Total Tayangan Halaman

Sabtu, 11 Mei 2013

Kasus Dana Bansos, Siapa tersangka berikutnya


Kasus Dana Bansos, Siapa tersangka berikutnya
Dalam perkara ini, pihak kejaksaan baru mengajukan Bendahara Pengeluaran Pemprov Sulsel Anwar Beddu,54, sebagai terdakwa dan telah divonis dua tahun kurungan penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsidair tiga bulan penjara.

Anwar Beddu oleh majelis hakim dinilai secara meyakinkan telah melanggar pasal 3 juncto pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31/1999 yang telah diubah kedalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto pasal 64 ayat
1 KUHP.

Dalam amar putusan majelis hakim disebutkan sejumlah nama yang dinilai bertanggungjawab dalam perkara ini. Secara berturut-turut, hakim menyebut Sekprov sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Andi Muallim, Kepala Biro Keuangan Yushar Huduri, Kepala Biro Kesejahteraan, Agama dan Pemberdayaan Perempuan (KAPP) Andi Sumange Alam dan Ilham Gazaling serta Kepala Bidang Anggaran Biro Keuangan Nurlina dan Bendahara Pengeluaran Anwar Beddu.

Berdasarkan temuan BPK, selain pihak legislator,  pihak eksekutif dalam hal ini pejabat pemerintah provinsi Sulsel turut terlibat. Pejabat pemerintah berperan secara teknis dalam proses pencairan proposal fiktif. Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah Sulsel Yushar Huduri, mantan Kepala Biro Kesejahteraan Agama, Pemuda, dan Perempuan (KAPP) Ilham A Gazaling, Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik Tautoto Tana Ranggina,dan  mantan Kepala Kesbang Pol Andi Baso Gani, Bendahara Pengeluaran Kas Daerah (BPKD) Sulsel Anwar Beddu dan Nurlina disebut terlibat dalam pencairan di Bank Sulselbar

Melihat para saksi dan nama-nama para legislator yang disebut dalam beberapa sidang pengadilan tipikor menandakan bahwa kasus dana bansos adalah kasus spektakuler. Bahkan beberapa politisi tersebut disebut-sebut namanya dalam bursa calon Walikota Makassar pada pemilihan walikota tahun 2014 mendatang. Mereka adalah Andri Arief Bulu, Adil Patudan Yagkin Pajalangi

Dalam beberapa persidangan terungkap ada 34 nama tenar yang berstatus politisi rata-rata anggota DPRD Sulsel yang duduk di Komisi A periode 2004-2009 yang disebutkan namanya yakni Muh Roem (Ketua DPRD Sulsel/Partai Golkar), Andry Arief Bulu (Wakil Ketua DPRD Sulsel/Partai Demokrat), Yagkin Padjalangi (Anggota DPRD Sulsel/Partai Golkar), Burhanuddin Baharuddin (Anggota DPRD Sulsel/Partai Golkar), Adil Patu (Anggota DPRD Sulsel/PDK), Doddy Amiruddin (PAN), Muchlis Panaungi (PDIP), Dan Pontasik (PDIP) dan Zulkifli (PBB).
Mantan anggota DPRD Sulawesi Selatan Baso Hamzah menyatakan jika hampir semua legislator periode 2004-2009 mengurus dana bantuan sosial yang telah merugikan negara sebesar Rp8,8 miliar sesuai temuan Badan Pemeriksa Keuangan.
“Pada periode itu, hampir semua anggota dewan mengurus dana bansos. Makanya, saya dan teman-teman ramai-ramai mengurus dana bansos itu,” ujarnya dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi beberapa waktu yang lalu.

Namun semua politisi yang disebut namanya dipengadilan ramai-ramai membantahnya. Meski membantah menerima dana bansos, tetapi faktanya para legislator mengembalikan dana bansos dengan total sebesar Rp 640 juta. 
Modus melalui LSM Fiktif
BPK telah melakukan cek fisik tahap awal terhadap 926 lembaga yang mengajukan proposal dan hasilnya, terdapat 201 lembaga dinyatakan fiktif dengan nilai uang sebesar Rp. 8,8 miliar. 201 lembaga penerima dana bansos, tidak satupun yang tercatat di Badan Kesbangpol. 

Di antara 201 lembaga penerima dana bansos, sebagiann besar adalah milik para legislator di DPRD Sulsel dan FPRD Kota Makassar.

Sebagai contoh, Mudjiburrahman yang juga legislator dari Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) diketahui telah menerima dana Bansos sebesar Rp700 juta pada tahun anggaran (TA) 2008 melalui tujuh LSM.Tujuh di antaranya adalah Fungsionaris Harian Pengawasan Publik Dewan Sulsel, Pusat Informasi Pemberdayaan Masyarakat Indonesia Sulsel, Jaringan Wilayah HAM Sulsel, Yayasan Solidaritas Putih Abu-abu, Lembaga Sosial Penelitian Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat, Lembaga Pengkajian dan Riset Sosial Makassar Institute dan Dewan Eksekutif Hasanuddin Government Studi Club Unhas. Ketujuh lembaga swadaya masyarakat yang diduga fiktif menerima masing-masing dana bansos sebesar Rp 100 juta. 

Aminuddin Amir dari Gerakan Anti Korupsi Indonesia (GAKI) Sulawesi Selatan memaparkan ke-7 LSM ini berdasarkan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, tidak memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelontoran dana Bansos. Pasalnya, menurutnya, tidak terverifikasi pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Sulsel.

“Bahkan ke-7 LSM itu dinilai fiktif, karena syarat administrasi seperti struktur kepengurusan, alamat dan nomor telepon sekretariat tidak ada, sehingga dinyatakan fiktif,” kata Aminuddin


Pananganan Jalan Ditempat
Dalam amar putusan majelis hakim saat sidang vonis Anwar Beddu, sangat jelas disebutkan sejumlah nama yang dinilai bertanggungjawab dalam perkara ini. Secara berturut-turut, hakim menyebut Sekprov sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Andi Muallim, Kepala Biro Keuangan Yushar Huduri, Kepala Biro Kesejahteraan, Agama dan Pemberdayaan Perempuan (KAPP) Andi Sumange Alam dan Ilham Gazaling serta Kepala Bidang Anggaran Biro Keuangan Nurlina dan Bendahara Pengeluaran Anwar Beddu.

Tapi setelah itu, kasus ini jalan ditempat. Tak ada kemajuan berarti yang dilakukan Kejati terhadap mereka yang telah menjarah dana Bansos yang semestinya untuk keperlusn rakyat banyak.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan Fietra Sany, sempat mengultimatum penyidiknya utuk menyelesaikan kasus dana Bantuan Sosial (Bansos) Pemprov Sulsel, sampai akhir Maret 2012. Toh sampai sekarang kasus ini malah masuk peti es alias tidak ditindaklanjuti dengan serius.
Meski sebelumnya, Kejati akan membidik 34 eks anggota DPRD yang menjabat selaku badan anggaran periode 2004-2009. Hal ini lantaran dari 34 anggota Banggar DPRD Sulsel 2008 ini diduga sebagian besar ikut terlibat dalam dugaan korupsi anggaran bansos lantaran memiliki pos-pos atau lembaga untuk mendapatkan bantuan dari Pemprov Sulsel sebagai pengelola anggaran.

Bahkan sejumlah penggiat antikorupsi di Sulawesi Selatan mendesak pihak kejaksaan agar tidak mengabaikan fakta lain dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyelewengan serta penyalahgunaan sisa bantuan sosial (bansos) Pemprov Sulsel senilai Rp 26 miliar 2008 lalu.

“Jumlah transaksi yang dianggap tidak wajar senilai Rp 26 miliar, dan itu perlu diusut ketidakwajarannya,” tegas Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Zulkifli Hasanuddin.

Selama ini, kata Zulkifli, kejaksaan hanya fokus pada kerugian negara senilai Rp 8,8 miliar. Sementara berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Sulsel menyebutkan, total transaksi yang diduga kuat bermasalah dalam penyaluran dana bansos 2008 sebesar Rp 35 miliar.

Diketahui, dana bansos Pemprov Sulsel 2008 dianggarkan mencapai Rp 151 miliar. "Jadi masih ada sisa kerugian negara yang dianggap terkesan diabaikan kejaksaan untuk diusut,” terangnya.

Senada, Koordinator Badan Pekerja Anti Corruption Komitte, Abdul Mutalib, menegaskan, kejaksaan dinilai tidak memiliki itikad baik mengusut sisa kerugian Rp 26 miliar itu.

Kejati Lamban dan Tak Profesional
Tantangan kini berada pada pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel untuk mampu secara professional dan proporsional dalam membuat berita acara pemeriksaan. Kejati menunjuk delapan jaksa yang  bergabung dalam tim yang dikoordinasi oleh Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati, Chaerul Amir yang membagi dua Tim.

Pihak Kejati Sulsel dituntut untuk professional dalam menyusun Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Seperti yang dikeluhkan hakim tipikor Makassar, Zulfahmi (Wakil Ketua Pengadilan Negeri Makassar) bahwa pembuatan BAP terbukti rancu. 

Terpisah, Koordinator Badan Pekerja Anti Corruption Committe (ACC) Abdul Mutthalib mengatakan, rencana Kejati Sulselbar untuk melakukan penyidikan lanjutan dengan adanya dugaan keterlibatan sejumlah legislator termasuk yang masih aktif sebagai anggota DPRD Sulsel hingga kini, jangan lagi ditunda-tunda untuk memberikan kepastian hukum terhadap perkara yang tengah berjalan di Pengadilan Tipikor.

Bahkan Anwar Beddu mengaku menerima dana pengembalian dana bantuan sosial sebanyak Rp1 miliar dari sejumlah anggota badan anggaran (Banggar) DPRD Sulsel tiga harin sebelum ia divonis. Hal tersebut memperjelas bahwa sejumlah anggota DPRD terbukti menerima dana bansos itu.

Mahasiswa Unjuk Rasa di KPK
Sejumlah elemen mahasiswa yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Sulawesi Selatan (Forma Sulsel) dan Koalisi Mahasiswa dan Masyarakat Extra Demokrasi (KOMMED) menggelar unjuk rasa di depan kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, (19/10/12).

Mereka meminta KPK menindaklanjuti kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial di Sulawesi Selatan. Kasus ini sendiri telah ditangani Pengadilan Tipikor Makassar dan memvonis Bendahara Pengeluaran Pemrov Sulsel Anwar Beddu dengan hukuman dua tahun penjara.

Melalui Koordinator Aksinya Ryan, mereka menilai penanganan kasus tersebut sangat  tidak adil, karena hanya menghakimi Anwar Beddu, padahal fakta persidangan sangat terang menyebut indikasi keterlibatan Gubernur Sulawesi Selatan, Sekprov Sulsel, Kabiro Keuangan dan Kepala Biro KAPP, Kepala Sub Bagian Anggaran Biro Keuangan, beserta beberapa Anggota DPDR Sulsel, maupun DPRD Kota Makassar.

"Berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, dari Rp. 151 miliar dana bansos tersebut, ditemukan penyaluran dana sebesar Rp. 37,082 miliar untuk
926 lembaga yang tidak wajar," ujarnya. 

"Korupsi berjamaah ini tidak mungkin jalan, tanpa campur tangan Gubernur selaku pengambil dan penentu kebijakan," ungkapnya.

Mahasiswa mendesak KPK mengambil alih pengusutan kasus korupsi dana Bansos Sulsel yang terbukti melibatkan oknum Pejabat Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Dalam aksinya, mahasiswa membawa spanduk dan berbagai poster bergambar Syahrul Yasin Lampo dengan tulisan Tangkap dan Adili Syahrul Yasin Limpo dan Kroninya. 

Bottom of Form

Gubernur Berkelit Bansos Bukan Kasus Korupsi
Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Syahrul Yasin Limpo yakin perkara tersebut tak masuk   korupsi. Penggunaan dan penyaluran dana bansos yang dikelola Pemprov Sulsel pada 2008 tersebut bukan kasus korupsi. Alasannya, seluruh transaksi keuangan maupun pengeluaran anggaran dari kas Pemprov Sulsel sudah melalui proses pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Hal ini tidak lepas dari penerapan e-government yang menghubungkan sebuah sistem di pemprov dan BPK sehingga setiap transaksi langsung disupervisi auditor. 

Syahrul mengatakan, jika dibandingkan dengan daerah lain seperti Banten, Maluku, maupun Papua, nilai tersebut tidak seberapa. “Saya jadi kasihan dengan bawahan terutama Sekprov A Muallim yang jadi ‘berdarah-darah’ karena kasus ini.Tidak ada yang salah, itu bukan kasus korupsi,”tegasnya kepada wartawan.
Syahrul juga menanggapi dingin perihal beberapa demonstrasi yang dilakukan sekelompok orang di KPK. "Silahkan saja. Saya yakin barang itu tidak menyentuh saya,” papar Syahrul
KPK Ambil Alih
Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, KPK bisa mengambil alih penanganan kasus tersebut kalau Kejati Sulselbar tidak berani menyeret para pelakunya ke meja hijau untuk diadili. Abraham menjelaskan, khusus di Sulsel, KPK tidak menutup mata. Pihaknya terus melakukan koordinasi dan supervisi agar pihak- pihak yang terlibat diseret tanpa pandang bulu. 

“Kami mengawasi kejaksaan apakah melakukan pemeriksaan dengan benar atau tidak. Kalau tidak benar, bisa diambil alih,” kata Abraham di Makassar
.

Dia mengingatkan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel agar lebih profesional dalam menyelesaikan kasus korupsi, khususnya anggaran dana bantuan sosial (bansos) di Pemprov Sulsel. Jika kasus tersebut tidak bisa dituntaskan maka KPK akan mengambil alih.

“Tolong pak Kajati selesaikan kasus bansos ini secepatnya karena diduga banyak melibatkan pejabat teras Pemprov Sulsel sebagai calon tersangka. Jangan menunda bahkan mengulur-ulur waktu penyidikannya,” kata Abraham Samad.

Demikian kata Abraham Samad kepada Kajati Sulsel saat menghadiri kegiatan rapat Pertemuan Koordinasi dan Pemantauan Tindak Lanjut Temuan BPK di Provinsi Sulsel, Sulbar, Sultra dan Maluku yang digelar di Ball Room Phinisi Hotel Grand Clarion Makassar, Senin (4/6/12).

Ditegaskan Abraham Samad, Kejati Sulsel tidak memiliki alasan lagi untuk tidak menyelesaikan kasus bansos Pemprov Sulsel yang diduga merugikan negara Rp 8,8 miliar. Apalagi bukti keterlibatan sejumlah oknum yang bertanggungjawab penuh dalam pengelolaan dana bansos sudah sangat jelas adanya.

Sudah hampir setahun  Ketua KPK , Abraham Samad memberi peringatan Kejati untuk menuntaskan kasus ini. Namun belum ada kemajuan berarti pengungkapan kasus melibatkan birokrat Pemprov Sulsel dan sejumlah legislator yangdi DPRD Sulsel dan Makassar.  Belum selesai kasus Korupsi Dana Bansos Jilid I ini, kini muncul lagi kasus Dana Bansos Sulsel jilid II senilai Rp. 2,3 milyar.

Dana Bansos itu dikucurkan menjelang Pemilihan Gubernur Sulsel tahun ini. Dana bansos kali ini menyeret para kepala desa yang diminta mendukung gubenur incumbent dengan imbalan diberi dana bansos. Aktivis anti korupsi menilai, dari awal sudah tampak jika penyaluran dana bansos kali ini terkesan dipaksakan. Mereka berencana akan melaporkan kasus ini, termasuk dugaan pembuatan proposal fiktif kepada kepolisian. Karena temuan dilapangan, hamper semua proposal sama model dan bahasanya. Yan membedakan cuma lokasinya saja.

Mawardi dari Pendidikan Rakyat Anti Korupsi (PeRAK) memaparkan, mereka(kepala-kepala desa.red) dijanji Rp 10 juta sesuai nilai diajukan. Namun, sementara hanya Rp 5 juta diterima. Selebihnya Rp 5 juta dijanjikan akan diterima jika oknum calon dan kepala daerah tersebut terpilih. Jadi motivasinya harus memenangkan calon tertentu. Buktinya calon itu menang”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar