Anggota DPR Sebut Awalnya Pimpinan KPK Beri Jalan Revisi UU KPK
Minggu, 3 September 2017 | 11:17 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR, M Nasir Djamil, mengingatkan bahwa pada prinsipnya lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi tidak menolak adanya revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu mengatakan, sejak uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) pada Desember 2015, lima pimpinan KPK tidak pernah menghalangi jika ada revisi UU KPK.
(Baca Pimpinan KPK Nilai Revisi UU Tipikor Lebih Tepat Dibanding UU KPK, Apa Alasannya?)
"Waktu fit and proper test KPK, lima orang ini memang tidak menghalang-halangi. Mereka juga, istilahnya, memberikan jalan untuk merevisi UU KPK dengan sejumlah argumentasi yang mereka sampaikan pada waktu itu," kata Nasir saat ditemui di sela acara pemotongan hewan kurban di Kantor DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Minggu (3/9/2017).
Adapun wacana revisi UU KPK kembali menguat seiring berjalannya Panitia Khusus Hak Angket KPK. Tak menutup kemungkinan revisi UU KPK menjadi salah satu rekomendasi akhir pansus.
Nasir menambahkan, revisi UU KPK sebetulnya bukanlah hal tabu. Tak hanya UU KPK, tetapi UU lainnya juga terkadang memerlukan revisi.
UU KPK, misalnya, dianggap masih belum mengatur secara tegas pengawasan komisi antirasuah itu.
Wacana merevisi UU KPK sudah bergulir beberapa kali, namun selalu batal dilakukan karena banyak pihak menilai revisi UU akan melemahkan lembaga tersebut.
"Kekhawatiran ini yang kemudian di-blow up sedemikian rupa sehingga terbangun opini bahwa ini melemahkan KPK," ucap Nasir.
(Baca Menkumham Nilai Revisi UU KPK Hanya Wacana Individu di DPR)
Menurut dia, revisi dilakukan untuk memperkuat kinerja KPK karena kerja pemberantasan korupsi masih belum selesai di Indonesia. Kerja pemberantasan korupsi pun perlu penguatan di segala lini.
Meski begitu, kalaupun revisi UU KPK jadi dilakukan, Nasir menginginkan agar UU Kejaksaan dan UU Kepolisian juga ikut direvisi. Revisi tersebut juga akan berkorelasi dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Sehingga mungkin lima tahun ke depan kita akan mendapatkan produk hukum yang benar-benar memberikan keadilan dan menghargai hak asasi manusia," ucap anggota DPR dari daerah pemilihan Nanggroe Aceh Darussalam I itu.
Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, mengatakan, revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK sudah pasti akan menjadi salah satu rekomendasi kerja Panitia Khusus Hak Angket KPK.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah bersiap untuk menindaklanjuti rekomendasi pansus.
Fahri melihat KPK sudah seperti negara dalam negara karena tidak memiliki ketundukan pada prosedur bernegara yang sudah baku, baik dalam hukum acara, penegakan hukum maupun terkait hak-hak warga negara.
Meski begitu, pansus saat ini masih menjalankan kerjanya dan belum menyampaikan rekomendasi.
Adapun pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menyatakan bahwa revisi UU KPK belum terpikirkan oleh pemerintah.
"Belum terpikir, belum terpikir," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (25/8/2017).
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menilai revisi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi lebih tepat ketimbang merevisi UU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar