Total Tayangan Halaman

Minggu, 08 Januari 2017

Korupsi Merusak Pertumbuhan Demokrasi

Korupsi Merusak Pertumbuhan Demokrasi

Detail Diterbitkan pada Rabu, Oktober 16 2013 11:18 Dibaca: 2287

Twitter

img4bcff06a05be9JAKARTA – Praktik korupsi, suap, dan nepotisme telah merusak pertumbuhan sistem demokrasi di negeri ini. Semua aspek dan pilar kehidupan berbangsa sudah terjangkiti virus korupsi yang kronis. Dari lembaga eksekutif, legislatif, hingga yudikatif, tak terkecuali sektor swasta, semua terinfeksi. Bahkan skalanya merata dari pusat hingga daerah sampai lembaga pemerintahan terendah.

"Semua penyakit yang menghambat pertumbuhan demokrasi itu datangnya dari sikap yang pragmatis dan transaksional," kata Koordinator Indonesian Budgeting Center (IBC), Arif Nuralam, di Jakarta, Minggu (13/10).  Arif menjelaskan ketika berakhir era Rezim Orde Baru, publik mendapat secercah harapan akan tumbuhnya demokrasi di Indonesia setelah tiga puluh tahun lebih dikungkung otoritarianisme. Demokrasi pun dipilih sebagai jalan mencapai tujuan negara. Pemilu dijadikan instrumen untuk menegakkan itu. Perubahan demi perubahan sistem diberlakukan, mulai dari diterapkannya otonomi daerah, pemilihan kepala daerah secara langsung, sampai pemilihan presiden yang tak lagi lewat MPR.

Rakyat pun diberi hak untuk menjadi juri, menentukan pemimpinnya. Keterbukaan memang kian terasa. Dunia pers tak lagi di bawah ancaman breidel. Publik pun bebas berdemonstrasi. Akses informasi juga terbuka lebar. Harapan lahirnya Indonesia baru hadir menggantikan masa gelap selama Orde Baru berkuasa. "Serba indah awalnya. Namun, transisi demokrasi itu tak berjalan mulus. Dalam perjalanannya, penyakit demi penyakit demokrasi mulai menjangkiti. Penyakit yang paling membahayakan pun datang, yakni merajalelanya praktik korupsi, suap, dan nepotisme politik," kata Arif.

Pragmatisme politik, kata Arif, membuat demokrasi itu menjadi mahal. Politik menjadi arena kontestasi berbiaya tinggi. Transaksi berbagi konsesi menjadi lazim dalam sebuah proses kompetisi politik. Kekuasaan pun basisnya modal, bukan lagi etika dan moral. "Panggung kekuasaan hanya lahan konsesi untuk kepentingan sempit. Suara rakyat hanya diatasnamakan, diberi janji, lalu dilupakan. Demokrasi tersandera oleh praktik politik pragmatisme," kata Arif.

Dosen filsafat dari Universitas Indonesia, Donny Gahral Adian, menambahkan proses demokratisasi di Indonesia belum menghasilkan ruang yang sehat bagi regenerasi politik. Faktanya, kaderisasi macet dan feodalisme yang justru menguat. "Demokrasi yang dijalankan berbasis nepotisme hanya akan membangun feodalisme. "Gejala itulah yang tengah dialami oleh Indonesia. Raja-raja kecil, terutama yang dilahirkan lewat pilkada, merentangkan kekuasaannya lewat modus politik kekerabatan."  "Feodalisme itu penyakit paling berbahaya buat demokrasi. Feodalisme menurunkan kualitas pelaku demokrasi," kata Donny.

Sumber: Koran Jakarta, 14 Oktober 2013

https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/1442-korupsi-merusak-pertumbuhan-demokrasi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar