Detail Diterbitkan pada Senin, September 14 2015 09:00 Dibaca: 1143
JAKARTA, KOMPAS - Meskipun pemerintah menerbitkan peraturan agar pejabat pengadaan barang dan jasa lepas dari jeratan delik korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi memastikan itu tidak akan membuat pejabat korup dapat berlindung dengan aman.
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja, Minggu (13/9), di Jakarta, mengatakan, pihaknya memang tidak menangani persoalan mala-administrasi dalam pengadaan barang dan jasa. Itu merupakan wewenang dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI).
Ia pun mmastikan, KPK tidak pernah melakukan kriminalisasi terhadap kebijakan pemerintah.
"Jangan sampai timbul kesan melindungi korupsi di balik kebijakan yang diterbitkan. Kalau soal mala-administrasi, itu ranahya ORI. Silakan saja pemerintah berkoordinasi dengan ORI. KPK sudah banyak melakukan studi terhadap administrasi pemerintahan untuk mencegah korupsi. Kami bisa share ke pemerintah agar tidak mubazir," ujarnya.
Seperti diketahui, pemerintah akan menerbitkan dua peraturan pemerintah (PP) sebagai turunan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Kedua PP itu adalah PP Sanksi Administnitif dan IT Tata Cara Pengembalian Kerugian Negara. Aturan itu dimaksudkan untuk melindungi pejabat dari upaya kriminalisasi. Dengan aturan ini, dugaan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat tak bisa diperiksa oleh aparat penegak hukum sebelum inspektorat tuntas melakukan pemeriksaan (Kompas, 12/9).
Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji menjelaskan, KPK tidak masalah dengan PP tersebut sebab selama ini KPK tidak pernah menyentuh kebijakan pemerintah untuk menjerat penyelenggara negara yang korup.
"Kami sependapat dengan Presiden bahwa KPK akan menyentuh masalah tersebut apabila penyelenggara negara ter-bukti punya mens rea (niat buruk/jahat yang melatarbelakangi terbitnya kebijakan)," ujarnya.
Namun, Indriyanto menegaskan, KPK tidak akan berdiam diri jika dalam pengadaan barang dan jasa ditemukan adanya kick back atau penyuapan. "Sembilan puluh persen lebih kasus yang di tangani oleh KPK adalah jenis kebijakan yang ada kick back atau bribery-nya," ujar.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari, menilai, rancangan PP itu merupakan upaya melindungi orang berperilaku koruptif. Padahal, solusinya sebenarnya sederhana. Apabila pejabat melakukan kesalahan atau kekhilafan, sebenarnya ada alasan pemaaf. Sementara apabila pejabat yang bersangkutan memang korup, ia tidak bisa dilindungi dengan PP apa pun.
Jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas bagi aparatur sipil negara (ASM) sudah diatur di UU ASN. Ketentuan itu ditegaskan lagi di UU Pemerintah Daerah, antara lain dengan porlunya penegak luikuni berkoordinasi daluilu dengan aparal pengawas internal pemerintah jika mengani pengaduan masyarakat. UU Administrasi Pemerintahan mengatur secara lebih lengkap di Pasal 15, 16, hingga Pasal 21 terkait dengan larangan penyalahgunaan wewenang. Pengawasan terhadap larangan itu dilakukan pengawas internal pemerintah. Apabila terjadi kesalahan administratif, hal itu ditindaklanjuti dengan penyempurnaan administratif. Jika kesalahan administratif itu merugikan keuangan negara, pejabat terkait harus mengembalikan kerugian tersebut.
Apabila pengawas internal menyatakan ada penyalahgunaan wewenang, putusan itu bisa dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Putusan PTUN bisa diajukan banding ke Pengadilan Tinggi TUN. Putusan banding final dan mengikat. Apabila PTTUN menyatakan tidak ada penyalahgunaan wewenang, pejabat tersebut tidak bisa diproses dalam konteks hukum pidana, perdata, dan administratif.
(BIL/ANA)
Sumber: Kompas, 14 September 2015
https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/2945-pejabat-korup-tetap-tak-aman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar