Menanti Pembuktian Densus Antikorupsi
Selasa, 26 September 2017 05:01 WIB
GENCARNYA pengungkapan kasus korupsi dan bertubinya operasi tangkap tangan (OTT) terhadap para pelaku suap dan korupsi belakangan ini mengisyaratkan satu hal, bahwa korupsi memang tak gampang mati.
Bak pepatah, mati satu tumbuh seribu; tertangkap empat, yang muncul berlipat-lipat. Lama-kelamaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal kewalahan. Bukan soal mereka tidak mampu, melainkan karena mereka memang tak bisa dan tak adil dibiarkan menjadi single fighter melawan kejahatan berlevel luar biasa seperti korupsi.
Memerangi korupsi mestinya mengandalkan sinergi, tidak bisa jalan sendiri. Pertanyaannya, dengan siapa KPK mesti bersinergi ketika penegak hukum yang lain, kepolisian dan kejaksaan, tak punya catatan mentereng dalam hal pemberantasan korupsi?
Dalam perspektif ini, langkah Polri untuk membentuk detasemen khusus (densus) antikorupsi kiranya perlu kita sambut dengan positif tetapi tetap dalam atmosfer yang kritis.
Pembentukan densus antikorupsi Polri yang diharapkan bisa beroperasi awal tahun depan patutlah kita apresiasi sebagai salah satu terobosan untuk memperkuat kelembagaan KPK yang menyandang amanat besar dan berat.
Ia sekaligus bertujuan menyelamatkan Polri yang selama ini seperti kehilangan nama baik dalam hal pemberantasan korupsi. Karena itu, densus yang dalam rencananya akan mengambil alih tugas Direktorat Tindak Pidana Korupsi di Bareskrim Polri itu idealnya punya cita-cita yang sama dengan KPK.
Gaya dan strategi penanganannya boleh berbeda, tapi cita-cita harus senada. Sinergi tak bakal moncer bila pelaku-pelakunya memikul cita-cita dan komitmen yang tak sama.
Harus diakui, densus akan dibayangi keraguan publik dalam hal komitmen.
Publik mencatat, pembentukan densus antikorupsi Polri tak lepas dari dukungan DPR. Fakta tersebut, mau tidak mau, menimbulkan kesan seolah-olah densus dibentuk untuk menyaingi KPK yang notabene saat ini tengah 'berseteru' dengan DPR.
Apalagi, wacana pendirian densus muncul beriringan dengan saat KPK ramai bertengkar dengan Pansus Hak Angket KPK. Pada poin itulah ujian komitmen densus antikorupsi akan dimulai.
Mereka punya tugas berat menghapus stigma bahwa kelahiran densus antikorupsi telah disusupi aura-aura dendam para politikus 'musuh' KPK. Densus juga mesti memutus anggapan bahwa mereka akan mudah diintervensi dan dimanfaatkan karena bukan merupakan lembaga independen.
Satu-satunya cara ialah dengan membuktikan kepada publik melalui kinerja-kinerja yang jempolan, bukan asal-asalan. Buktikan bahwa komitmen pemberantasan korupsi densus tak hanya garang di mulut, tapi memang punya taji di lapangan.
Buktikan densus tidak takut menjerat sesama penegak hukum atau pejabat penyelenggara negara. Buktikan densus antikorupsi Polri tak hanya berani menjangkau pelaku korupsi di luar sana, tapi juga tak ragu membersihkan bibit rasywah di institusi mereka sendiri.
Integritas dan profesionalitas sangat diperlukan. Jangan sampai lemahnya integritas dan profesionalitas aparatnya membuat densus antikorupsi malah menjadi ladang suap baru. Jangan pula densus yang anggaran awal saja hampir Rp1 triliun menjadi alat untuk menyingkirkan lawan politik dan lawan-lawan yang lain.
Jika komitmen itu digenggam kukuh, densus antikorupsi mestinya bisa menjadi mitra setara KPK untuk mengenyahkan korupsi dari negeri ini. Kita pun masih pantas membentangkan asa bahwa negeri ini akan memenangi perang besar melawan korupsi jika seluruh penegak hukum berlomba-lomba untuk menjadi yang terdepan tanpa saling menegasikan.
Persaingan yang sehat di antara mereka amat kita harap agar bangsa ini menjadi sehat, bersih dari virus korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar