus OTT Muba merupakan bukti kuat hahwa penyadapan adalah muruah KPK," ujar Indriyanto.
Pendapat Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly terkait pembatasan penyadapan hanya pada tahap pro justitia justru menuai persoalan. "Jelas akan mereduksi kewenangan KPK, meniadakan Pasal 44 UU KPK sebagai muruah primaritas KPK," ujar Indriyanto.
Hal senada disampaikan Indonesia Corruption Watch. "Kewenangan penyadapan menjadi salah satu senjata KPK paling ampuh membongkar kasus korupsi," ujar peneliti ICW, Aradila Caesar, dalam konferensi pers "Cabut Revisi UU KPK, Prioritaskan Revisi UU Tipikor" di Kantor ICW, Minggu siang.
Menurut dia, penyadapan penting guna membongkar praktik korupsi masa kini yang semakin modern. Dia mengatakan, banyak perkara korupsi yang terungkap melalui penyadapan. Jika kewenangan itu dihapuskan, pengungkapan kasus suap seperti yang terjadi di Sumatra Selatan baru-baru ini tidak mungkin terjadi.
Aradila mengatakan, pernerintah tak perlu mengkhawatirkan KPK melakukan abuse of power dalam penyadapannya, karena KPK juga diaudit. Audit dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informasi setiap tahun. "Kalau ada pelanggaran sudah pasti ada berita. (Hingga kini) kewenangan KPK dalam penyadapan masih dalam jalur yang benar," kata Aradila.
ICW justru mencurigai motif anggota DPR yang getol mendorong revisi UU KPK. "Saya melihat mereka (DPR) khawatir untuk disadap. Kalau mereka bersih kenapa mereka takut
disadap," ucap Aradila yang menyatakan bahwa penyadapan pun dilakukan bukan di luar konteks pengumpulan bukti.
Sementara itu, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yuntho menduga keinginan sejumlah anggota DPR merevisi UU KPK dilakukan agar mereka mendapat dana aspirasi.
"Kalau ada KPK, penggunaan dana aspirasi (oleh DPR) jadi waswas. Siapa sih lembaga yang dapat menangkap anggota DPR, itu KPK," ucap Emerson. Dia mempertanyakan alasan keinginan DPR dan pemerintah merevisi UU KPK.
Dipecat
Anggota DPRD Muba dari Fraksi PDI Perjuangan Bambang Karyanto dipastikan bakal dipecat sebagai kader PDI Perjuangan. Saat ini, Bambang menjabat ketua DPC PDI Perjuangan Muba. Hal itu ditegaskan politikus PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo, saat ditemui dalarn buka bersama di kantor DPP Partai Nasdern, Gondangdia, Jakarta Pusat, Sabtu (20/6/2015).
"Kalau sudah OTT, ya sanksinya dipecat. Fasti dipecat itu," ujar Gubernur Jawa Tengah itu. Namun, Ganjar mengatakan, saat ini pihaknya menyerahkan kasus yang membelit Bambang sepenuhnya kepada proses hukum.
Bambang menjadi orang kedua kader PDI Perjuangan yang tertangkap tangan oleh KPK sejak Kongres IV PDI Perjuangan 2015. Sebelumnya, saat kongres berlangsung, KPK juga menangkap tangan kader PDI Perjuangan, Adriansyah.
Buntutnya, komitmen PDI Perjuangan terhadap pemberantasan korupsi dipertanyakan. Alih-alih mendukung program Nawacita pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla mengenai pemberantasan korupsi, sejumlah kader PDI Perjuangan justru terkena operasi tangkap tangan KPK.
"Jokowi harus bersikap lebih untuk menanamkan (Nawacita) kepada kadernya (di PDI Perjuangan), karena terbukti sejumlah kader tertangkap," kata Algiffari Aqsa, kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Hukum Masyarakat Lembaga Bantuan Hukum Jakarta di Jakarta, Minggu (21/6/2015). Kendati dilakukan individual, partai tetap memiliki tanggungjawab moral atas perilaku kadernya.
"Secara hukum memang engga ada tanggung jawab partai, tetapi secara moral publik, iya (ada pertanggungjawaban). Kalau tidak ada tindak lanjut partai membersihkan, sama saja membiarkan koruptor berada di partainya," tutur Algiffari. Menurut dia, praktik korupsi marak dilakukan leader partai karena ketidak jelasan sistem regenerasi dan pengaderannya. "Akhirnya menjadi semacam yang lumrah, partai itu tidak diisi orang yang bersih karena sistem regenerasi dan pengaderannya tak jelas," ujarnya.
Berkaca pada pengalaman, kata Algiffari, partai malah menjadikan kadernya sebagai mesin pencari uang melalui kewajiban membayar setoran atau pembagian proyek pemerintah. Akibatnya, praktik korupsi rentan terjadi. Algiffari menegaskan, seharusnya partai memperbaiki sistem internalnya sendiri ketimbang mengubah KPK melalui revisi undang-undang.
"Karena parpol berada pada urutan kedua lembaga terkorup setelah polisi dalam indeks persepsi korupsi Transparency International," ujar Algiffari.
Sementara itu, Dio Ashar, ketua Divisi Riset Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia, mendesak semua partai porlitik melakukan evaluasi karena banyaknya kader yang tertangkap dalam perkara korupsi.
"Ketika kekuasaan juga begitu dominan, tak ada transparansi yang jelas itu bisa disalah gunakan," ujar Dio. Oleh karena itu, anggaran partai pun harus transparan kepada publik serta tak bertumpu pada kekuasaan yang dimiliki kader. (Amaliya, Bambang Arifianto)***
Sumber: Pikiran Rakyat, 22 Juni 2015
https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/2748-penyadapan-senjata-kpk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar