WAWANCARA
Teuku Taufiqulhadi: Safe House KPK Bukanlah Tempat Untuk Melindungi, Tapi Saksi Disekap Di Sana
WAWANCARA SENIN, 14 AGUSTUS 2017 , 10:40:00 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA
Teuku Taufiqulhadi/Net
RMOL. Bersama koleganya, pimpinan Pansus Angket KPK ini pekan lalu ikut meninjau lokasi safe house yang pernah digunakan penyidik KPK untuk melindungi Niko Panji Tirtayasa, saksi kasus korupsi bekas Ketua MK Akil Mochtar. Apa saja hasil penelusuran dan analisis anggota DPR terkait safe house KPK itu? Berikut penuturan Wakil Ketua Pansus KPK Teuku Taufiqulhadi kepada Rakyat Merdeka;
Apa saja hasil kunjungan Pansus KPK ke safe house KPK pekan lalu?
Benar ada rumah sekap dan ternyata ini benar. Kunjungan pansus ke lokasi rumah penyekapan ini membenarkan pernyataan Niko di rapat pansus beberapa waktu lalu. Tempat itu pun bukan untuk melindungi saksi, tapi disekap di sana. Kami ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa ini lho yang dilakukan KPK.
Sebagai tindak lanjut, Pansus akan mempertanyakan kepada Pimpinan KPK terkait rumah penyekapan yang digunakan. Karena kan tujuan kita itu untuk mengecek, apakah yang disampaikan oleh Niko itu benar atau hanya halusinasi. Karena yang paling penting bagi kita, bukan persoalan untuk mencari safe house atau pun rumah sekap, tetapi benar atau tidak benda atau rumah yang dimaksud seperti yang telah disebutkan Niko.
Lho Anda kok menyebut safe house sebagai rumah sekap, bukan rumah perlindungan. Sepertinya pansus senang sekali mencari kesalahan-kesalahan KPK...
Anggapan KPK pasti seperti itu, padahal itu menurut saya itu bukan prosedurnya. Misalnya bilang rumah sekap itu sebagai safe house, sementara safe house itu bahasa Jawa atau bahasa Madura itu. Kita tidak setuju dengan kata-kata safe house karena itu tidak ada dalam nomenklatur. Berarti apa? Ya berarti tidak ada itu di undang-undang.
KPK sudah membantah tudingan pansus yang mengatakan praktik penggunaan safe house melanggar undang-undang. Tanggapan Anda?
Perlindungan saksi itu memang ada aturannya, tapi itu dibawah LPSK, bukan KPK. Tapi kalau safe house untuk mengamankan maka harus di bawah LPSK. LPSK yang menjalankan semua tugas-tugas tersebut. Bukan lembaga yang sedang melakukan penyelidikan seperti halnya Polri, Kejaksaan, termasuk KPK. Jadi lembaga yang melakukan penyelidikan itu tidak boleh membuat lembaga seperti LPSK. Karena kalau LPSK itu harus berdasarkan kasus yang lebih besar, misalnya saya merasa dikejar-kejar, maka saya harus dilindungi. KPK ini sama dengan Polri, jadi ya kalau mau melakukan itu harus menyerahkan ke LPSK.
Jadi kalau ada lembaga mendirikan (safe house) itu adalah pelanggaran. Dari mana dasar hukumnya saya tanya.
Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban mengamanatkan setiap lembaga penegak hukum bisa memberikan perlindungan terhadap saksi atau korban. Nah KPK ingin memberikan perlindungan itu kepada saksinya...
Kalau sekarang KPK bilanguntuk mengamankan maka jadi tanda tanya besar kenapa mengamankan. Jadi timbul pertanyaan apakah diamankan untuk amankan fisiknya atau cuci otak.
Anda sepertinya punya banyak kecurigaan lainnya kepada KPK dalam praktik penggunaan safe house ini. Apa saja itu?
Pertama mereka ini memang disekap biar dia ini terisoloasi dari dunia luar. Jadi di dalam situasi yang tersekap itu dia bisa dicuci otak, lalu kalau bisa mencuci otaknya, maka bisa diarahkan ke mana pun dalam tahap penyidikan itu.
Setelah diungkapkan oleh Miko, apa ada saksi lain yang sudah memberikan informasi terkait ini?
Belum ada, tapi kami rasa satu saja sudah cukup untuk melakukan pengecekan benar atau tidaknya.
Lantas setelah melakukan kunjungan ke LP Sukamiskin dan safe house apa nanti tindaklanjutnya?
Kami akan pertanyakan kepada KPK. Kita harus tahu bahwa lembaga penegakan hukum lakukan penegakan hukum dengan tepat tidak boleh langgar undang-undang. Kalau disekap di sini berarti melanggar undang-undang, melanggar HAM. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar