AJI Kecam Intimidasi Polisi Terhadap Enam Wartawan Saat Liput Demo Di DPR
Jakarta, News - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam keras aksi intimidasi aparat kepolisian terhadap wartawan yang kembali terjadi.
Kali ini intimidasi menyasar para pewarta peliput unjuk rasa di sekitar Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat (16/8). Sedikitnya, enam jurnalis mengalami kekerasan.
Intimidasi terjadi saat reporter dan fotografer mencoba mengambil foto dan video para pengunjuk rasa yang diamankan di Gedung TVRI. Tepatnya saat demonstran sedang digiring ke mobil tahanan polisi.
Ketua AJI Jakarta, Asnil Bambani menguraikan bahwa seorang wartawan SCTV bernama Haris dipukul oleh aparat saat merekam melalui hape. Sebelum tangan dipukul, Haris memang sempat dilarang dan dimarahi ketika merekam menggunakan kamera televisi.
“Haris menyatakan dirinya wartawan, namun polisi tak menghiraukan. Pelaku pemukulan mengenakan baju putih dan celana krem, diduga dari satuan Resmob. Beberapa polisi yang berjaga diketahui berasal dari Polres Jakpus,” urai Asnil dalam keterangan tertulisnya.
Jurnalis foto dari Bisnis Indonesia, Nurul Hidayat juga mengalami intimidasi. Dia dipaksa menghapus foto hasil jepretan oleh orang yang mengenakan pakaian bebas serba hitam, berambut agak panjang, dan ada tindikan di kuping.
“Fotografer Jawa Pos Miftahulhayat juga terpaksa menghapus foto di bawah intimidasi polisi. Dia diancam akan dibawa polisi bersama para demonstran yang diangkut ke mobil,” sambung Asnil.
Kejadian serupa juga dialami waryawan Vivanews, Syaifullah. Dia diminta polisi menghapus rekaman video dan diancam akan diangkut jika tak menghapus video.
Sementara reporter Inews, Armalina dan dua kameramen diteriaki oleh oknum aparat berbaju putih, “jangan mentang-mentang kalian wartawan ya!".
Menurut Asnil, tindakan melanggar hukum yang dilakukan aparat penegak hukum bukan hanya mencederai kebebasan pers, tapi juga mempermalukan institusi Polri di hadapan publik.
“AJI Jakarta mendesak aparat kepolisian menghentikan intimidasi dan kekerasan tersebut karena jelas-jelas melanggar UU 40/1999 tentang Pers,” tegasnya.
Dia mengingatkan bahwa pasal 8 UU Pers telah menegaskan bahwa dalam menjalankan profesinya, jurnalis mendapat perlindungan hukum. Ada ancaman dua tahun penjara dan denda Rp 500 juta terhadap pelanggar pasal tersebut.
Untuk itu dia meminta aparat untuk menangkap pelaku dan diadili agar mendapat hukuman seberat-beratnya, sehingga kasus serupa tidak terulang kembali.
Lebih lanjut, AJI mendesak para pemimpin redaksi secara aktif melaporkan kasus kekerasan yang dialami jurnalisnya ke pihak kepolisian.
“Laporkan ke Propam Mabes Polri terkait pelanggaran etik dan ke Polda Metro Jaya untuk proses hukum," tutup Asnil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar