Total Tayangan Halaman

Senin, 09 Januari 2017

KPK Kembangkan Pencegahan

KPK Kembangkan Pencegahan

Detail Diterbitkan pada Kamis, Desember 11 2014 10:00 Dibaca: 2324

Twitter

YOGYAKARTA, KOMPAS — Selain melakukan penindakan, Komisi Pemberantasan Korupsi kini semakin mengembangkan upaya pencegahan korupsi berbasis keluarga. Cara yang ditempuh adalah dengan menanamkan nilai-nilai kejujuran dan kesederhanaan dalam keluarga.
Proyek percontohan pencegahan korupsi berbasis keluarga itu kini dilakukan di Kelurahan Prenggan, Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta. Tujuan utama program adalah menjadikan keluarga sebagai tempat mengembangkan budaya anti korupsi.

Ketua RW 010 Prenggan Jindar Fatoni (49), Rabu (10/12), di Yogyakarta, mengatakan, program pencegahan korupsi berbasis keluarga itu antara lain dijalankan dengan mengajak warga mengikuti pelatihan, diskusi, pemutaran film, dan acara kesenian. Dalam sejumlah forum yang rutin digelar di 13 RW di Prenggan, masyarakat dilatih untuk menanamkan sikap jujur, sederhana, dan mandiri kepada anak-anak mereka.

”Penanaman nilai kejujuran dilakukan dari hal-hal kecil. Sebagai contoh, saat anak diminta membeli suatu barang, dia diajari untuk mengembalikan sisa uang kepada orangtua, tidak boleh langsung dipakai jajan,” ujar Jindar.

Warga RW 010 Prenggan, Ngalimah (46), menuturkan, penanaman nilai kejujuran juga dilakukan melalui pendidikan anak usia dini (PAUD) yang secara swadaya digelar warga satu minggu sekali. Melalui berbagai permainan di PAUD, anak-anak berusia 2-5 tahun secara tak langsung dibiasakan bersikap jujur.

”Misalnya, kita mengajak anak-anak bermain lomba memasukkan bola dalam keranjang. Sesudah selesai, kita minta mereka menghitung bola yang berhasil mereka masukkan. Kalau mereka mencoba tak jujur, kami pasti ingatkan,” ujar Ngalimah.

Sosialisasi nilai

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menyatakan, KPK merancang program pemberantasan korupsi dengan melibatkan keluarga sejak tahun 2012. Langkah itu diambil setelah KPK menangani sejumlah kasus korupsi yang melibatkan pasangan suami-istri, kakak-adik, atau ayah dan anak. Kondisi ini menunjukkan, keluarga yang seharusnya menjadi sarana sosialisasi nilai-nilai positif justru jadi medium penularan perilaku korup.

Pada 2012-2013, KPK melakukan studi awal dengan memetakan kondisi keluarga di dua kota, yakni Yogyakarta dan Solo. Studi itu kemudian menjadi dasar penyusunan program Pembangunan Budaya Anti Korupsi Berbasis Keluarga.

Prenggan dipilih menjadi tempat uji coba proyek karena dinilai mewakili kultur Kotagede yang masih kental dengan nilai-nilai kearifan lokal, seperti kejujuran, kesederhanaan, dan keberanian. ”Studi etnografi di Kotagede menemukan kearifan lokal yang terwujud dalam keteladanan, kepemimpinan, kedermawanan, dan kohesi sosial. Kehidupan Kotagede mewarisi nilai-nilai itu,” kata Busyro.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menambahkan, setelah tempat uji coba ditentukan, KPK membuat enam modul untuk mengembalikan nilai-nilai dasar pembentuk integritas ke dalam keluarga. Modul itu dilengkapi dengan hal-hal yang bisa dilakukan anggota keluarga agar menjadi benteng perlawanan terhadap perilaku koruptif. KPK juga menyiapkan tenaga pelatih dari wilayah uji coba, mahasiswa, dan pemimpin informal lainnya.

Bambang menyebutkan, yang dilakukan KPK melalui modul pencegahan korupsi berbasis keluarga ini sebagai proses metamorfosis dan transformasi sosial. Ini pertama kali KPK membentuk komunitas anti korupsi berbasis keluarga.

Apresiasi

Cendekiawan Muslim, Azyumardi Azra, menyambut positif proyek KPK tersebut. Menurut dia, keluarga merupakan tempat yang tepat untuk menumbuhkan sikap anti korupsi sejak dini.

Keberhasilan proyek itu ditentukan oleh tiga hal, integritas orangtua, keteladanan orangtua, dan keteladanan pemimpin. Nilai utama yang dapat dihasilkan dalam proyek itu adalah kejujuran, hidup bersih, hemat, dan sederhana.

Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat mengatakan, keselarasan pendidikan keluarga dengan pelaksanaan sistem yang ketat menjadi kunci keberhasilan proyek KPK tersebut. Keluarga menjadi tempat untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan, sedangkan sistem yang dapat mengatur perilaku masyarakat di lingkungan.

Dengan pertimbangan ini, menurut Komaruddin, sanksi sosial bagi para koruptor juga dibutuhkan. ”Koruptor harus dianggap telah mencoreng kehormatan lingkungan. Karena itu, berbagai sanksi sosial, seperti pengucilan, pantas diberikan kepada mereka,” tuturnya.

Komaruddin berharap KPK melibatkan pengaruh tokoh masyarakat, seperti ulama dan guru, serta kolaborasi pendidikan di sekolah, pendidikan agama, dan keteladanan orang-orang di sekitar. ”Masyarakat perlu memahami, menafkahi keluarga dengan uang haram sama saja memberikan racun kepada mereka,” ucapnya.

Jaksa Agung HM Prasetyo juga mengapresiasi program pencegahan korupsi berbasis keluarga yang diluncurkan KPK. Kini pencegahan menjadi amat penting di tengah maraknya tindak korupsi.

Menurut Prasetyo, program pencegahan korupsi berbasis keluarga harus dibuat secara masif. Hal ini mengingat peran keluarga pada dasarnya menjadi alat kendali dan pengingat seseorang agar tidak korupsi.

Namun, lanjut Prasetyo, terkadang kebiasaan hidup mewah di luar kemampuan menjadi alasan seseorang terjebak tindak korupsi. Bahkan, tidak sedikit, lanjutnya, peran keluarga yang bergeser menjadi alat melancarkan tindak korupsi. Di beberapa kasus, anggota keluarga menjadi tempat untuk mencuci uang hasil korupsi. ”Ada yang diuangkan dalam bentuk rumah mewah atau membeli tas mewah yang dipakai istrinya,” ungkap Prasetyo.

Untuk itu, kini kejaksaan juga menelusuri transaksi yang dilakukan para tersangka korupsi berdasarkan data yang diperoleh, baik dari penyidik maupun dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Setelah itu, aset mereka akan disita dan dikembalikan ke kas negara.

Pengawasan APBD

Selain melakukan percontohan pencegahan korupsi berbasis keluarga, sebagai program dari pencegahan korupsi, KPK juga meningkatkan pengawasan terhadap pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pengawasan itu juga untuk menciptakan ruang fiskal yang lebih besar di daerah sehingga program pembangunan berjalan lebih optimal.

”Kami melakukan koordinasi dan supervisi terhadap lembaga inspektorat di daerah guna memperkuat pengawasan APBD,” kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja. Dalam program ini, KPK bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian BPKP Ardan Adiperdana menjelaskan, tahun ini KPK dan BPKP melakukan koordinasi dan supervisi pengelolaan APBD di 33 provinsi, 32 kota, dan 66 kabupaten.

Pelaksana Tugas Gubernur Banten Rano Karno mengatakan, pihaknya mendapat banyak bantuan dari KPK untuk menjalankan pencegahan korupsi. Selama ini, KPK membantu mengawasi kinerja pejabat dan rekanan di Pemerintah Provinsi Banten.

Pemerintah Kabupaten Badung, Bali, yang dipilih KPK jadi proyek percontohan pencegahan korupsi dana APBD, berupaya mempertahankan performa anggaran untuk kepentingan publik. Hingga APBD 2014, sebanyak 66 persen atau sekitar Rp 3,2 triliun digunakan untuk masyarakat.

Kepala Humas Pemerintah Kabupaten Badung Anak Agung Raka Yuda mengatakan, daerahnya meningkatkan pelaksanaan program APBD dengan menjalankan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah yang baik.
Sumber: Kompas, 11 Desember 2014
..https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/2391-kpk-kembangkan-pencegahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar