Press Release Gerakan Anti Korupsi Indonesia
KAJATI SULSEL MENERIMA GRATIFIKASI
Bupati Toraja Utara Kalatiku Paembonan menghadiahi Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulselbar Jan Samuel Maringka sebilah Parang Khas Toraja Rabu (7/3/2017)
Selain mendapat Parang Toraja pertanda kejantanan Kajati dalam penegakan hukum di wilayah kerjanya ia juga dihadiahi kain tenun khas Toraja.
Tapi KAJATI harus melaporkan penerimaan cinderamata Parang Toraja itu. Pemberian sesuatu kepada pejabat gratifikasi. Seharusnya meniru Kapolri hadiah Pedang Emas dari pejabat Arab Saudi. Kata Andi Akbar , Divisi investigasi dan Pelaporan GAKI.
Niat baik Kapolri menerima hadiah dalam bentuk gratifikasi sangat baik dengan melaporkan ke KPK, tambah Akbar
Bahkan Laode M Syarif, wakil ketua KPK menjelaskan, langkah yang Polri ini menyerupai pelaporan Presiden Joko Widodo, yang saat itu masih menjabat Gubernur DKI Jakarta. Jokowi melaporkan gitar pemberian grup band Metallica. Hadiah itu kemudian diserahkan kepada KPK
Akbar yang besar di Perkumpulan mahasiswa asal Luwu, Ikatan Mahasiswa Sawerigading mencontohkan sikap Presiden Jokowi harus diteladani pejabat negara lain. Termasuk Kajati Sulsel setelah menerima laporan gratifikasi, KPK akan menilai harga dan kewajaran barang tersebut. Dia mengatakan KPK juga akan mengambil keputusan, apakah barang itu menjadi milik negara atau pribadi Jokowi..
Tapi setelah mendapat hadiah cenderamata, sampai saat ini belum melaporkan ke yang berwenang, yakni KPK, lanjut alumni Universitas Hasanuddin ini.
Dengan gamblangnya aktivis yang bernama lengkap Andi Akbar Pangerang, menguraikan dengan detail mengenai pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001, adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Peraturan yang Mengatur Gratifikasi menurut Yeni Rahmatini, SH adalah Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,
Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK, tambah perempuan yang sering dipanggil As Kelor
Berikut ini penjelasan beliau bahwa sanksi Didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar: Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima bayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
Pasal 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001 dijelaskan bahwa Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Kata Wakil Ketua Indonesian Anti Corruption Movement
Herman Moonk menjelaskan bahwa Penyelenggara Negara Yang Wajib Melaporkan Gratifikasi yaitu berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999, Bab II pasal 2, meliputi : Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara.Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara/Menteri/Gubernur/Hakim.
Pejabat Negara Lainnya Duta Besar/Wakil Gubernur/Bupati / Walikota dan Wakilnya, katanya Wakil Ketua GAKI ini menambahkan.
Sementara itu Busman Muin Ahli Hukum Gerakan Anti Korupsi Indonesia menjelaskan lebar Bahrain pejabat lainnya yang memiliki fungsi strategis dan rawan gratifikasi adalah Komisaris, Direksi, dan Pejabat Struktural pada BUMN dan BUMD, Pimpinan Bank Indonesia/Pimpinan Perguruan Tinggi/Pimpinan Eselon Satu dan Pejabat lainnya yang disamakan pada lingkungan Sipil dan Militer.
Begitu juga seperti Jaksa/Penyidik/Panitera Pengadilan/Pimpinan Proyek atau Bendaharawan Proyek/Pegawai Negeri, termasuk Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Dr. Jan Samuel Maringka yang baru saja membedah bukunya di Universitas Hasanuddin kemarin. tutup Pengacara ini.
Humas,
Gerakan Anti Korupsi Indonesia (Indonesian Anti Corruption Movement)
Jl. Perumnas Raya Makassar, telpon 0411 8037046,
grup Facebook : Gerakan Anti Korupsi Indonesia,
Halaman : Gerakan Anti Korupsi Indonesia
email : anticorruptionmovent@yahoo.com, Twitter : @gaki,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar