Total Tayangan Halaman

Sabtu, 14 Desember 2019

PROFIL PIMPINAN TANTANGAN KIAN BERAT


DICAP sebagai pendukung koruptor,
bukanlah hal yang diinginkan Alexan-
der Marwata. Kiprahnya sebagai hakim
tindak pidana korupsi (tipikor) tidak
terlalu mulus lantaran kerap mengaju-
kan dissenting opinion dalam memutus
perkara. Baginya, keputusan hukum
tidak boleh terpengaruh berita media
massa, termasuk tekanan publik. Ia
mengaku tidak peduli komentar orang
lain, karena ia sangat percaya diri de-
ngan keputusan yang dibuatnya.
“Keadilan menurut saya bukan ha-
nya untuk korban, tapi juga terdakwa.
Kalau nggak bersalah, kenapa saya ha-
rus menghukum?” kata pria kelahiran
Klaten, 26 Februari 1967 itu.
Toh, sisi kontroversinya itu justru
tak menghalanginya menjadi pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
untuk periode kedua 2020-2024. Meski
banyak orang meragukan, khususnya
para pegiat antikorupsi. Ia bahkan me-
norehkan sejarah sebagai satu-satunya
pimpinan yang terpilih kembali dalam
sejarah berdirinya KPK.
“Saya dianggap nggak layak jadi
Pimpinan KPK,” kata pria lulusan Sar-
jana Ilmu Hukum Universitas Indone-
sia itu.
Perjalanan panjang Alexander
Marwata dimulai ketika berkarir di Ba-
dan Pengawas Keuangan Pembangunan
(BPKP). Pada 2005, ia dan sejum-
lah rekan auditor BPKP kemudian
mengikuti program Indonesia Me-
manggil I, sebuah mekanisme rekrut-
men untuk pegawai KPK yang kala itu
baru berdiri. Posisi penyidik menjadi
incarannya. Sayang, ia tidak lolos. Ia
pun menghabiskan sebagian karirnya
di BPKP hingga pada 2011.
Pada 2012, sempat menjabat Ke-
pala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM
di Kantor Wilayah Hukum dan HAM
Sumatera Barat, merangkap Direktur
Penguatan HAM di Direktorat Jenderal
HAM, Kementeriaan Hukum dan HAM.
Di tahun yang sama, ia memulai karir-
nya sebagai hakim ad hoc di Pengadilan
Tipikor Jakarta dan hakim di Peng-
adilan Negeri Jakarta Pusat.
Keinginannya mengabdi melalui
KPK, membuatnya mendaftarkan diri
kembali. Kali ini sebagai calon pim-
pinan, meski banyak yang meragukan,
termasuk istrinya.
“Istri saya malah nggak percaya, dia
ketawa. Bagaimana mau jadi pimpinan,
jadi pegawai aja nggak diterima?” ung-
kapnya tertawa mendengar komentar
istrinya itu.
Menjelang penutupan pendaftaran,
ia baru memasukkan lamaran men-
jadi pimpinan KPK. Tidak
mengantar langsung, hanya
via email kemudian berkas
hard copy ia kirim melalui pos.
“Kalau sampai terlambat, ya
nggak apa-apa juga,” ungkap-
nya pasrah.
Saat uji kelayakan dan
kepatutan di DPR, hal yang
paling sering ditanyakan
kepadanya adalah terkait
dissenting opinion, dan tu-
dingan pro koruptor. Ia men-
jawab, keputusannya itu
tidak terlepas dari fakta per-
sidangan dan alat bukti. Ka-
lau tidak cukup, maka ia nilai
tidak perlu dihukum. Ia pun
dinyatakan lolos ujian perta-
manya sebagai capim KPK.
“Barangkali Tuhan sedang
mempersiapkan saya selama
10 tahun di BPKP sebagai in-
vestigator,” katanya.
Satu periode dilalui, ia
memutuskan kembali maju
sebagai calon pimpinan KPK
untuk kedua kalinya. Kepu-
tusannya maju kembali diakuinya ada
sedikit dorongan dari internal KPK
sendiri. Tujuannya, ada keberlanjutan
program.
Setelah terpilih kembali, ia menye-
but tantangan yang akan dihadapi akan
semakin berat. Semakin sulit ia tidur
nyenyak. Terutama, dalam hal penin-
dakan dimana banyak sekali memen-
jarakan orang, dan tentu saja, meng-
ganggu orang-orang berkuasa sekaligus
mengusik kenyamanan mereka.
Sementara sisi upaya pencegahan,
pembagian Koordinator Wilayah (Kor-
wil) menjadi 9 wilayah sudah tepat.
Meskipun, menurutnya masih harus
dioptimalkan. “KPK, sebagai trigger
mechanism tidak bisa bekerja sendiri.
Harus melibatkan instansi lain. Yang
selama ini ‘tidur’, dibangunkan, dan
diberdayakan. Dampaknya menurut-
nya sudah cukup banyak, dan dinikmati
masyarakat. Utamanya, terkait layanan
publik,” katanya.
Ke depan, ia berharap sinergi pe-
nindakan dan pencegahan menguat.
Bagi mereka yang ditangkap. Tim pen-
cegahan masuk, dan segera ‘obati’. Ia
meyakini pencegahan lebih efektif,
dibanding penindakan yang berbiaya
tinggi.
Ia ingin ke depannya, KPK mem-
buat orang tidak takut. Bukan hanya
didukung publik, tetapi juga menjadi
lembaga yang benar-benar dibutuhkan
perannya oleh instansi pemerintah pu-
sat maupun daerah.
“Saya yakin tujuan akhir kita,
indeks persepsi korupsi akan tercapai,”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar