Total Tayangan Halaman

Sabtu, 11 Mei 2013

Dibawah Nakhoda Zainuddin Hasan, Bulukumba Dalam Pusaran Korupsi


Dibawah Nakhoda Zainuddin Hasan,
Bulukumba Dalam Pusaran Korupsi

Bulukumba- Tipikor Investigasi, Jika kita melakukan searching diinternet tentang korupsi di Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan, maka langsung puluhan hasil dari pencarian google akan langsung muncul. Hal ini sangat berbeda jika kita mencari kasus korupsi didaerah lain di Sulawesi Selatan. Tingginya angka korupsi di Kabupaten yang berjuluk Butta Panrita Lopi ini disesalkan para aktivis anti korupsi di Sulawesi Selatan.
“Saat kepemimpinan Bupati Zainuddin ini, semua jenis korupsi ada di Bulukumba” Seloroh H. Jafar Salassa saat ditemui di Warung kopi Fly Over.
Aktivis anti korupsi dari Gerakan Anti Korupsi Indonesia ini miris melihat melihat tingginya angka korupsi di Bulukumba. Pria yang akrab disapa Haji Aco ini menuding angin korupsi mulai berhembus di Bulukumba saat Kabupaten penghasil Phinisi ini di nakhodai oleh Bupati Zainuddin Hasan. Karena dari upaya penelusurannya, ternyata Zainuddin juga menyisakan banyak persoalan korupsi di Pohuwatu di Gorontalo, saat menjabat Bupati disana.
“Bahkan sebenarnya kasusnya sudah ada yang masuk ke meja Komisi Pemberantasan Korupsi, tapi saya tidak tahu kenapa tidak diproses lebih lanjut” lanjut Ketua Dewan Penasehat Gerakan Anti Korupsi Indonesia  Sulawesi Selatan.
Bulukumba Darurat Korupsi
Mahasiswa Bulukumba mengajak masyarakat untuk turut serta melawan korupsi disampaikan dalam aksi demo memperingati hari anti korupsi yang berlangsung didepan kantor Bupati Bulukumba dijalan Jenderal Sudirman, beberapa waktu yang lalu. Sejumlah elemen masyarakat yang ikut berdemo hari anti korupsi adalah PMII Bulukumba, HMI Bulukumba, Taruna Merah Putih, Panritalopi Watch Coruption, Aliansi Gerakan Mahasiswa Bulukumba, serta Aliansi Indonesia.

PMII Bulukumba meminta korupsi di Bulukumba di bumi hanguskan. Banyak terjadi dugaan korupsi yang dilakukan pejabat eksekutif dan legislatif. Menurut mereka, korupsi cukup menyengsarakan rakyat di daerah yang berjuluk Butta Panritalopi. Pengunjuk rasa mendesak polisi mengusut dugaan korupsi hingga tuntas. Mahasiswa mengajak masyarakat Bulukumba untuk turut serta melawan tindak pidana korupsi.
Terpisah, Aktivis Aliansi Masyarakat Penegak Demokrasi (AMPD) Bulukumba Muhammad Musafir berharap kepada ke polisi agar serius mengusut semua kasus korupsi di daerah ini. Dia menjelaskan, seharusnya pihak penegak hukum, bukan hanya pada kasus tertentu.
“Ada beberapa kasus yang ditangani polisi. Tapi, sampai sekarang tidak diketahui dimana ujungnya. Ini harus disikapi secara serius pihak kepolisian ke depan, supaya kerugian negara bisa dikembalikan kas daerah,” ujar Musafir.

 “Memang betul, didaerah ini semua jenis korupsi ada dan pelaku mulai dari Kepala sekolah, Kepala Desa, Anggota Dewan sampai Bupatipun ikut ditengarai terlibat dalam beberapa kasus” Jelasnya kepada Tipikor Investigasi via Telpon.

Korupsi yang dilakukan oleh kepala desa ada Korupsi Anggaran Dana Desa (ADD) . Kasus ini menumpa tiga kepala desa. Mereka adalah Kades Bontotangnga, Kecamatan Bontotiro, Taufiq Sulaiman Ismail, yang diduga korupsi ADD Rp104 juta tahun anggaran (TA) 2010. Kemudian Kades Lembenna, Bontobahari, Amar Ma’ruf, terkait dugaan penyelewengan ADD Rp100 juta TA 2010-2012, dan Kades Borong Herlang Sukwan terlibat korupsi PBB sebesar Rp32 juta.
Adapula kasus yang mengkorupsi beras untuk orang miskin.  Muhammad Badri A.S., mantan Sekretaris Desa Bonto Bangun, Kecamatan Rilau Ale ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menjual beras seharga Rp 25 ribu per 15 kilogram kepada warga yang masuk dalam daftar rakyat miskin di Desa Bonto Bangun. Padahal harga yang dipatok adalah Rp 24 ribu per keluarga. Jumlah kerugian negara ditaksir Rp 45 juta.
Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) Sanur Balibo, Kecamatan Kindang, Bulukumba, Muhammad Sabir resmi ditahan di Mapolres Bulukumba. Muhammad Sabir ditahan lantaran diduga terlibat kasus korupsi anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp64 juta lebih pada 2010 lalu.

Korupsi yang melibatkan anggota dewan adalah Korupsi pengurangan bobot pin legislator Bulukumba, korupsi dana Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang melibatkan dua anggota DPRD yakni   A. Muttamar dan Juharta yang sekarang sudah meringkus di tahanan.
Masih banyak lagi kasus korupsi yang lain seperti Korupsi pada proyek peningkatan jalan Teko Lajae senilai Rp7,9 miliar di Dinas Bina Marga, korupsi dana DAK di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dispora), korupsi PT POS jilid dua. Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) yang berlokasi di Ela-ela, Kelurahan Kalumeme, Kecamatan Ujung Bulu.
Ada pula korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk 65 sekolah di Bulukumba yakni mobiler sekolah berupa komputer, CD Interaktif (OHP), mesin ketik sebanyak 100 juta persekolah. Yang mana total keseluruhan Rp6,5 miliar.
Selebihnya adalah kasus pembobolan brankas Dinas Pendidikan sebesar Rp750 juta, korupsi dana insentif (Pajak Bumi dan Bangunan) PBB sebesar Rp1,750 miliar,  markup penggunaan anggaran pembangunan jembatan Basokeng di Kecamatan Bonto Tiro dan Herlang,  korupsi dalam penyaluran beras warga miskin (raskin) yang diduga merugikan negara sekitar Rp 500 juta, korupsi kesehatan gratis 2009 sebesar Rp4,6 miliar di Rumah Sakit Umum Sulthan Daeng Raja Bulukumba, proyek pengadaan instalasi air bersih bertenaga bayu atau kincir angin senilai Rp4,2 miliar, kasus penunjukan langsung proyek Dinas Kesehatan yang tanpa melalui proses tender sebelumnya serta dugaan manipulasi anggaran bantuan bedah rumah sekitar Rp4.
Ada juga dugaan kasus korupsi yang dilakukan mantan Bupati Bulukumba Sukri Sappewali. Mantan bupati ini dituding telah menggelapkan sejumah uang negara di antaranya kasus dugaan korupsi insentif pajak bumi bangunan tahun 2006 sebesar Rp1,750, serta penyelewengan dana bantuan bencana alam tahun 2007 sebesar Rp 5 miliar.
Korupsi juga menggerogoti anggaran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Mappasomba, ketua unit pengelola kegiatan (UPK) itu menjadi tersangka kasus korupsi anggaran PNPM Mandiri di Kecamatan Rilau Ale. Jumlah dugaan kerugian negara dari hasil pengembangan penyelidikan mencapai Rp 600 juta.
Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bulukumba, Amar Ma'ruf, meyakini telah terjadi penyelewengan dana SILPA APBD 2011. Sebab saat dewan meminta laporan pertanggungjawaban, Dinas Pengelola Keuangan Daerah Bulukumba tidak mampu memperlihatkan bukti akurat soal peruntukan anggaran nilai Rp 20 miliar dari total SILPA sebesar Rp 40 miliar lebih.
Korupsi Dana Alkes, Bupati terlibat
Dugaan korupsi yang paling mendapat perhatian masyarakat Bulukumba adalah korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) senilai Rp20 miliar di Dinas Kesehatan (Dinkes) Bulukumba. aktivis yang tergabung dalam Komunitas Pemuda  Anti Korupsi (KAPAK) Bulukumba menuding Bupati Kabupaten Bulukumba, Zainuddin Hasan bersama Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Bulukumba, Dian Weliyati Kabier, terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes). Diketahui, proyek pengadaan tersebut menelan dana Rp20 miliar Tahun Anggaran 2011 lalu
Dugaan korupsi pengadaan alkes Rp20 miliar tahun 2011 yang melibatkan pejabat di Dinas Kesehatan (Dinkes) Bulukumba, sepertinya masih terus bergulir di Polres Bulukumba, sehingga wajar jika masyarakat menilai polisi lambat dalam menangani kasus itu, bahkan terkesan menutup-nutupi kasus dugaan korupsi yang diduga merugikan keuangan negara
Salah seorang anggota legislator PPRN asal daerah pemilihan Gantarang-Kindang Bulukumba, Muh Bakti mempertanyakan kemajuan kasus dugaan mark up anggaran alat kesehatan (Alkes) di Dinas Kesehatan, Pemerintah Kabupaten Bulukumba, tahun 2011 lalu.
Aktivis anti korupsi menilai, kinerja penyidik tim tindak pidana korupsi Polres Bulukumba lamban dalam mengungkap dan menuntaskan kasus ini. Aktivis ini pun mensinyalir ada upaya kepolisian untuk menghentikan kasus alkes yang telah berproses hukum sejak lima bulan lalu. 
Kalau penyidik betul-betul serius memproses kasus ini, kami yakin Bupati Bulukumba terindikasi kuat terlibat kasus alkes ini. Kami juga meminta polisi melibatkan tim independen guna menepis keraguan terhadap kinerja kepolisian,” ungkap Rudi Tahas, salah seorang penggiat anti korupsi.
Sementara Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) wilayah Bulukumba Makmur Masda mengemukakan penyidik seharusnya bukan hanya memprioritaskan kasus SMA Sanur Balibo. Menurutnya, ada beberapa kasus sebelumnya yang lebih besar namun tidak diketahui arahnya dimana.

“Kami memberikan apresiasi terhadap polisi karena berhasil mengungkap kasus korupsi. Hanya, saya berharap kasus lain juga diusut, sebab ada beberapa kasus korupsi yang ditangani pihak polisi tidak ada tindaklanjutnya. Padahal, sudah nyata ada kerugian negara didalamnya,” ungkap Makmur.
Penyelidikan dugaan korupsi proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) Puskesmas Dinas Kesehatan (Dinkes) Bulukumba, diduga mandek di tangan penyidik. Pasalnya, hingga kini, proyek yang menelan anggaran senilai Rp20 miliar itu terkesan belum ada perkembangan berarti sejak pemeriksaan berlangsung 2012 lalu.
Selain itu, Polres Bulukumba terkesan sengaja menutupi kasus korupsi Alkes yang diduga melibatkan beberapa nama pejabat tinggi di daerah ini. Buktinya, setiap kali dikonfirmasi khususnya perkembangan kasusnya baik dari kalangan aktivis maupun media, pihak kepolisian tidak memberikan tanggapan berarti. Penyidik menghindari pertanyaan mengenai alkes.
Anggota Komisi B DPRD Bulukumba Zulkifli Saiye menegaskan, mandeknya pengusutan kasus korupsi ini lantaran Kejari terkesan tidak serius. Padahal, kata Zulkifli, oknum yang terlibat sudah jelas termasuk kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus tersebut. Bahkam Zulkifli tidak segan segan mengatakan bahwa upaya ini adalah bagian dari Kejari untuk memperlambat proses hukum sehingga pada akhirnya kasus tersebut terlupakan.
Zulkifli mengatakan, jika Kejari masih juga memperlambat masalah ini, pihaknya akan mencoba menemui Kejari untuk meminta penjelasan secara resmi terkait masalah ini. Apalagi, kasus ini sudah lama ditunggu masyarakat kelanjutannya agar jelas siapa yang terlibat di dalamnya. Jika persoalan ini dibiarkan akan membuat oknum yang diduga terlibat akan meremehkan hukum.
Kasus lain yang ditengarai oleh masyarakat Bulukumba diduga melibatkan Bupati Zainuddin Hasan, adalah rehab rumah jabatan Sekwilda sebanyak Rp375 juta pada tahun 2006 atas dasar SK Bupati Bulukumba, padahal ini menyalahi Kepres 80 tahun 2004.
Kajari Lamban,
Pengusutan beberapa kasus korupsi yang sampai saat ini belum jelas statusnya membuat Kejaksaan Negeri (Kejari) Bulukumba mendapat tudingan macam-macam. Salah satunya bahwa lembaga penegak hukum tersebut sengaja memperlambat penanganan kasus korupsi.
Padahal sebelumnya, Kejari Bulukumba menjanjikan kasus tersebut sudah rampung Desember dan segera dilimpahkan ke pengadilan. Faktanya, hingga saat ini kasus tersebut masih simpang siur dan dengan berbagai alasan Kejari hingga saat ini masih berkutat dengan persoalan kelengkapan berkas. Anehnya, setiap kali dipertanyakan masalah ini, Kejari selalu mengklaim berkas sudah rampung dan dalam waktu yang tidak lama sudah berada di tangan majelis hakim.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Bulukumba Raden Sjamsul Arifin secara tegas membantah tudingan ini. Dia mengaku saat ini sedang dalam tahap merampungkan kasus tersebut. Dia berdalih keterlambatan penyerahan berkas ini tidak ada hubungannya dengan upaya memperlambat pengusutannya.

Selain itu, Sjamsul Arifin juga mengaku sudah memiliki bukti kuat dan optimis kasus ini bisa menjerat oknum yang diduga terlibat tersebut. Jaksa yang ditugaskan, kata dia, sudah bekerja keras untuk mengungkap kasus ini dan bukan merupakan pekerjaan mudah dalam pengusutannya. "Kami tidak pernah berupaya untuk bermain-main tetapi ingat kami bekerja harus ada dasarnya," kata dia
Polres Mandul tangani Korupsi Alkes
Kasus Alkes ini masih berproses di Polres Bulukumba meski penyidik telah menetapkan satu orang tersangka. Bahkan kasus ini telah ditangani oleh dua kasat Reskrim, namun belum juga dipengadilankan.
“Kami mendesak Kapolda Sulsel, segara mengevaluasi kinerja Kapolres Bulukumba terkait penyidikan dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Bulukumba senilai Rp20 miliar,”kata Kordinator Lembaga Study Hukum dan Advokasi Rakyat ( Laskar) Bulukumba, Andi Aswar.
Aswar mendesak Kapolres Bulukumba untuk segera mundur dari jabatannya jika tidak mampu menyelesaikan kasus Alkes sebesar Rp20 milir tahun 2011 dan dugaan gratifikasi kepala dinas Kesehatan sebesar Rp50 juta
Aktivis Pemuda Pancasila (PP) Bulukumba, Irwanto mengemukakan, ada kejangalan lain dalam penanganan kasus ini adalah terjadinya perbedaan dalam menetapkan tersangka alkes. Dimana, versi Polda Sulsel menyebutkan dua nama tersangka yakni pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek Muhammad Alwi bersama rekanan Deny.
Direktur Kopel Bulukumba Makmur Masda mengaku, jika Polres Bulukumba sudah tidak bisa menyelesaikan kasus alkes tersebut, maka sebaiknya serahkan ke Kejaksaan atau ke Polda Sulsel. Menurutnya, sejauh ini polisi terkesan tidak serius untuk menyelesaikan, padahal, bukti adanya penyelewengan dana sudah cukup butki karena tersangka sebelumnya sudah ada.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Kasatreskrim) Polres Bulukuma AKP Andi Alimuddin mengungkapkan, bahwa proses pengusutan kasus korupsi ini sedang tahap perlengkapan berkas, sebelum dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bulukumba.

Kapolres Bulukumba AKBP Jafar Sodiq mengaku sudah memeriksa sekitar 40 saksi dan telah menyita sejumlah dokumen terkait kasus ini. Hanya saja pihaknya belum bias mengumumkan nama tersangka sebab sejauh ini belum ada hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengetahui kerugian negara yang timbul.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar