Koruptor Harus Tanggung Kerugian Akibat Korupsi

Detail Diterbitkan pada Senin, Juli 30 2012 11:32 Dibaca: 4809
img4f3c752ea3eb2Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merumuskan skema pemiskinan koruptor. Nantinya, koruptor harus menanggung seluruh kerugian dan dampak dari tindak pidana korupsi. "Koruptor harus menanggung dampak korupsi yang dilakukannya," jelas Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Kantor KPK, Jakarta, akhir pekan lalu.
Penggantian kerugian negara oleh koruptor dinilai belum cukup untuk menimbulkan efek jera. Di samping itu, penggantian kerugian negara juga belum menggantikan pengeluaran negara, nonkerugian negara akibat tindak pidana korupsi. Terkait hal itu, KPK bersama sejumlah pakar dan akademisi tengah merumuskan dampak kerugian yang terjadi akibat tindak pidana korupsi. Seluruh kerugian tersebut akan dibebankan kepada koruptor.
Bambang mencontohkan tindak pidana korupsi sektor kehutanan. Dampak dari kerusakan hutan yang dikorupsi dibebankan kepada pelaku korupsi. Di negara-negara maju, kata Bambang, penghitungan dampak kerusakan dari tindakan korupsi sudah diterapkan.
Contoh lain, lanjut dia, adalah korupsi di sektor pajak. Akibat tindak pidana korupsi dan kerugian di sektor pajak dibebankan ke koruptor. Untuk sektor pajak ini, menurut Bambang, harus mengikutsertakan ahli ekonomi, sehingga penghitungan dampak kerusakannya dapat ditemukan.
Pada 2009 Indonesia telah mengeluarkan biaya nonkerugian negara sebesar Rp 73 triliun. Sedangkan jumlah hukuman finansial yang berhasil dibebankan ke pelaku korupsi hanya Rp 5,3 triliun. Berkaca dari hal ini, penghitungan kerusakan dari hasil korupsi patut diberlakukan untuk mengejar pengembalian uang negara yang lebih besar. "KPK akan membuat model cara menghitung biaya sosial korupsi per sektor. Dengan begitu, koruptor bisa dimiskinkan, makanya metodologinya harus dicari," ujar Bambang.
Menurut Bambang, rencana merevisi KUHP juga dapat dijadikan momentum merumuskan hukuman tambahan bagi para pelaku korupsi. "Sedang ada revisi KUHP, buku pertama. Dalam Pasal 10 sampai Pasal 20 ada disebut hukuman pokok dan tambahan. Sampai sekarang buku ke-I ini belum selesai. Kami mohon Komisi III DPR memprioritaskan soal hukuman, hukuman badan, dan hukuman denda. Kualifikasi seperti ini mudah-mudahan bisa masuk," kata Bambang.
Bisa Direalisasikan
Untuk sementara, lanjut Bambang, gagasan ini bisa direalisasikan melalui Pasal 98 KUHAP yang menyebutkan, dalam sebuah tindak pidana bisa digabungkan antara perkara pidana dengan perdata. Caranya, pihak ketiga yang dirugikan dalam sebuah perkara bisa bersama-sama jaksa memasukkan kerugian yang muncul dalam bagian penghukuman.
"Yang menderita dari tindak pidana bukan hanya negara, pihak ketiga juga dirugikan. Jaksa bersama-sama pihak ketiga dirugikan bisa memasukkan kerugian yang muncul dalam bagian penghukuman," ujar Bambang.
Sejumlah pakar dari berbagai bidang yang dilibatkan merumuskan dampak kerusakan korupsi bersama KPK antara lain ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia Ganjar Laksmana Bonaprapta, antropolog Aris Arif Mundayat, pakar kriminal ekonomi Rimawan Pradityo, dan sosiolog UI Iwan Gardono Sudjatmiko.
Menurut Iwan Gardono, sejumlah negara maju sudah menerapkan dampak kerusakan korupsi. Dengan adanya penghitungan tersebut pengembalian uang yang dikorupsi ke negara dapat lebih maksimal. "Nantinya ini harus dibebankan kepada koruptor. Ada ekonom, ahli antropolog, ahli sosiologi, dan ahli hukum melakukan kerja sama dalam perhitungan biaya sosial korupsi," katanya.
Dari sisi hukum, menurut Ganjar Laksmana, pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku korupsi harus dikaji lagi. Terlebih dengan adanya penghitungan biaya sosial korupsi. Upaya tersebut sejalan dengan pembahasan revisi UU Pemberantasan Korupsi yang tengah digodok pemerintah dan DPR. Pada Pasal 25 Ayat (2) huruf c RUU Pemberantasan Korupsi disebutkan bahwa akan ada hukuman tambahan sebagai bentuk pemulihan akibat terjadinya sebuah tindak pidana korupsi. "Ini runutan sama dengan langkah sosial. Pendekatan doktrin, ilmiah, dan praktis, serta praktik-praktik di negara lain juga dilihat," kata Ganjar.
Sumber : Investor Daily, 30 Juli 2012
https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/571-koruptor-harus-tanggung-kerugian-akibat-korupsi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar