Dibawah Nakhoda Zainuddin Hasan,
Bulukumba Dalam Pusaran Korupsi
Bulukumba- Tipikor
Investigasi, Jika kita melakukan searching diinternet tentang korupsi di
Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan, maka langsung puluhan hasil
dari pencarian google akan langsung muncul. Hal ini sangat berbeda jika kita
mencari kasus korupsi didaerah lain di Sulawesi Selatan. Tingginya angka
korupsi di Kabupaten yang berjuluk Butta Panrita Lopi ini disesalkan para
aktivis anti korupsi di Sulawesi Selatan.
“Saat kepemimpinan Bupati Zainuddin ini, semua jenis korupsi
ada di Bulukumba” Seloroh H. Jafar Salassa saat ditemui di Warung kopi Fly
Over.
Aktivis anti korupsi dari Gerakan Anti Korupsi Indonesia ini
miris melihat melihat tingginya angka korupsi di Bulukumba. Pria yang akrab
disapa Haji Aco ini menuding angin korupsi mulai berhembus di Bulukumba saat
Kabupaten penghasil Phinisi ini di nakhodai oleh Bupati Zainuddin Hasan. Karena
dari upaya penelusurannya, ternyata Zainuddin juga menyisakan banyak persoalan
korupsi di Pohuwatu di Gorontalo, saat menjabat Bupati disana.
“Bahkan sebenarnya kasusnya sudah ada yang masuk ke meja
Komisi Pemberantasan Korupsi, tapi saya tidak tahu kenapa tidak diproses lebih
lanjut” lanjut Ketua Dewan Penasehat Gerakan Anti Korupsi Indonesia Sulawesi Selatan.
Bulukumba Darurat Korupsi
Mahasiswa Bulukumba mengajak masyarakat untuk turut
serta melawan korupsi disampaikan dalam aksi demo memperingati hari anti
korupsi yang berlangsung didepan kantor Bupati Bulukumba dijalan Jenderal Sudirman,
beberapa waktu yang lalu. Sejumlah elemen masyarakat yang ikut berdemo hari
anti korupsi adalah PMII Bulukumba, HMI Bulukumba, Taruna Merah Putih,
Panritalopi Watch Coruption, Aliansi Gerakan Mahasiswa Bulukumba, serta Aliansi
Indonesia.
PMII Bulukumba meminta korupsi di Bulukumba di bumi hanguskan. Banyak
terjadi dugaan korupsi yang dilakukan pejabat eksekutif dan legislatif. Menurut
mereka, korupsi cukup menyengsarakan rakyat di daerah yang berjuluk Butta
Panritalopi. Pengunjuk rasa mendesak polisi mengusut dugaan korupsi hingga
tuntas. Mahasiswa mengajak masyarakat Bulukumba untuk turut serta melawan
tindak pidana korupsi.
Terpisah,
Aktivis Aliansi Masyarakat Penegak Demokrasi (AMPD) Bulukumba Muhammad Musafir
berharap kepada ke polisi agar serius mengusut semua kasus korupsi di daerah
ini. Dia menjelaskan, seharusnya pihak penegak hukum, bukan hanya pada kasus
tertentu.
“Ada beberapa kasus yang ditangani polisi. Tapi, sampai sekarang tidak
diketahui dimana ujungnya. Ini harus disikapi secara serius pihak kepolisian ke
depan, supaya kerugian negara bisa dikembalikan kas daerah,” ujar Musafir.
“Memang betul,
didaerah ini semua jenis korupsi ada dan pelaku mulai dari Kepala sekolah,
Kepala Desa, Anggota Dewan sampai Bupatipun ikut ditengarai terlibat dalam
beberapa kasus” Jelasnya kepada Tipikor Investigasi via Telpon.
Korupsi yang dilakukan oleh kepala desa ada Korupsi Anggaran
Dana Desa (ADD) . Kasus ini menumpa tiga kepala desa. Mereka adalah Kades
Bontotangnga, Kecamatan Bontotiro, Taufiq Sulaiman Ismail, yang diduga korupsi
ADD Rp104 juta tahun anggaran (TA) 2010. Kemudian Kades Lembenna, Bontobahari,
Amar Ma’ruf, terkait dugaan penyelewengan ADD Rp100 juta TA 2010-2012, dan
Kades Borong Herlang Sukwan terlibat korupsi PBB sebesar Rp32 juta.
Adapula kasus yang mengkorupsi beras untuk orang miskin. Muhammad Badri A.S., mantan Sekretaris Desa
Bonto Bangun, Kecamatan Rilau Ale ditetapkan sebagai tersangka karena diduga
menjual beras seharga Rp 25 ribu per 15 kilogram kepada warga yang masuk dalam
daftar rakyat miskin di Desa Bonto Bangun. Padahal harga yang dipatok adalah Rp
24 ribu per keluarga. Jumlah kerugian negara ditaksir Rp 45 juta.
Kepala
Sekolah Menengah Atas (SMA) Sanur Balibo, Kecamatan Kindang, Bulukumba,
Muhammad Sabir resmi ditahan di Mapolres Bulukumba. Muhammad Sabir ditahan
lantaran diduga terlibat kasus korupsi anggaran Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) sebesar Rp64 juta lebih pada 2010 lalu.
Korupsi yang
melibatkan anggota dewan adalah Korupsi pengurangan bobot pin legislator
Bulukumba, korupsi dana Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
yang melibatkan dua anggota DPRD yakni A. Muttamar dan Juharta
yang sekarang sudah meringkus di tahanan.
Masih banyak lagi kasus korupsi yang lain seperti Korupsi pada proyek
peningkatan jalan Teko Lajae senilai Rp7,9 miliar di Dinas Bina Marga, korupsi
dana DAK di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dispora), korupsi PT POS
jilid dua. Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis
Masyarakat (Pamsimas) yang berlokasi di Ela-ela, Kelurahan Kalumeme, Kecamatan
Ujung Bulu.
Ada pula korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk 65 sekolah di Bulukumba
yakni mobiler sekolah berupa komputer, CD Interaktif (OHP), mesin ketik
sebanyak 100 juta persekolah. Yang mana total keseluruhan Rp6,5 miliar.
Selebihnya adalah kasus pembobolan brankas Dinas Pendidikan sebesar Rp750
juta, korupsi dana insentif (Pajak Bumi dan Bangunan) PBB sebesar Rp1,750
miliar, markup penggunaan anggaran
pembangunan jembatan Basokeng di Kecamatan Bonto Tiro dan Herlang, korupsi dalam penyaluran beras warga miskin
(raskin) yang diduga merugikan negara sekitar Rp 500 juta, korupsi kesehatan gratis 2009 sebesar Rp4,6 miliar di Rumah Sakit Umum Sulthan Daeng Raja Bulukumba, proyek pengadaan instalasi air bersih bertenaga bayu atau kincir angin
senilai Rp4,2 miliar, kasus penunjukan langsung proyek Dinas Kesehatan yang
tanpa melalui proses tender sebelumnya serta dugaan
manipulasi anggaran bantuan bedah rumah sekitar Rp4.
Ada juga dugaan kasus korupsi yang dilakukan mantan Bupati Bulukumba
Sukri Sappewali. Mantan bupati ini dituding telah menggelapkan sejumah uang
negara di antaranya kasus dugaan korupsi insentif pajak bumi bangunan tahun
2006 sebesar Rp1,750, serta
penyelewengan dana bantuan bencana alam tahun 2007 sebesar Rp 5 miliar.
Korupsi juga menggerogoti anggaran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM). Mappasomba, ketua unit pengelola kegiatan (UPK) itu menjadi tersangka
kasus korupsi anggaran PNPM Mandiri di Kecamatan Rilau Ale. Jumlah dugaan
kerugian negara dari hasil pengembangan penyelidikan mencapai Rp 600 juta.
Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bulukumba, Amar Ma'ruf,
meyakini telah terjadi penyelewengan dana SILPA APBD 2011. Sebab saat dewan
meminta laporan pertanggungjawaban, Dinas Pengelola Keuangan Daerah Bulukumba
tidak mampu memperlihatkan bukti akurat soal peruntukan anggaran nilai Rp 20
miliar dari total SILPA sebesar Rp 40 miliar lebih.
Korupsi Dana Alkes, Bupati terlibat
Dugaan korupsi
yang paling mendapat perhatian masyarakat Bulukumba adalah korupsi pengadaan
alat kesehatan (alkes) senilai Rp20 miliar di Dinas Kesehatan (Dinkes)
Bulukumba. aktivis
yang tergabung dalam Komunitas Pemuda Anti Korupsi (KAPAK) Bulukumba menuding
Bupati Kabupaten Bulukumba, Zainuddin Hasan bersama Kepala Dinas (Kadis)
Kesehatan Bulukumba, Dian Weliyati Kabier, terlibat dalam kasus dugaan korupsi
pengadaan alat kesehatan (alkes). Diketahui, proyek pengadaan tersebut menelan
dana Rp20 miliar Tahun Anggaran 2011 lalu
Dugaan korupsi pengadaan
alkes Rp20 miliar tahun 2011 yang melibatkan pejabat di Dinas Kesehatan
(Dinkes) Bulukumba, sepertinya masih terus bergulir di Polres Bulukumba,
sehingga wajar jika masyarakat menilai polisi lambat dalam menangani kasus itu,
bahkan terkesan menutup-nutupi kasus dugaan korupsi yang diduga merugikan
keuangan negara
Salah seorang anggota legislator PPRN asal daerah pemilihan
Gantarang-Kindang Bulukumba, Muh Bakti mempertanyakan kemajuan kasus dugaan
mark up anggaran alat kesehatan (Alkes) di Dinas Kesehatan, Pemerintah
Kabupaten Bulukumba, tahun 2011 lalu.
Aktivis anti korupsi menilai,
kinerja penyidik tim tindak pidana korupsi Polres Bulukumba lamban dalam
mengungkap dan menuntaskan kasus ini. Aktivis ini pun mensinyalir ada upaya
kepolisian untuk menghentikan kasus alkes yang telah berproses hukum sejak lima
bulan lalu.
Kalau penyidik betul-betul serius
memproses kasus ini, kami yakin Bupati Bulukumba terindikasi kuat terlibat
kasus alkes ini. Kami juga meminta polisi melibatkan tim independen guna
menepis keraguan terhadap kinerja kepolisian,” ungkap Rudi Tahas, salah seorang
penggiat anti korupsi.
Sementara Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) wilayah Bulukumba
Makmur Masda mengemukakan penyidik seharusnya bukan hanya memprioritaskan kasus
SMA Sanur Balibo. Menurutnya, ada beberapa kasus sebelumnya yang lebih besar
namun tidak diketahui arahnya dimana.
“Kami memberikan apresiasi terhadap polisi karena berhasil mengungkap kasus korupsi. Hanya, saya berharap kasus lain juga diusut, sebab ada beberapa kasus korupsi yang ditangani pihak polisi tidak ada tindaklanjutnya. Padahal, sudah nyata ada kerugian negara didalamnya,” ungkap Makmur.
Penyelidikan dugaan korupsi proyek
pengadaan alat kesehatan (alkes) Puskesmas Dinas Kesehatan (Dinkes) Bulukumba,
diduga mandek di tangan penyidik. Pasalnya, hingga kini, proyek yang menelan
anggaran senilai Rp20 miliar itu terkesan belum ada perkembangan berarti sejak
pemeriksaan berlangsung 2012 lalu.
Selain itu, Polres Bulukumba
terkesan sengaja menutupi kasus korupsi Alkes yang diduga melibatkan beberapa
nama pejabat tinggi di daerah ini. Buktinya, setiap kali dikonfirmasi khususnya
perkembangan kasusnya baik dari kalangan aktivis maupun media, pihak kepolisian
tidak memberikan tanggapan berarti. Penyidik menghindari pertanyaan mengenai
alkes.
Anggota Komisi B DPRD Bulukumba Zulkifli
Saiye menegaskan, mandeknya pengusutan kasus korupsi ini lantaran Kejari
terkesan tidak serius. Padahal, kata Zulkifli, oknum yang terlibat sudah jelas
termasuk kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus tersebut. Bahkam Zulkifli
tidak segan segan mengatakan bahwa upaya ini adalah bagian dari Kejari untuk
memperlambat proses hukum sehingga pada akhirnya kasus tersebut terlupakan.
Zulkifli mengatakan, jika Kejari masih juga
memperlambat masalah ini, pihaknya akan mencoba menemui Kejari untuk meminta
penjelasan secara resmi terkait masalah ini. Apalagi, kasus ini sudah lama
ditunggu masyarakat kelanjutannya agar jelas siapa yang terlibat di dalamnya.
Jika persoalan ini dibiarkan akan membuat oknum yang diduga terlibat akan
meremehkan hukum.
Kasus lain yang ditengarai oleh masyarakat Bulukumba diduga melibatkan
Bupati Zainuddin Hasan, adalah rehab rumah jabatan Sekwilda sebanyak Rp375 juta
pada tahun 2006 atas dasar SK Bupati Bulukumba, padahal ini menyalahi Kepres 80
tahun 2004.
Kajari Lamban,
Pengusutan beberapa kasus korupsi yang
sampai saat ini belum jelas statusnya membuat Kejaksaan Negeri (Kejari)
Bulukumba mendapat tudingan macam-macam. Salah satunya bahwa lembaga penegak
hukum tersebut sengaja memperlambat penanganan kasus korupsi.
Padahal sebelumnya, Kejari Bulukumba
menjanjikan kasus tersebut sudah rampung Desember dan segera dilimpahkan ke
pengadilan. Faktanya, hingga saat ini kasus tersebut masih simpang siur dan
dengan berbagai alasan Kejari hingga saat ini masih berkutat dengan persoalan
kelengkapan berkas. Anehnya, setiap kali dipertanyakan masalah ini, Kejari
selalu mengklaim berkas sudah rampung dan dalam waktu yang tidak lama sudah
berada di tangan majelis hakim.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Bulukumba
Raden Sjamsul Arifin secara tegas membantah tudingan ini. Dia mengaku saat ini
sedang dalam tahap merampungkan kasus tersebut. Dia berdalih keterlambatan
penyerahan berkas ini tidak ada hubungannya dengan upaya memperlambat
pengusutannya.
Selain itu, Sjamsul Arifin juga mengaku sudah memiliki bukti kuat dan optimis kasus ini bisa menjerat oknum yang diduga terlibat tersebut. Jaksa yang ditugaskan, kata dia, sudah bekerja keras untuk mengungkap kasus ini dan bukan merupakan pekerjaan mudah dalam pengusutannya. "Kami tidak pernah berupaya untuk bermain-main tetapi ingat kami bekerja harus ada dasarnya," kata dia
Selain itu, Sjamsul Arifin juga mengaku sudah memiliki bukti kuat dan optimis kasus ini bisa menjerat oknum yang diduga terlibat tersebut. Jaksa yang ditugaskan, kata dia, sudah bekerja keras untuk mengungkap kasus ini dan bukan merupakan pekerjaan mudah dalam pengusutannya. "Kami tidak pernah berupaya untuk bermain-main tetapi ingat kami bekerja harus ada dasarnya," kata dia
Polres Mandul tangani Korupsi Alkes
Kasus Alkes ini masih
berproses di Polres Bulukumba meski penyidik telah menetapkan satu orang
tersangka. Bahkan kasus ini telah ditangani oleh dua kasat Reskrim, namun belum
juga dipengadilankan.
“Kami mendesak Kapolda Sulsel,
segara mengevaluasi kinerja Kapolres Bulukumba terkait penyidikan dugaan
korupsi pengadaan alat kesehatan di Bulukumba senilai Rp20 miliar,”kata
Kordinator Lembaga Study Hukum dan Advokasi Rakyat ( Laskar) Bulukumba, Andi
Aswar.
Aswar mendesak Kapolres
Bulukumba untuk segera mundur dari jabatannya jika tidak mampu menyelesaikan
kasus Alkes sebesar Rp20 milir tahun 2011 dan dugaan gratifikasi kepala dinas
Kesehatan sebesar Rp50 juta
Aktivis Pemuda Pancasila (PP)
Bulukumba, Irwanto mengemukakan, ada kejangalan lain dalam penanganan kasus ini
adalah terjadinya perbedaan dalam menetapkan tersangka alkes. Dimana, versi
Polda Sulsel menyebutkan dua nama tersangka yakni pejabat pembuat komitmen
(PPK) proyek Muhammad Alwi bersama rekanan Deny.
Direktur Kopel Bulukumba Makmur
Masda mengaku, jika Polres Bulukumba sudah tidak bisa menyelesaikan kasus alkes
tersebut, maka sebaiknya serahkan ke Kejaksaan atau ke Polda Sulsel.
Menurutnya, sejauh ini polisi terkesan tidak serius untuk menyelesaikan,
padahal, bukti adanya penyelewengan dana sudah cukup butki karena tersangka
sebelumnya sudah ada.
Kepala Satuan Reserse dan
Kriminal (Kasatreskrim) Polres Bulukuma AKP Andi Alimuddin mengungkapkan, bahwa
proses pengusutan kasus korupsi ini sedang tahap perlengkapan berkas, sebelum
dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bulukumba.
Kapolres Bulukumba AKBP Jafar Sodiq mengaku sudah memeriksa sekitar 40 saksi dan telah menyita sejumlah dokumen terkait kasus ini. Hanya saja pihaknya belum bias mengumumkan nama tersangka sebab sejauh ini belum ada hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengetahui kerugian negara yang timbul.
Kapolres Bulukumba AKBP Jafar Sodiq mengaku sudah memeriksa sekitar 40 saksi dan telah menyita sejumlah dokumen terkait kasus ini. Hanya saja pihaknya belum bias mengumumkan nama tersangka sebab sejauh ini belum ada hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengetahui kerugian negara yang timbul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar