RABU, 31 JULI 2019 | 17:38 WIB | LAPORAN: AHMAD ALFIAN
Pengacara Otto Hasibuan yang menjadi penasihat hukum bagi Sjamsul Nursalim (SN) menilai vonis bebas Mahkamah Agung terhadap terdakwa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Temenggung adalah putusan yang sangat menarik. Sebab dalam kasus ini Otto melihat hal mendasar bukanlah mencari siapa yang salah, tetapi dakwaan yang keliru.
"Dua-duanya tidak salah, baik KPK ataupun MA. Lalu siapa yang salah? Yang salah adalah ketidakadilan," ungkap Otto saat menjadi narasumber dalam diskusi publik dengan tema "Vonis bebas MA terhadap Syafruddin: Siapa yang salah?" di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Rabu (31/7).
Sebelum memberikan materinya, Otto mengawali diskusi yang juga dihadiri oleh Juru Bicara KPK Febri Diansyah dengan mengatakan diskusi siang ini hanyalah bersifat akademik. Karena kasus itu sudah final dan tidak akan memengaruhi putusan.
"Karena setelah putusan Mahkamah Agung itu tidak bisa lagi dilakukan peninjauan kembali (PK). Jadi kita tidak melanggar kode etik," kata Otto.
Otto menjelaskan, kalau berbicara kasus BLBI maka harus mundur jauh ke belakang. Karena kasus ini mulai pada 1998. Pada 1997 telah terjadi krisis multidimensi yang mengakibatkan dolar AS naik sampai menyentuh 17 ribu rupiah.
"Bank-bank kala itu semua hampir bankrut. Supaya Bank ini tidak jatuh, pemerintah membuat kebijakan likuiditas BLBI. Semua Bank di-take overoleh pemerintah agar Bank itu disehatkan," ucapnya.
Kalau kasus ini diselesaikan dengan pidana maka situasi saat itu akan makin gawat. "Tetapi diputuskan diselesaikan dengan keperdataaan. Bussiness to bussiness, yang penting uang kembali," terang Otto.
Secara singkat Otto kilas balik kasus kliennya SN yang punya kewajiban mengembalikan uang sebesar Rp 28 trilliun dari total Rp 47 triliun.
"Ini bukan utang ya, tapi kewajiban yang disepakati. Itu sudah selesai dengan dibayarkan dan penyerahan aset serta sudah dikeluarkan surat lunas dari yang bersangkutan," paparnya.
Waktu terus berjalan, mulai dari zaman Habibie, Gus Dur, sampai Megawati. BPK pun sudah melakukan audit bahkan sampai tiga kali dan memutuskan sudah lunas.
"KPK sudah melakukan tugasnya dan Mahkamah Agung juga tidak salah sehingga membuat putusan, jadi sudah selesai," pungkas Otto.
Untuk diketahui, Syafruddin Arsyad Temenggung, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan (BPPN) yang jadi terdakwa perkara korupsi penghapusan piutang Bantuan Langsung Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Negara Indonesia telah divonis bebas oleh Mahkamah Agung. Sebelumnya ia dihukum 15 tahun penjara pada tingkat banding.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar