Busyro Ungkap Tiga Aktor Korupsi

Detail Diterbitkan pada Jumat, Augustus 29 2014 10:40 Dibaca: 1210
DALAM satu dekade terakhir, praktek korupsi diwarnai dengan munculnya korupsi demokrasi dan korupsi konstitusi. Pelakunya adalah birokrat pusat-daerah, politisi dan pelaku bisnis kotor.
"Perselingkuhan sistemik dan sinergis tiga aktor ini menjadi daya tarik bagi pemburu rente memanfaatkan lumbung dana," ujar Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Moqodas, dalam diskusi menyoal Tantangan dan Peluang Pemberantasan Korupsi serta Komitmen Pemerintahan Baru di kantor KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (28/8).
Lebih jauh, Busyro menjelaskan, dari "perselingkuhan" itu, muncul calo politik dengan tugas menghubungkan kandidat Calon Anggota Legislatif (Caleg) dan kepala daerah dengan pebisnis sebagai cukong. "Produk dari proses politik ini yaitu kebijakan daerah dan Undang-Undang/ Perda transaksional," terang Busyro.
Hal itu, lanjut mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) ini, mengakibatkan adanya masalah dalam kebijakan APBD, tata ruang dan tata kelola Sumber Daya Alam (SDA) yang tidak transparan dan korup. Sebab itu, Busyro menilai, solusi untuk memberantas korupsi yang dimainkan para aktor menyangkut korupsi Pemilu itu salah satunya dengan melakukan gerakan dekonstruksi atau pembongkaran terhadap sejumlah hal.
"UU MD3 tentang perlindungan politik anggota DPR yang terlibat kasus pidana umum dan pidana khusus, cabut agenda pembahasan RUU KUHP ,dan KUHAP (karena) naskah akademis ini substansinya miskin. Muatan moral akademisnya cacat secara akademis, justru manipulasi akademis," tandas Busyro.
Busyro memastikan, hampir semua pilkada diwarnai praktik money politic yang melibatkan ketiga aktor tersebut. Di beberapa tempat, cukong-cukong berada di belakang orang yang maju dalam proses pilkada.
Praktik money politic itu, dikatakan Busyro, begitu menonjol dan masif. Praktik ini menyebabkan seseorang yang memiliki modal paling banyak terpilih sebagai pimpinan kepala daerah maupun anggota DPRD.
"Orang yang punya kapasitas, integritas, kejujuran, dan professional, yang mestinya bisa menang dalam proses itu, tergusur oleh mereka yang punya kuasa uang. Ini terjadi korupsi demokrasi,?" kata Busyro.
Busyro menjelaskan, kepala daerah dan anggota DPRD yang menang lewat kuasa modal tidak hanya mengembalikan modal yang digunakannya dalam proses pilkada akan tetapi juga berusaha untuk melipatgandakannya. "Di situlah awal dari korupsi?," ujarnya.
Soal korupsi konstitusi, diakui Busyro, terjadi ketika adanya sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). Pihak-pihak yang kalah dalam proses pilkada mengajukan keberatan ke MK. ?Dia mencontohkan korupsi konstitusi ini seperti kasus yang menjerat mantan Ketua MK, Akil Mochtar.
"Orang-orang ke MK, mahkamah yang menegakan moralitas konstitusi termasuk di dalam berdemokrasi itu yang terjadi adalah putusan-putusan transaksional. Itu kemudian yang menegaskan ada korupsi konstitusi," tandas Busyro.
Dalam proses tersebut, kata Busyro, para koruptor bermain bahkan melakukan proses-proses delegitimasi dan demoralisasi terhadap MK. "MK lembaga paling terhormat, paling memiliki marwah, itu juga coba digodai," ujarnya.
Pernyataan Busyro soal tiga aktor tindak korupsi tersebut diperkuat dengan banyaknya praktek suap dan politik kotor dalam pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden (pilpres) yang belum bisa diselesaikan dengan tuntas oleh parat penegak hukum, dalam hal ini Bawaslu dan pihak kepolisian.
Fakta lain, Ketua Bawaslu, Muhammad, beberapa bulan lalu pernah mengatakan bahwa dirinya hendak disuap oleh oknum petinggi sebuah partai politik dengan memberikan sebuah mobil mewah kepadanya.
Muhammad menambahkan, elit politik tersebut menyuruh seseorang untuk mengantarkan sebuah amplop yang berisi sebuah konci mobil mewah. Namun demikian, Muhammad memarahi kurir tersebut dan menyuruhnya untuk menyerahkan kembali kepada majikannya.
Sumber: Juranal Nasional, 29 Agustus 2014
https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/2115-busyro-ungkap-tiga-aktor-korupsi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar