Total Tayangan Halaman

Minggu, 25 Desember 2016

Antara Kode Etik dan Kesejahteraan Aparat Penegak Hukum

23 October 2010

Antara Kode Etik dan Kesejahteraan Aparat Penegak Hukum

Prolog

Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh seorang Polisi berpangkat Komisaris Besar Polisi (penulis temukan melalui browsing di Internet) menyebutkan bahwa bekerjanya sistem hukum di KPK bisa terlihat optimal karena dari segi kesejahteraan, personil di KPK sangat terdukung oleh gaji/insentif yang diterima para petugas KPK, yang tentunya sangat berbeda jauh dari gaji/insentif yang diterima oleh para penyidik Polri atau Kejaksaan yang bekerja di institusinya masing-masing. Selain itu, sarana dan fasilitas pendukung operasional KPK, sangat berbeda bila dibandingkan dengan sarana dan fasilitas pendukung operasional yang diterima oleh penyidik Polri dan Kejaksaan di instansinya masing-masing. Hal ini berdampak pada lengkapnya hasil penyelidikan dan penyidikan sehingga persidangan kasus-kasus yang diajukan KPK ke Pengadilan Tipikor sangat mendukung sistem pembuktian di sidang pengadilan. Tentunya hal tersebut bisa tercipta karena dukungan sarana dan fasilitas APBN yang mencukupi. (Lihat : http://bekasinews.com/ serba-sebi/opini/485-pembangunan-aparatur-penegak-hukum.html).

Hal ini merupakan hipotesis yang menurut penulis kurang lengkap dan perlu untuk diberikan pelengkapnya supaya utuh. Sebab, permasalahan kesejahteraan dan dukungan operasional hanya merupakan dua dari tiga faktor yang dapat meningkatkan kinerja dan komitmen penegakan hukum yang profesional dan tidak memihak. Ketiga faktor tersebut adalah kesejahteraan, dukungan operasional dan kode etik beserta penegakannya.

Berdasarkan pengamatan penulis, faktor kesejahteraan dan daya dukung operasional senantiasa dikemukakan oleh internal instansi penegak hukum sebagai "curhatan publik". Jarang sekali instansi penegak hukum secara jujur mengkoreksi eksistensi dan penegakan kode etik internalnya. Padahal, ketiga hal tersebut merupakan sisi penunjang penegakan hukum yang tidak dapat dipisahkan.

Oleh karena itu sebagai pelengkap analisa yang dikemukakan oleh personil kepolisian tersebut, penulis hendak membicarakan bagaimana Kode Etik juga menunjang instansi penegak hukum membangun profesionalitas dalam kerangka Sistem Peradilan Pidana.

Penerapan Kode Etik

Sebagai milestone awal, mari kita tengok persoalan kode etik penegak hukum di Amerika dan Singapura. Salah satu artikel yang dimuat oleh situs Kantor Berita Antara(Antaranews.com) pada tanggal 8 September 2009 (lihat : http://www.antaranews.com/berita/1260272776/membunuh-nafsu-korupsi-dengan-rp40000) telah mendeskripsikan keadaan yang bernuansa positif dan menarik. Disebutkan bahwa Negara-negara kaya seperti AS dan Singapura melihat uang adalah simbol usaha keras manusia. Menilai uang adalah juga menghargai kerja keras, prestasi dan kinerja. Mereka yang bekerja keras dan berprestasi tinggi mendapat bagian lebih besar dari mereka yang bekerja asal-asalan namun sering untung karena berkolusi dengan pemangku kebijakan. Agar negara tidak boleh digerogoti oleh kultur mengambil jalan pintas untuk memperkaya diri sendiri, maka kemudian rambu-rambu etik pun dibuat untuk memagari kerja sistem pelayanan publik dari kolusi yang pasti koruptif.

Bahkan rambu etik itu ditegaskan secara gamblang, misalnya melalui Office of Government Ethics (OGE) seperti di Amerika Serikat. OGE menetapkan bahwa semua pejabat dan pegawai yang digaji negara, hanya melayani publik dan dilarang memanfaatkan jabatan atau posisinya untuk keuntungan pribadi. Selain itu, semua pejabat dan pegawai yang digaji negara, hanya boleh menerima hadiah tak lebih dari 20 dolar AS (sekitar Rp200.000) dan dalam setahun tidak boleh melebihi 50 dolar AS (Rp500.000). sistem pelayanan publik AS dibentengi oleh dua etika umum, yaitu jabatan publik tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan tak boleh memberi perlakuan khusus kepada organisasi atau individu mana pun.

Penulis artikel tersebut menunjukkan bahwa di negara-negara maju, kode etik memegang peranan penting bagi terciptanya akuntabilitas dan profesionalitas penyelenggaraan negara dan dianggap menggali banyak manfaat dan menjadi acuan dasar untuk menciptakan masyarakat yang antikorupsi pada umumnya dan terjaminnya “due process of law” dalam penegakkan hukum pada khususnya.

Sebagai milestone kedua, Di KPK, Kode etik menjadi standar tingkah laku pegawai yang senantiasa dijaga untuk meningkatkan integritas yang menjadi salah satu nilai dasar pribadi insan KPK. Setiap pelanggaran kode etik ditindak tegas. Selama tahun 2007, telah dilakukan 17 (tujuh belas) audit khusus atas dugaan pelanggaran kode etik dan penyalahgunaan kewenangan sebagai tindak lanjut dari pengaduan masyarakat. Sedangkan untuk tahun 2008, data yang diperoleh penulis menyebutkan sekurang-kurangnya terdapat 6 (enam) surat perintah tugas audit khusus untuk penanganan dugaan pelanggaran kode etik di KPK sedangkan sampai dengan November tahun 2009 terdapat 11 pelanggaran kode etik.

Tindakan terhadap Ajun Komisaris Polisi (AKP) Suparman, mantan penyidik KPK yang diproses secara hukum karena melakukan pemerasan dalam penanganan kasus korupsi adalah contoh bagaimana KPK menindak tegas personelnya sendiri. Bahkan, atas laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) atas dugaan 17 pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Antasari Azhar yang kini adalah mantan Ketua KPK telah dilakukan tindakan oleh Komisi Etik KPK. Dua kasus pelanggaran kode etik tersebut sempat “menggoyang” semangat pegawai KPK. Namun, karena policy terhadap pelanggaran kode etik sekeras mungkin dilaksanakan secara “zero tolerance”, KPK mampu terlindungi dari konflik kepentingan yang berpotensi merongrong kewibawaan institusi.

Masih banyak contoh penerapan kode etik di KPK. Bahkan berdasarkan informasi dari narasumber penulis di Internal KPK, banyak pegawai KPK baik dari Unit Sekretariat Jenderal, Pencegahan sampai Unit Penindakan pernah mengalami cobaan kode etik pribadi. Dari yang “biasa-biasa” sampai yang “luar biasa”. Dari tawaran makan siang, tiket perjalanan dan akomodasi gratis sampai pada tawaran wanita, uang, bahkan kepemilikan tambang minyak dan batu bara.

Milestone terakhir, Badan Pembinaan Hukum Nasional merumuskan bahwa dalam rangka pembangunan di bidang Penegakan Hukum dan Reformasi Aparatur diperlukan Sistem rekrutmen dan promosi yang lebih ketat dan pengawasan terhadap proses rekrutmen dan promosi dengan memegang asas kompetensi, transparansi, dan partisipasi di bidang peradilan serta optimalisasi standar kode etik profesi hukum di lingkungan peradilan dan lembaga penegak hukum lainnya serta asosiasi profesi hukum dan juga perlu dilakukan secepatnya sebagai upaya penegakan hukum.

Hal ini menunjukan bahwa pemahaman yang dianut oleh negara kita dalam proses pembangunan aparatur penegak hukum yang profesional selalu diawali oleh penciptaan dan penerapan serta penegakkan kode etik yang disiplin. Sebab, kode etik adalah standar moral yang mengatur sesatu boleh dan tidak boleh. Bisa jadi suatu perbuatan tidak ada hukum yang mengaturnya, tetapi jika kode etik dilanggar, semestinya akan terdapat sanksi sosial yang membuat jera.

Epilog

Salah seorang kolega penulis yang bekerja sebagai Jaksa Penuntut Umum di KPK pernah menyatakan, “saya termasuk orang yang tidak percaya bahwa peningkatan kesejahteraan akan menjamin peningkatkan profesionalitas penegakkan hukum di Indonesia dan menghindarkan dari peluang korupsi. Sebab, berdasarkan pengalaman sebagai JPU lebih dari 20 tahun menemukan bahwa korupsi banyak terjadi karena keserakahan, bukan karena kurang sejahtera. Mendisiplinkan profesi melalui kode etik yang benar-benar ditegakkan serta pelaksanaan tugas tanpa intervensi kepentingan pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan tugas kita itu lebih ampuh untuk meningkatkan profesionalitas penegakkan hukum.”

Tulisan ini bukan ingin mengesampingkan permasalahan kesejahteraan aparat penegak hukum yang (memang) kurang memadai. Tulisan ini hanyalah bentuk penyadaran bahwa disadari atau tidak, kode etik aparat penegak hukum itu hanya eksis secara formal, namun penerapan dan penegakkannya masih kurang optimal. Penulis berpandangan mendisiplinkan diri pribadi terhadap kode etik menunjukan kelayakan aparat penegak hukum untuk dapat segera “disejahterakan” oleh negara.

Abi Aisy Muhammad at 5:36 AM

1 komentar:

  1. PILIHAN TERBAIK ANDA ADALAH DI ZEUSBOLA!


    ZEUSBOLA menyediakan super promo seperti:
    Bonus New Member 15%
    Bonus Everyday 10%
    Bonus Cashback 15%
    Rollingan 0,6% setiap minggu

    Menerima Deposit Via Pulsa ( TANPA POTONGAN RATE ), OVO, GOPAY, DANA, LINKAJA, BTPN JENIUS.

    Melayani 24 Jam
    Minimal Deposit 50k

    INFO SELANJUTNYA SEGERA HUBUNGI KAMI DI :
    WHATSAPP :+62 822-7710-4607




    BalasHapus