Detail Diterbitkan pada Selasa, Mei 15 2012 10:20 Dibaca: 1735
JAKARTA - Setelah 14 tahun berjalan, proses reformasi politik dan pemeimg4f29f8d7a017frintahan dinilai belum mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia. Negara dianggap belum menunjukkan keseriusan dalam memberantas tindak pidana yang merugikan negara ini.
"Situasi politik dan demokrasi tidak kondusif untuk memberantas korupsi," kata Wakil Ketua KPK Zulkarnaen, Senin (14/5). Menurut Zulkarnaen, secara umum komitmen pemimpin bangsa masih rendah dalam memberantas korupsi. Kalaupun ada dari sebagian pemimpin yang meneriakkan perlawanan terhadap korupsi masih dianggap tidak konsisten. "Komitmen pemimpin masih rendah dan tidak konsisten," katanya.
Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas juga sempat mengatakan bahwa korupsi berakar dari kepentingan politik. "Korupsi itu melibatkan pejabat struktural di mana pejabat struktural itu terkadang berasal dari petinggi partai politik," kata Busyro. Busyro menjelaskan, proses korupsi politik itu bermula akibat pendidikan politik praktis yang selalu diwarnai oleh politik uang.
Soal politik yang tak mendukung pemberantasan korupsi ini disangkal Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Max Sopacua. Menurutnya, bukti keseriusan parpol memberantas korupsi adalah dengan menyerahkan penanganan proses hukum ke penegak hukum tanpa melakukan pembelaan.
"Silakan semuanya diproses jika memang terbukti terlibat korupsi. Tidak ada yang kita bela," jelasnya saat dihubungr, Senin (14/5). Ia mengatakan, parpol di DPR sejak awal sudah berkomitmen untuk memberantas korupsi.
Siapa pun yang terlibat harus diproses hukum tanpa pandang bulu.
Kementerian Hukum dan HAM juga membantah tak serius menangani korupsi. Menurut Kabiro Humas Kemenkumham Martua Batubara, amanat reformasi tentang pemberantasan korupsi sudah dijalankan pemerintah dengan melakukan reformasi birokrasi. "Ya, misalnya saja kita melakukan reformasi birokrasi, hal tersebut sangat berpengaruh dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi," kata Martua Batubara saat dihubungi Republika, Senin (14/5).
Selamatkan banggar
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menyarankan supai ya kader partai politik jangan dilibatkan dalam pengelolaan keuangan negara. "Jangan libatkan unsur parpol karena pasti terjebak konflik kepentingan," kata Busyro Senin (14/5).
Khusus untuk Badan Anggaran (Banggar) DPR, Busyro mengatakan, lembaga yang khusus menangani anggaran negara itu harus diselamatkan. Yaitu, dengan menempatkan orang yang profesional di dalamnya. "Banggar perlu diselamatkan dengan menempatkan orang profesional di dalamnya."
Pakar Hukum Tata Negara Unt versitas 'Andalas Prof Saldi Isra menilai, usulan Busyro soal Banggar tak tepat. Menurut Saldi, politisi di DPR tetap harus terlibat karena mereka adalah representasi rakyat. "Jadi, jangan sampai wewenang anggaran di DPR dihilangkan," ujar dia.
Yang bisa dilakukan, kata Saldi, adalah membatasinya kewenangan anggota DPR. Saldi menyatakan, saat ini wewenang DPR terkait anggaran kebablasan karena terlalu detail membahas anggaran. Wewenang demikian membuat anggota dewan mudah terlibat tindak pidana korupsi.
"Nah, yang perlu dilakukan adalah jangan sampai DPR terlalu detail terlibat dalam .pembahasan itu. Biarlah DPR lebih fokus dalam pengawasan
nya," Ujar Saldi.
Sumber: Republika, 15 Mei 2012
https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/247-negara-remehkan-korupsi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar