Total Tayangan Halaman

Jumat, 07 Juli 2017

Akuntabilitas Anggaran pada KPK 2013

C. Kontrolabilitas Birokrasi KPK
1.  Kontrol Internal

Dalam upaya meningkatkan upaya kontrol terhadap lembaga KPK  secara internal maka dibentuk sebuah Deputi yakni memiliki Deputi Pengawasan Internal yang dikombain dengan Pengaduan internal berupa control eksternal dari masyarakat.  Dibawahnya dibentuk Direktorat Pengawasan Internal dan Direktorat Pengaduan Masyarakat.

Direktorat Pengawasan Internal menjadi media utama untuk menjaga akuntabilitas birokrasi KPK secara internal. Berikut ini berbagai upaya yang dilakukan oleh Direktorat ini untuk membenahi birokrasi KPK dari dalam yakni :

1. Koordinasi dengan Penegak Hukum terkait Penyalahgunaan Nama Baik KPK
Selama 2013, telah ditindaklanjuti dua laporan penyalahgunaan nama pegawai KPK dan nama lembaga KPK di masyarakat. Hasil dari tindak lanjut atas laporan penyalahgunaan nama tersebut adalah pengiriman surat somasi terhadap organisasi yang menyalahgunakan nama KPK. Sementara untuk penyalahgunaan nama pegawai KPK yang dilakukan oleh oknum masyarakat, penanganannya ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian.

2. Pengembangan dan Pembinaan Penggerak Integritas.
Dalam pembangunan integritas organisasi, peran individu menjadi penting. Hal ini dikarenakan, salah satu penyebab korupsi adalah rendahnya integritas individu atau sumber daya manusia di sebuah organisasi. Oleh karenanya, integritas individu pada suatu organisasi perlu dibangun. Untuk mencapai pembangunan integritas ini, diperlukan Kegiatan Pengembangan dan Pembinaan Penggerak Integritas KPK sehingga diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung kepada KPK secara korporasi/organisasi, individu-individu pada KPK, dan masyarakat luas.

3. Penegakan Etika dan Peraturan Kepegawaian.
Kegiatan Penegakan Etika dan Peraturan Kepegawaian dilakukan dengan pelaksanaan sidang Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) terkait pelanggaran etika dan peraturan kepegawaian KPK, yakni sebanyak 3 kasus dugaan pelanggaran berat. Ketiga kasus dugaan pelanggaran kode etik dan peraturan kepegawaian KPK tersebut masih dalam proses persidangan DPP. Adapun sanksi yang diajukan terkait dugaan pelanggaran tersebut adalah surat peringatan III atau terakhir, pengembalian ke instansi asal, skorsing, dan pemberhentian tidak dengan hormat.

4. Audit dan Reviu terkait pengelolaan keuangan.

Kegiatan audit kinerja dilakukan terhadap bisnis proses di unit kerja tertentu sebanyak 4 audit, sementara kinerja reviu dilaksanakan terhadap Laporan Keuangan KPK Tahun Anggaran 2012 dan semester 1 tahun anggaran 2013.

5. Sosialisasi Pengawasan Internal

Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk sharing session antara Direktorat Pengawasan Internal dan direktorat/biro/unit kerja lain, dengan maksud untuk meningkatkan pemahaman pegawai KPK atas tugas pokok dan fungsi yang selama ini dilakukan masing-masing direktorat/biro/unit kerja lain. Selain itu, kegiatan ini kegiatan ini untuk meningkatkan pemahaman atas pengendalian internal yang dilakukan oleh masing-masing direktorat/ biro/unit kerja. Tahun 2013, Direktorat Pengawasan Internal telah mengadakan kegiatan ini pada Kedeputian Pencegahan KPK.

6. Pengembangan Sistem Pengendalian Internal KPK

Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan pemahaman atas kondisi Sistem Pengendalian Internal (SPI) terkini pada KPK, sehingga diperlukan suatu kajian yang membandingkan kondisi dan praktik yang dianjurkan (best practices), dalam rangka mengusulkan rekomendasi untuk tindak lanjut penyempurnaan SPI.

Hasil dari kegiatan ini merekomendasikan agar Satuan Tugas Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern (SPI) KPK mendorong penguatan pengendalian internal KPK.

“Pemberian informasi sudah dilakukan secara transparan tentang perkiraan kebutuhan anggaran dan penggunaan anggaran baik internal maupun eksternal.” (Wawancara 4 November : 2014)

2. Kontrol Eksternal
Kontrol eksternal KPK dapat datang dari publik secara langsung melalui pengaduan Masyarakat. Namun juga dapat juga berasal dari control parlemen di DPR melalui Komisi 3 DPR. Badan Pemeriksa Keuangan secara rutin tiap akhir tahun anggaran melakukan audit terhadap Laporan Keuangan KPK. Elemen lain yang dapat mengontrol pengelolaan anggaran KPK berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat, Oraganisasi Kemasyarakatan, Akademisi maupun pers.

a. Kontrol Penyusunan dan perencanaan Anggaran

Kontrol DPR terhadap pengelolaan anggran KPK sangatlah kuat. DPR dapat mengundang KPK maupun pimpinan KPK dalam Rapat dengar pendapat dan Rapat Kerja.  Selain dalam Rapat dengar pendapat dapat menguliti pengelolaan anggaran KPK, ternyata DPR juga dapat menahan anggaran KPK  meski sudah disetujui oleh oleh elemen lain seperti Kementerian Keuangan atau Kementerian terkait seperti kementerian Pekerjaan Umum.

KPK sebenarnya dari awal saat perencanaan atau penyusunan anggaran sudah ada. Sebuah Rencana Kerja Anggaran KPK dapat diloloskan menjadi DIPA setelah melalui telah segitiga antara Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jendral Anggaran (Ditjen Anggaran) dan DPR dalam hal Badan Anggaran DPR serta Komisi 3 yang membahas per program usulan dari KPK.

KPK ternyata sudah menerapkan dan mengimplementasikan aplikasi perencanaan dan anggaran sebagai upaya memberikan informasi kepada semua stakeholders antara lain keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran secara internal maupun eksternal. Sayang dalam penyusunan RKA KL, KPK tidak memberitahukan ke publik mekanismenya secara transparan. Sehingga tak ada usulan dari masyarakat sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam perencanaan keuangan KPK.

b. Kontrol Pelaksanaan Anggaran
DPR dapat menyurat kepada kepada Direktorat Jendral Anggaran untuk member tanda bintang pada anggaran yang dimaksud sebelum disetujui. Anggaran yang diberi label bintang oleh Ditjen Anggaran akan ditunda sampai penggunaan anggaran tersebut telah dikoordinasikan oleh DPR dan telah mendapat persetujuan. Contoh konkrit adalah penahanan alokasi anggaran tambahan  pembangunan KPK pada tahun 2008,  2009 dan 2013 oleh Ditjen Anggaran karena terkendala persetujuan DPR.

DPR dapat kapan saja mengundang untuk melakukan Hearing atau Rapat Dengar Pendapat terkait anggaran maupun kinerja. Sedangkan masyarakat luas dapat saja melakukan pengaduan atau complain jika ada ketidakpuasan kinerja.

Syarifuddin Suddin dari Partai Hanura memberikan kritik pedas terhadap tingginya anggaran KPK namun rendah penyerapannya. Ia mengatakan bahwa :

“ Sampai sekarang, saya tidak tahu berapa gaji penyidik KPK. Tapi saya yakin pasti besar. Perbandingan anggaran KPK dan Kejaksaan terkait penanganan korupsi bahwa untuk KPK penyelidikan selama 12 bulan telah dianggarkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sekitar Rp. 1,8 milyar. Bagi kejaksaan untuk volume penanganan yang sedikit lebih besar, dianggarkan hanya sekitar Rp. 4 milyar. Tidak benar kalau seperti ini. Seharusnya ketiga-tiganya (KPK, Kejaksaan dan Polri)  diperkuat. Saya usulkan komisi 3 segera mengirimkan surat ke Kemenkeu terkait hal ini”.(Kutipan radar Cirebon, 25 November :2014)

Selain anggota DPR, kritikan tokoh masyarakat atas kinerja keuangan KPK sudah sering kita dapatkan. Ada yang mengkritik soal keuangan, adapula terkait kinerja dan perangai pimpinan KPK. Adian Napitupulu seorang angkatan reformasi pernah mengkritik pengelolaan anggaran KPK. Hal tersebut dikutip penulis dari Seruu.Com pada hari selasa 11 Juni 2013 mengatakan :

“Data yang saya sampaikan itu berdasarkan laporan di tahun 2010 yang menyebutkan anggaran KPK sebesar Rp.535 Milyar, dan tadi jelas dia (Abdullah Hehamahua, Penasehat KPK) membenarkan hal tersebut toh, diakuinya anggaran KPK sebesar itu. Nah perkara KPK mau membagi anggaran itu menjadi perbidang sekian milyar itu adalah kemampuan manajemen anggaran KPK dong, bukan itu intinya, jangan disederhanakan jadi anggaran perbidang saja yang dihabiskan, 535 milyar itu uang Negara loh, uang rakyat jugas, itu total anggaran KPK 1 tahun”.(Kutipan Seruu.com 11 Juni : 2013)

Menurut hitungan Adian Napitupulu yang disampaikannya melalui pesan berantai cukup jelas bahwa secara matematis jika anggaran 535 milyar per tahun KPK hanya menyelesaikan sebanyak 35 kasus dan uang yang dikembalikan hanya 175 milyar.

“ Maka penyelesaian biaya, penyelesaian satu kasusnya ya sekitar 15 milyar rupiah dong, itu yang habiskan KPK, dimana salahnya”

Selanjutnya beliau menyampaikan :
“KPK jangan berlindung dibalik minimnya anggaran dong, menggemborkan diri mereka adalah pahlawan pemberantasan korupsi tapi faktanya berrseberangan. Untuk KPK saya katakan, tolong, berhentilah berdandan, untuk pak Abdullah saya kira jawaban anda justru menjelasakan bahwa KPK sedang beralasan dan berlindung dibalik minimnya anggaran” (Kutipan Seruu.com 11 Juni : 2013)

c. Kontrol Pertanggungjawaban Anggaran
Pihak eksternal yang dapat memberikan kontrol dalam pertanggungjawaban Anggaran adalah Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan, DPR, Bappenas dan Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktortat Jendral Anggaran.

BPK tiap tahun melaksanakan audit terhadap Laporan Keuangan KPK. Hasilnya, laporan keuangan yang telah diaudit akan diterbitkan kepublik.  Laporan Keuangan KPK Tahun 2013 memperoleh opini WTP dari BPK mengingat Laporan Keuangan yang telah disusun disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, perubahan ekuitas dan arus kas telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Hasil temuan BPK biasanya dibuat dalam bentuk rekomendasi. Untuk Tahun anggaran 2013, Hasil audit Sesuai Surat BPK Nomor: 100/S/XIV/12/2013 tanggal 23 Desember 2013 perihal Laporan Pemantauan atas Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK RI Sampai semester II 2013 pada KPK, menunjukkan bahwa dari lima LHP dengan 33 temuan dan 52 rekomendasi, KPK telah menindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK sebanyak 46 rekomendasi, 2 rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan yang sah, dan 4 rekomendasi sedang dalam proses penyelesaian.

Rekening di KPK yang ditutup berdasarkan rekomendasi BPK untuk periode Januari s.d Desember 2013 sebanyak 29 rekening. Rekening-rekening ditutup karena: (i) perkara yang terkait dengan rekening tersebut telah mendapat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap; atau (ii) rekening tersebut batal menerima transaksi. Saldo dari rekening yang ditutup diperlakukan sesuai amar putusan majelis hakim.

Direktorat Jendral Anggaran ternyata memiliki kontrol yang tinggi terhadap pelaksanaan anggaran kementerian maupun lembaga pemerintah semisal KPK. Menurut penjelasan Biro Perencanaan dan Keuangan KPK bahwa Direktorat Jendral Anggaran menerapkan kebijakan reward and punishment  terkait dengan pelaksanaan anggaran. Jika sasaran kegiatan tidak tercapai dan masih terdapat sisa anggaran belanja yang tidak dapat dipertanggungjawabkan maka sangat dimungkinkan akan dikenai punishment berupa pemotongan alokasi anggaran.

Agar dapat dikontrol secara eksternal KPK memilih memberikan informasi yang diharapkan dari kegiatan dan program serta indikator kinerja adalah pemberitahuan melalui laporan realisasi anggaran maupun nota dinas kepada para unit pelaksanan operasional kegiatan.

Laporan pencapaian sasaran kegiatan sesuai target DIPA ternyata tidak disampaikan kepada Presiden sebagai principal KPK. Tidak juga ke DPR, melainkan disampaikan ke Menteri Negara Perencanan Pembangunan Nasional/BAPPENAS, UKP4 dan Direktorat Jendral Anggaran Kementerian Keuangan.

Berdasarkan berita Kompas.com per hari Rabu 15 Januari 2014 berjudul Irman Gusman : KPK Lebih Mirip Selebritis dari pada Penegak Hukum.  Irman Gusman yang sekaligus Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengkritik KPK saat itu berbicara dalam seri Kuliah Umum Kandidat Calon Presiden yang diadakan oleh Soegeng Sarjadi Syndicate. Ia mengatakan bahwa sikap yang ditunjukkan petinggi KPK lebih seperti selebritis daripada lembaga penegak hukum. Menurut Irman, KPK selama ini bersikap seperti selebritis dengan menikmati apresiasi publik karena lembaga pimpinan Abraham Samad ini sudah berhasil menangkap koruptor kelas kakap seperti mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dan mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Padahal, menurutnya, tugas pokok KPK adalah menangkap para pelaku korupsi.

Ketua DPD selanjutnya berargumen seperti dibawah ini :
“Kalau KPK berlaku seperti selebritis seperti sekarang ini susah juga. Dia sudah menikmati tepuk tangan yang diberikan rakyat. Indeks persepsi korupsi kita semakin naik nggak? Sejak KPK berdiri ada kemajuan nggak? Bukan berapa banyak yang ditangkap “.(Kutipan Seruu.com 11 Juni : 2013)

C. Responsivitas Birokrasi KPK
Ada dua jenis konsepsi Responsivitas menurut Koppell (2005) yakni respon yang fokus pada harapan publik dan respon terhadap kebutuhan. Respon terhadap harapan masyarakat dapat diketahui dengan melaksanakan polling, focus group, dan mengangkat dewan penasehat yang mewakili kelompok konstituen kunci. Sedangkan respon berorientasi kebutuhan adalah berusaha mewujudkan pencapaian tujuan dasar tujuan tertentu organisasi.

1. Respon terhadap Penerapan Undang-Undang
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional merupakan produk undang-undang yang menjadi tonggak sejarah reformasi di bidang perencanaan dan penganggaran nasional.  Dalam kedua undang-undang tersebut, berbagai aspek dalam ranah perencanaan dan penganggaran mengalami perubahan yang mendasar dan cukup signifikan.  Banyak hal-hal baru yang diatur dan diamanatkan oleh undang-undang ini.

Satu hal baru yang sangat penting adalah diperkenalkannya sebuah pendekatan baru dan semangat untuk mengimplementasikannya dalam sistem perencanaan dan penganggaran.  Pendekatan baru dimaksud meliputi 3 hal yaitu: 1)      Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting), 2)  Penganggaran Terpadu (Unified Budget); dan S3) Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework). Berdasarkan wawancara dengan salah seorang informan pada Biro Perencanaan dan Keuangan, beliau menjelaskan mekanisme perencanaan anggaran dengan menggunakan ketiga pendekatan tersebut diatas.

Langkah-langkah mekanisme yang ditempuh KPK dalam melakukan penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA K/L) dari sisi pendapatan dengan menggunakan pendekatan penganggaran terpadu atau Unified Budgetting,:
“Perencanaan dengan menggunakan Penganggaran terpadu (unified budget) lebih dititik beratkan pada sisi pengeluaran daripada sisi pendapatan. Penanggaran terpadu dimaksudkan agar tidak terjadi duplikasi pembiayaan. Dalam konsep lama terdapat dokumen anggaran rutin yang disingkat dengan Daftar Isian Kegiatan (DIK) dan dokumen anggaran proyek yang dikenal dengan Daftar Isian Proyek (DIP). Sejak diundangkannya UU Nomor 17 Tahun 2003 dan UU Nomor 1 Tahun 2004, kedua dokumen tersebut digabung menjadi satu daftar dengan nama Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).” (Wawancara 4 November : 2014)

Untuk pendekatan Performance Based Budgetting selanjutnya dikemukakan bahwa:
“Langkah-langkah mekanisme yang ditempuh dalam melakukan penyusunan RKA-KL dari sisi pendapatan dengan menggunakan pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja. Performance Based Budgetting adalah merupakan amanah pasal 14 UU Nomor 17 Tahun 2003. KPK adalah lembaga penegak hukum yang bertanggung jawab kepada publik bukanlah lembaga revenue center. Oleh karenanya KPK tidak menempatkan sisi pendapatan sebagai target kinerja. KPK menerapkan penganggaran berbasis kinerja terhadap sisi pengeluaran, yakni seberapa besar output (keluaran ) dan Outcome (hasil) tersebut dicapai terhadap anggaran yang telah ditetapkan.” (Wawancara 4 November : 2014)

Untuk pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah atau (Medium Term Expenditure Framework), Biro Perencanaan dan keuangan menjelaskan bahwa :
“Langkah-langkah mekanisme yang ditempuh KPK dalam melakukan penyusunan RKA-KL dari sisi pendapatan dengan menggunakan kerangka pengeluaran jangka menengah.  Anggaran terbagi atas dua sisi, yaitu dari sisi revenue (pendapatan) dan dari sisi expenditure (pengeluaran). Dikaitkan dengan kerangka pengeluaran jangka menengah, langkah yang ditempuh KPK adalah melalui Rencana Pengeluaran Jangka Menengah 5 Tahun, yaitu mulainTahun Anggaran 2011 sampai dengan tahun Anggaran tahun 2015” (Wawancara 4 November : 2014)

Penyusunan anggaran pendapatan KPK menurut informan,  dilakukan berdasarkan capaian kinerja tahun sebelumnya serta tahun berjalan. Anggaran pendapatan KPK biasanya berasal dari ganti rugi keuangan negara karena Tindak Pidana Korupsi, penggantian hukuman kurungan, denda, biaya perkara dan gratifikasi yang disetorkan ke kas negara.  Pendapatan ini dapat dipakai oleh KPK dalam membiayai kegiatannya, sehingga tidak dipakai sebagai ukuran penilaian kinerja pendapatan.

Namun birokrasi KPK sepertinya tidak ingin menjelaskan kepada publik bagaimana langkah yang ditempuh dalam membuat Rencana Kerja Anggaran KPK setiap tahunnya. Namun demikian, menurut Bagian Anggaran, tetap mengkonsultasikan dengan PIC [Person in Charge] Anggaran.

2. Rerspon Terhadap Hasil Audit BPK
Sesuai  Surat  BPK  Nomor:  100/S/XIV/12/2013  tanggal  23  Desember  2011  perihal Laporan Pemantauan  atas Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan  BPK RI Sampai semester II 2013 pada KPK, menunjukkan bahwa dari lima LHP dengan 33 temuan dan 52 rekomendasi, KPK telah menindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK sebanyak 46 rekomendasi,  2 rekomendasi  tidak dapat ditindaklanjuti  dengan alasan yang sah, dan 4 rekomendasi sedang dalam proses penyelesaian.
Berdasarkan  hasil pemeriksaan  BPK tahun  2004 s.d 2012,  tidak ditemukan  rekening pada KPK yang tidak dilaporkan pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat maupun Laporan Keuangan KPK. KPK juga berhasil menutup menutup sejumlah rekening dalam menyikapi temuan BPK. Rekening   yang   ditutup   untuk   periode   Januari   s.d   Desember   2013   sebanyak   29 rekening.  Rekening-rekening ditutup  karena:  (i) perkara  yang  terkait  dengan  rekening tersebut   telah  mendapat   putusan   yang  telah  berkekuatan   hukum   tetap;  atau  (ii) rekening   tersebut   batal   menerima   transaksi.   Saldo   dari   rekening   yang   ditutup diperlakukan sesuai amar putusan majelis hakim.

3. Respon KPK Terhadap Rendahnya  Penyerapan Anggaran

Persoalan yang mencuat yang penulis temukan adalah tidak sinkronnya data KPK tentang realisasi anggaran tidak ada yang sama. Realisasi mengenai anggaran KPK bervariasi. Berdasarkan Catatan Akhir Tahun KPK yang dirilis 30 Desember 2013 oleh KPK, Penyerapan Anggaran KPK terhadap pagu Rp 703,8 miliar hanya berkisar pada angka Rp 357,6 miliar.  Sementara pada Laporan Tahunan KPK Tahun 2013 adalah sebesar RP.468, 5 milyar. Angka ini berbeda dengan Laporan keuangan KPK yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yakni sebesar Rp.466,7 milyar.

Pada Dokumen LAKIP 2013 juga terdapat selisih yang cukup signifikan. Pada LAKIP, daya serap anggaran KPK tahun 2013 adalah sebesar Rp 467.835.073.382,00. 

Tabel 5.7. Perbedaan Nilai Realisasi Anggaran KPK
menurut Dokumen Laporan LAKIP, LK dan LT 2013

Dokumen
LAKIP 2013
Pagu Anggaran
702.076.268.000,00.
Realisasi
467.835.073.382,00. 
Persentase
66,64%

LK TA 2013
Pagu Anggaran
703.876.268.000,00.
Realisasi
466.745.113.242,00.
Persentase
66,31%

Lap. Tahunan 2013
Pagu Anggaran
703.876.268.000,00.
Realisasi
468.543.958.998,00.
Persentase
66,6%

Sebagai akibat dari rendahnya realisasi anggaran ini, anggaran KPK tahun berikutnya akan dievaluasi dan kemungkinan akan ada sanksi penurunan pagu anggaran untuk tahun angaran 2014. Rendahnya daya serap anggaran KPK sangat mengecewakan banyak pihak apalagi menengok kebelakang betapa gigihnya KPK perjuangkan kenaikan anggaran dari tahun anggaran sebelumnya.

KPK sebagai lembaga yang disegani ternyata kurang tertib dalam membuat pelaporan tentang penyerapan anggaran alias realisasi angaran dari DIPA tahun 2013. Ada 3 (tiga) dokumen resmi KPK yang memuat tentang realisasi anggaran ini yakni : Laporan Tahunan KPK 2013 yang  sudah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Laporan Akuntabilitas Kinerja KPK tahun 2013 dan Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2013. Ketiganya dalam menyebut realisasi anggaran tidak ada yang sama. Alasan perbedaan itu penulis belum temukan jawabannya. Berikut perbandingan nilai realisasi angggaran dari ketiga dokumen KPK tersebut.

4. Respons terhadap Inisiatif Baru dalam Perencanaan Anggaran.

Dalam proses penyusunan dan perencanaan anggaran, KPK rupanya terlalu focus pada anggaran yang ada pada baseline KPK. Seperti diketahui, angka baseline anggaran KPK tahun 2013 dari perkiraan maju dalam Pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah adalah sebesar Rp. 706.516.525.000. Tak upaya menyisipkan program baru atau apa yang dikenal dengan Insiatif Baru. Malah Alokasi anggaran KPK Tahun 2013 menyusut dari angka baseline tadi yang sebesar Rp 706 Milyar. Menjadi sebesar Rp 702,076 Miliar. Hal ini berarti Bagian Anggaran KPK hanya menjalankan program anggaran tahun lalu tanpa satu inisiatif baru pun.

Tabel 5.8.  Angka Dasar Pagu indikatif KPK tahun 2012-2016
Sumber : RKA KL KPK 2013

Padahal ketersediaan anggaran KPK mencapai angka 100% tahun 2013. Hal ini berarti KPK kurang responsif dalam kebutuhan-kebutuhan baru yang perlu diselipkan dalam upaya penyesuaian saat mendapatkan telaah. Dalam pengelolaan anggaran, KPK mendapatkan 3 kali kesempatan penyesuaian anggaran plus satu kesempatan anggaran perubahan. Namun toh, hasilnya alokasi anggaran KPK tidak jauh bergeser dari angka baseline.

5. Respon terhadap Laporan Masyarakat.

Sepanjang 2013, jumlah laporan (pengaduan) masyarakat yang telah ditelaah, dilakukan tindak lanjut ke pihak-pihak terkait.

Pertama, terdapat 581 laporan masyarakat yang diteruskan ke Internal KPK. Kedua, sebanyak 222 laporan masyarakat yang diteruskan dengan penyampaian surat kepada instansi berwenang seperti BPK, BPKP, Bawasda, Inspektorat Jendral, Kejaksaan, Mahkamah Agung dan lain-lain.  Ketiga, 1.737 laporan masyarakat yang disampaikan kembali ke pelapor untuk dimintakan keterangan tambahan dan berkas-berkas yang masih dalam proses reviu dan perbaikan hasil reviu.

Masyarakat dapat menyampaikan pengaduan kepada KPK melalui surat, datang langsung, telepon, faksimile, SMS, atau KPK Whistleblower's System (KWS). Tindak lanjut penanganan laporan -tersebut sangat bergantung pada kualitas laporan yang disampaikan. Selain melalui melalui surat, datang langsung, telepon, faksimile, dan SMS, masyarakat juga bisa menyampaikan laporan dugaan TPK secara online, yakni melalui KPK Whistleblower's System (KWS).

Tabel 5.9. Pengaduan masyarakat yang ditindak lanjuti ke Internal KPK

Melalui fasilitas ini, kerahasiaan pelapor dijamin dari kemungkinan terungkapnya identitas kepada publik. Selain itu, melalui fasilitas ini pelapor juga dapat secara aktif berperan serta memantau perkembangan laporan yang disampaikan dengan membuka kotak komunikasi rahasia tanpa perlu merasa khawatir identitasnya akan diketahui orang lain.

Tabel 5.10. Pengaduan Masyarakat yang diteruskan ke Eksternal KPK
Sumber : Laporan Tahunan KPK tahun 2013

Caranya cukup dengan mengunjungi website KPK: www.kpk.go.id, lalu pilih menu "KPK Whistleblower's System", atau langsung mengaksesnya melalui: http://kws.kpk.go.id.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan laporan ke KPK, yakni meliputi persyaratan dan kelengkapan atas pelaporan tersebut. Sebab, laporan yang lengkap akan mempermudah KPK dalam memproses tindak lanjutnya.

Jika memiliki informasi maupun buktI-bukti terjadinya korupsi, masyarakat jangan ragu untuk melaporkannya ke KPK.

Kerahasiaan identitas pelapor dijamin selama pelapor tidak mempublikasikan sendiri perihal laporan tersebut. Jika perlindungan kerahasiaan tersebut masih dirasa kurang, KPK juga dapat memberikan pengamanan fisik sesuai dengan permintaan pelapor. Bukti permulaan pendukung yang perlu disampaikan antara lain:
Bukti transfer, cek, bukti penyetoran, dan rekening koran bank
Laporan hasil audit investigasi
Dokumen dan/atau rekaman terkait permintaan dana
Kontrak, berita acara pemeriksaan, dan bukti pembayaran
Foto dokumentasi
Surat, disposisi perintah
Bukti kepemilikan
Identitas sumber informasi

Untuk memberikan pengaduan ke KPK hendaknya memperhatikan Format Laporan/Pengaduan Yang Baik :
Pengaduan disampaikan secara tertulis
Dilengkapi identitas pelapor yang terdiri atas: nama, alamat lengkap, pekerjaan, nomor telepon, fotokopi KTP, dll
Kronologi dugaan tindak pidana korupsi
Dilengkapi dengan bukti-bukti permulaan yang sesuai
Nilai kerugian dan jenis korupsinya: merugikan keuangan negara/penyuapan/pemerasan/penggelapan
Sumber informasi untuk pendalaman
Informasi jika kasus tersebut sudah ditangani oleh penegak hukum
Laporan /pengaduan tidak dipublikasikan

6. Respon KPK terhadap lambatnya Penanganan Kasus

Terhadap banyaknya kasus yang mandeg seperti kasus Century, Juru Bicara KPK Johan Budi  mewakili KPK berharap publik dapat mengerti dalam melihat persoalan hukum. Terlebih masalah kejahatan kerah putih yang tengah ditangani KPK saat ini.  Pasalnya, dalam ranah hukum, khususnya di KPK, memiliki proses yang harus dilalui. Mengingat upaya penghentikan penyidikan tak dikenal dilembaga superbodi tersebut.

Demikian disampaikan juru bicara KPK merespon adanya anggapan masyarakat bahwa KPK lambanan menuntaskan korupsi bila menyangkut oknum-oknum penguasa di beberapa kasus besar. Juru Bicara KPK mengatakan bahwa :
“ Jadi (dalam penyelidikan dan penyidikan) harus lihat bukti-bukti. Jadi  tidak bisa asal masyarakat senang. Karena itu masyarakat tidak boleh membabi buta menilai suatu proses hukum yang sedang berjalan. Pihak KPK akan terus berusaha menuntaskan tindak pidana korupsi tersebut, dengan tidak menyalahi aturan hukum yang berlaku. Jadi tidak bisa juga kita membabi buta. Selama bukti-bukti itu tidak cukup, KPK tentunya akan terus menelusurinya”.

Terdapat juga beberapa kasus yang sudah disupervisi KPK yang sebelumnya ditangani Kepolisian justru mandeg saat disupervisi KPK. Kasus ini saat ditangani POLRI  sementara dalam taraf penyidikan. Ada satu kasus dari Kota Padang dan dua kasus yang di hentikan penyidikannya di Kota Palu. Keduanya adalah kasus yang berhubungan dengan Dana Alokasi Khusus pada Dinas Pendidikan Kota Palu.

1. Dugaan TPK penyimpangan pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Penididikan Kota Palu tahun 2006 dengan tersangka Drs. Djikra Garontina selaku Kepala Dinas Pendidikan Kota Palu Tahun 2006.. Dihentikan penyidikannya sesuai Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor:SP-Sidik/494.a1/IV/2013/Dit. Reskrimsus tgl. 2 April 2013.

2. Dugaan TPK penyimpangan pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Penididikan Kota Palu tahun 2006 dengan tersangka Isran A.Umar, SE.M.Pd. Dihentikan penyidikannya sesuai Surat  Penyidikan Nomor: SP-Tap/39.6/IV/2013/Dit. Reskrimsus tgl. 2 April 2013).

3. Dugaan TPK dana tagihan rekening listrik Penerangan Jalan Umum (PJU) dan Balai Kota Kota Padang Panjang yang terjadi pada hari Rabu tgl. 16 Februari 2011 sekira pukul 14.00 WIB di Kantor Dinas PU dan Kantor Balai Kota Padang Panjang, dengan tersangka atas nama Faizul Hadi bin Nawar Pgl Zul. (Ditangani oleh Polres Padang Panjang). Dihentikan penyidikannya sesuai dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor: Spp.Sidik/30.b/XII/ 2013/ Reskrim tgl. 16 Desember 2013.(LAKIP KPK 2013)

Untuk tugas supervisi KPK dijelaskan UU Nomor 30 tahun 2002 Pasal 8 (1) Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, Komisi Pemberantasan Korupsi  berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik.

Jika sebuah kasus mandeg oleh kepolisian atau kejaksaan, KPK dapat mengambil alih berdasarkan ayat (2) Pasal 8 berbunyi Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.

Tingkat persentase kasus yang disupervisi KPK lanjut ketahap berikutnya turun menjadi 80% saja karena adanya 3 (tiga kasus) yang berhenti ditengah jalan. Mandegnya ketiga kasus tersebut, justru saat disupervisi oleh KPK sebenarnya sebuah ujian terhadap lembaga pemberantasan korupsi ini.

Berdasarkan pada pasal 9 bahwa KPK memiliki hak untuk mengambil alih kasus dengan memenuhi unsur-unsur yakni :
1. laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti;
2. proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;
3. penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya;
4. penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;
5. hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau
6. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, kenanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

Jika memenuhi salah satu dari enam alasan diatas maka Komisi Pemberantasan Korupsi cukup memberitahukan kepada penyidik atau penuntut umum untuk mengambil alih tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.

Kurangnya penyidik membuat sejumlah kasus korupsi yang ditangani KPK mangkrak. Betapa tidak, dalam menangani sejumlah kasus, KPK hanya bermodalkan 75 penyidik. Pengadaan atau pengangkatan penyidik baru adalah hal yang mutlak untuk mendukung kinerja pemberantasan korupsi oleh KPK. Meski ada upaya melakukan rekruitmen penyidik internal karena sejumlah penyidik kembali ke institusi induknya, Kepolisian dan Kejaksaan pasca bersitegangnya KPK dengan Kepolisian terkait kasus Koorlantas Mabes Polri, Djoko Soesilo. Meski berhasil merekrut 20 penyidik internal sebanyak 20 orang pada 2012, Namun pada 2013, hamper gagal merekrut penyidik baru. Dari target pengadaan penyidik baru sebanyask 30 orang. Ternyata hanya 2 orang yang dapat direkrut.

Dari Laporan Kinerja KPK Tahun 2013, program pengangkatan penyidik KPK mendapat Rapor Merah dan paling buruk. Dari rencana pengadaan 30 orang penyidik internal, ternyata realisasi hanya 2 orang. Persentase realisasi dari program ini hanya 6,7 %. Prestasi pengangkatan penyidik sangat buruk dibanding tahun lalu berhasil sebanyak 26 orang penyidik internal diangkat dari rencana pengadaan sejumlah 30 orang. Prosentase nya berkisar 86,7 %.

Rendahnya realisasi pengangkatan penyidik ternyata karena terkait dengan kompetensi teknis calon penyidik yang kurang memadai. Hal tersebut dijelaskan informan sebagai berikut :
“Kendala utama dalam rekruitmen penyidik adalah  calon penyidik  tidak memuhi standar kompetensi yang diisyaratkan KPK, sehingga kesulitan mencapai jumlah yang direncanakan.”
(wawancara 13 November:2014)

Karena kendala kurangnya penyidik dan kurangnya kompetensi calon yang mendaftar sehingga ada wacana untuk merekrut penyidik TNI oleh petinggi KPK. Namun saat dikonfirmasi pada saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi 3 DPR, KPK  menjelaskan bahwa tidak benar KPK melakukan perekruitan penyidik dari TNI, kerjasama yang dilakukan adalah pemakaian rumah tahanan di Guntur milik POM TNI.

KPK merespon kurangnya penyidik melalui pengangkatan penyidik internal. Terkait terbatasnyatahanan, KPK telah berupaya menyediakan ruangan  tahanan di Gedung C1. Selain itu KPK juga telah berkoordinasi dengan Ruangan Tahanan Militer yang ada dikelurahan  Guntur Jakarta Selatan. Selanjutnya KPK berencana mengupayakan penyediaan tahanan di Gedung baru KPK.

Perekruitan penyidik ini sebenarnya bertujuan untuk pembukaan perwakilan KPK diseluruh daerah di Indonesia. Hal itu terungkap dalam laporan Singkat Rapat dengar pendapat Komisi 3 DPR dengan Komisi Pemberantasan Korupsi yang dilaksanakan pada tanggal 2 Desember 2013 hari senin yang dimpin oleh Ir Tjatur Sapto Edy MT .

Pada Catatan Akhir Tahun KPK pada hari  Senin, 30/12/2013, Abraham Samad membeberkan bahwa pada awal 2013, KPK mengangkat 26 penyidik baru, sehingga seluruh penyidik KPK jadi berjumlah 75 orang. Meski masih jauh dari jumlah ideal yang diharapkan, penanganan perkara tetap dilakukan seoptimal mungkin dengan SDM yang ada.

Di tengah keterbatasan jumlah penyidik, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, ada peningkatan rasio jumlah penanganan kasus oleh KPK. Sepanjang 2013, KPK menangani 70 perkara, yang lebih banyak dibandingkan tahun lalu yang jumlahnya 49 perkara. Pada 2013, KPK juga melakukan lebih dari 10 operasi tangkap tangan.

“Secara total, pada tahun ini KPK melakukan 76 kegiatan penyidikan, 102 penyelidikan, dan 66 kegiatan penuntutan, baik kasus baru maupun sisa penanganan pada tahun yang sama. Selain itu, juga dilakukan eksekusi terhadap 40 putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.” (Wawancara, 30 Desember : 2013)

Gambar 5.10. Jumlah Pegawai KPK per Tahun (2004-2013)
Sumber : LAKIP KPK 2013

Bahwa komposisi penyidik di KPK, tidak hanya berasal dari Institusi POLRI. KPK membuka proses rekruitmen melalui Program Indonesia Memanggil dengan kriteria yang telah ditentukan oleh komisi. Program rekruitmen penyidik tahun 2013 gagal mencapai target 30 penerimaan penyidik baru karena tidak memenuhi kriteria yang ditentukan oleh Komisi.

Program penerimaan penyidik baru akan dilanjutkan pada tahun 2014 ini.  Persyaratan calon penyidik baru ini tidak dapat diinformasikan oleh KPK kepada penulis karena rekruitmen penyidik dilakukan secara tersendiri, berbeda dengan program IM (Indonesia Memanggil) untuk umum.

Kesimpulan 
Penelitian yang dilakukan sejak bulan Agustus menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Dalam mekanisme pengelolaan anggaran, meski lancar namun KPK menemukan sejumlah kendala berarti. Kendala KPK biasanya datang dari DPR yang sering menentang pengajuan anggaran KPK dengan memberi bintang kepada anggaran KPK.

Namun realitasnya, jumlah pagu angggaran KPK tahun 2013 mengalami kenaikan dibanding tahun 2012. Secara internal KPK menghadapi kesulitan dalam penyerapan anggaran. Ada bagian yang serapan anggaran dibawah 30% yakni Direktorat Koordinasi dan Supervisi hanya sebesar 24,8%. Dari pagu angaran Rp. 26.642.554.000, serapan anggaran hanya sebesar Rp.6.610.785.090. Biro Perencanaan dan Keuangan  yang berada dibawah Sekretariat Jendral juga rendah daya serap anggaran yakni sebesar 26,7%. Dari pagu anggaran. Rp. 913.432.000, hanya sebesar 243.952.233 yang mampu diserap.

Penyerapan anggaran paling rendah ada pada Sekretariat Deputi Informasi dan Data. Dari pagu anggaran sebesar Rp. 280.000.000, hanya sebesar 62.763.987 yang berhasil diserap atau berkisar 22,4% saja.

Pengelolaan anggaran oleh birokrasi KPK sangat transparan dalam menyediakan data data dan fakta–fakta mengenai kinerja mereka dalam mengelola anggaran tahun 2013. Birokrasi KPK memaparkan baik keberhasilan maupun beberapa kegagalan program yang dilaporkan secara gambling dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja.

Terkait kegagalan menyerap anggaran senilai Rp. 703 Milyar tahun 2013, KPK juga tidak berusaha menutup-nutupi.

Kontrol internal KPK dalam pengelolaan angaran sangat ketat didukung oleh berbagai sistem aturan yang ketat dan sistem penggajian dan tunjangan yang sangat memadai. Ada Kode Etik Pimpinan KPK serta Peraturan Presiden tentang Pengelolaan Sumber Daya Manusia KPK. Sistem Pengendalian Internal KPK yang sangat kuat dan adanya audit-audit dan reviu berkala sangat besarnya pengaruhnya dalam pengelolaan keuangan maupun dalam kinerja lain KPK.

Kontrol eksternal datang dari DPR terdiri dari Komisi III dan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jendral Anggaran (Ditjen Anggaran) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),  maupun masyarakat yang memberikan kritikan terhadap performa pengelolaan anggaran KPK. Baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran KPK.

Daya Responsivitas Birokrasi sangat baik dalam terhadap Penerapan Undang-Undang, Respon Terhadap Hasil Audit BPK, respon birokrasi KPK terhadap harapan masyarakat agar KPK cepat dalam tuntaskan sejumlah kasus korupsi,  terhadap Laporan masyarakat, dan terhadap permintaan informasi publik serta terhadap perlunya dukungan Teknologi Informasi. Namun respon birokrasi KPK terhadap Rendahnya Penyerapan Anggaran, dan  terhadap Peluang Inisiatif Baru dalam penyusunan anggaran, serta penuntasan beberapa kasus yang mengambang di KPK terbilang masih kurang akibat keterbatasan jumlah penyidik.

Secara umum birokrasi KPK memang akuntabel. Namun akuntailitas birokrasi KPK hanya bersifat “Risk Averse” yang menghindari resiko, tidak bersifat “Risk taking” yang mengambil resiko. Proses akuntabilitas yang KPK terlalu tergantung pada penekanan ada tidaknya kesalahan administratif (detection of fraud) sebagai akibat dari proses akuntabilitas yang berpatokan pada laporan-laporan dokumentatif kepada yang menjadi principal KPK yakni Publik, DPR, Presiden, maupun Kementerian Keuangan dan BPK.

Buka berpatokan pada pencapaian hasil yang telah dilaksanakan (Accountability of achievements) sehingga tidak menyentuh pada pada esensi masalah yakni upaya pemberantasan korupsi secara menyeluruh.

Saran-Saran
Mengingat banyaknya temuan kami selama meneliti maka penulis sampaikan beberapa saran-saran sebagai berikut :

1. Bahwa dalam menyusun perencanaan anggaran KPK sebaiknya melibatkan masyarakat sehingga kualitas transparansi perencanaan dan penyusunan anggaran menjadi meningkat. Meski perencanaan anggaran ini dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat dengan DPR di Komisi III, namun Rapat tersebut jarang diakses oleh masyarakat luas.

2. KPK hendaknya menyajikan secara terbuka laporan realisasi anggaran perbulan kepada masyarakat luas sebagai bentuk tranparansi KPK ke publik. Laporan realisasi anggaran tersebut belum dipubliksikan kepada publik di website KPK. Hal terebut membuat masyarakat tidak mampu mengakses progres pengunaan anggaran KPK dalam bulan berjalan.

3. KPK juga hendaknya menyajikan dokumen pengelolaan anggaran seperti RKA KL KPK tiap tahun dan DIPA KPK tiap tahun sebagai bentuk transparansi kepada publik. Karena dokumen yang dimaksud  ( RKA KL KPK tahun 2013 dan DIPA KPK tahun 2013) tidak tersedia pada Pusat Informasi Publik (PIP) KPK
KPK agar lebih responsif  lagi dalam menindaklanjuti sejumlah kasus yang mengambang setelah ditetapkan tersangkanya seperti Kasus Anas Urbaningrum, Kasus Surya Darma Ali dan terakhir Kasus Budi Gunawan sehingga masyarakat menjadi respek kepada KPK.

Karena benteng pertahanan korupsi dipercayakan oleh masyarakat terutama kepada KPK seiring dengan masih lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegakan hukum yang lain.

KPK hendaknya melakukan rekruitmen penyidik secara besar-besaran untuk mengejar pemenuhan rasio  jumlah penyidik yang memadai dibanding jumlah kasus dan jumlah wilayah Indonesia yang luas sehigga nantinya memudahkan pembentukan Cabang KPK di tempat tertentu yang menjadi prioritas jika rasio penyidikdan kasus sudah seimbang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar