KPK Imbau Penyelenggara Negara Tolak Parcel

Detail Diterbitkan pada Rabu, Juli 23 2014 10:40 Dibaca: 1489
Gratif1
KOMISI Pemberantasan Korupsi meminta pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk menolak gratifikasi menjelang perayaan Hari Raya Idul Fitri 1435 Hijriah. Pejabat negara atau pegawai negeri yang menerima gratifisikasi bisa terancam sanksi pidana.
"Pegawai negeri dan penyelenggara negara hendaknya dapat menjadi contoh yang baik bagi masyarakat dan menghindari baik permintaan maupun penerimaan gratifikasi baik berupa uang, bingkisan atau parsel, fasilitas dan bentuk pemberian lainnya dari rekanan atau pengusaha atau masyarakat yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya," ujar Ketua KPK Abraham Samad, dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta, Selasa (22/07).
Samad mengatakan, pegawai negeri atau penyelenggara negara wajib menolak pemberian gratifikasi tersebut berdasarkan Undang-undang No 20 tahun 2001 jo UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
"Apabila dalam keadaan tertentu terpaksa menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada KPK dalam 30 hari kerja sejak tanggal penerimaan gratifikasi tersebut," ujar Samad.
Ia menyarankan bila bingkisan tersebut berisi makanan yang mudah kadaluarsa dan dalam jumlah wajar, dapat menyalurkannya ke pantai asuhan, panti jompo, dan pihak-pihak lain yang lebih membutuhkan. Namun, hal itu harus disertai laporan kepada masing-masing instansi disertai penjelasan taksiran harga dan dokumentasi penyerahannya. Selanjutnya masing-masing instansi melaporkan seluruh rekapitulasi penerimaan tersebut kepada KPK.
Ia berharap, Pimpinan Kementerian atau Lembaga atau organisasi atau pemerintahan daerah dan BUMN atau BUMD memberikan imbauan internal kepada pejabat dan pegawai di lingkungan kerjanya untuk menolak pemberian dalam bentuk apapun.
"Masing-masing instansi diharapkan melakukan pemantauan dan pendataan atas laporan gratifikasi yang disampaikan pejabat dan pegawai di lingkungan kerjanya. Laporan hasil kegiatan tersebut agar segera disampaikan kepada KPK dengan melampirkan rekapitulasi data penerimaan laporan gratifikasi paling lambat 30 hari kerja setelah penerimaan gratifikasi tersebut,"ujar Abraham.
Ia mengatakan, pimpinan kementerian atau lembaga atau organisasi atau pemerintahan daerah dan BUMN atau BUMD diharapkan dapat menerbitkan surat terbuka atau iklan melalui media massa atau bentuk pemberitahuan publik lain yang ditujukan kepada para pemangku kepentingan agar tidak memberikan sesuatu apapun kepada para pejabat dan pegawai di lingkungan kerjanya.
Sementara itu, juru bicara KPK, Johan Budi mengatakan, sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penerimaan gratifikasi oleh pegawai negeri dan penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya memiliki risiko sanksi pidana.
Johan mengatakan, imbauan KPK tersebut ditujukan kepada ketua/pimpinan lembaga tinggi negara, menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Jaksa Agung RI, Kapolri, Panglima TNI, kepala lembaga pemerintah non pemerintahan, Gubernur, Bupati serta Wali Kota.
”Termasuk Ketua DPRD Provinsi/ Kabupaten/Kota, para ketua komisi dan Direksi BUMN dan BUMD,” ujar Johan.
Penjelasan pasal 12B UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa gratifikasi meliputi pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya kepada setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negara.
Bagi mereka yang terbukti menerima gratifikasi terancam pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dengan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Sumber: Jurnal Nasional, 23 Juli 2014
https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/2006-kpk-imbau-penyelenggara-negara-tolak-parcel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar