Total Tayangan Halaman

Sabtu, 14 Desember 2019

PROFIL PIMPINAN SEIMBANGKAN PENINDAKAN & PENCEGAHAN


“SAYA cukup mengagumi operasi
tangkap tangan itu. Caranya gimana ya
kok tahu-tahu tangkap tangan? Saya
pengen itu diperluas.”
Begitulah sepenggal kalimat Agus
Rahardjo dalam sambutannya saat se-
rah-terima jabatan Pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi 2011-2015 ke
periode 2015-2019 pada 21 Desember
empat tahun lalu. Gencarnya operasi
tangkap tangan selama empat tahun
terakhir, yang tiap tahunnya bisa sam-
pai 30 kali, merupakan manifestasi
dari pernyataan Agus ketika awal ma-
suk lembaga antikorupsi ini.
Saat uji kelayakan dan kepatutan di
DPR, Agus sempat ditanya salah satu
anggota Komisi Hukum itu mengenai
seharusnya koruptor diberi peringatan
dulu supaya tidak terjadi korupsi, bu-
kan malah operasi tangkap tangan.
Agus tidak sependapat dengan pernya-
taan itu. Menurut dia, operasi tangkap
tangan perlu sebagai upaya penindakan
secara paksa. Sistem ‘peringatan’ me-
mang akan berjalan, namun tentu bu-
kan untuk operasi tangkap tangan.
Toh, pria yang lahir di Magetan, 28
Maret 1956, ini terpilih sebagai ketua
dan unggul mutlak saat dilakukan pe-
milihan di Komisi III DPR. Ia mendu-
lang 44 suara, Basaria 9 suara, dan Saut
1 suara. Agus menjadi nakhoda baru
KPK bersama empat pemimpin lain;
Basaria Panjaitan, Saut Situmorang,
Alexander Marwata, dan Laode Mu-
hammad Syarif.
Pimpinan KPK yang baru ini me-
warisi sejumlah masalah peninggalan
periode sebelumnya. Di antaranya
pemidanaan (mantan) Pimpinan KPK,
Abraham Samad dan Bambang Widjo-
janto, serta kriminalisasi terhadap pe-
nyidik Novel Baswedan. Beban kian
bertambah dengan adanya rencana re-
visi Undang-Undang KPK, yang dinilai
banyak kalangan memperlemah komisi
antirasuah. Empat tahun kemudian, re-
visi ini benar-benar terjadi.
Sebelum berlabuh di KPK, Agus
adalah Kepala Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
(LKPP). Dia pionir e-budgeting yang
kini telah banyak diimplementasikan
pemerintah daerah. "Sebelumnya, yang
pertama memakai itu justru (Pemkot)
Surabaya," ujar Agus.
Selain gemar penindakan, Agus juga
berupaya memaksimalkan pencegahan.
“Kami melihat selama ini pencegahan
kurang maksimal, kurang melibatkan
peran masyarakat lebih luas,” kata dia.
Agus masuk ke KPK di usianya yang
sudah 60 tahunan ini dilatari sudah ti-
dak memikirkan karier dan masa depan
pribadi lagi. Ketika izin ke istri, dia bi-
lang ingin mencari amalan yang bisa
mendukung jalan ke sana (sambil me-
nunjuk ke atas).
Sebab, di hari-hari itu Agus sebe-
narnya sudah asyik dengan keramba
kecil miliknya di Lampung. Ia membeli
seharga Rp12 juta, kira-kira 30 lubang.
“Kalau orang sudah tua, menyepi itu
harus (dilakukan). Mencari kedekatan
dengan Allah itu adalah keharusan,”
ucapnya. Bagi dia, salat saja belum cu-
kup. “Kalau orang Jawa itu perlu ada
roso. Mencari rasa. Tidak melulu (sem-
bahyang) fisik, tapi juga mencari ro-
hani.”
Keinginan Agus selama menjadi
Pimpinan KPK yang belum tercapai
adalah pemberian sanksi sosial kepada
koruptor. Harapan dia, seperti di film
KPK, ada anak sekolah yang mengang-
gap pendapatan ayahnya tidak wajar,
lalu bajunya dibuang. Kalau sudah ke-
luar dari penjara, masyarakat supaya
jangan bergaul dengan mereka.
“Saya ingin masyarakat ikut meng-
asingkan dan memberikan sanksi sos-
ial kepada koruptor. Itu lebih efektif,
sehingga orang kalau tertangkap tidak
ketawa-ketawa lagi,” ucap pria lulusan
master dari Arthur D. Little Manage-
ment Education Institute, Cambridge,
Amerika Serikat tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar