Peringatan bagi KPK
Benarkah KPK tidak berani mengungkap kasus yang melibatkan pejabat tinggi atau yang kuat nuansa politisnya?
Komisi Pemberantasan Korupsi mulai menuai kritik. Lembaga yang diharapkan bisa menegakkan citra penegakan hukum itu dianggap tak bisa memenuhi harapan masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
Yang saya sesalkan, KPK itu mulai pilih-pilih. Buktinya, kasus korupsi KPU (Komisi Pemilihan Umum) tidak selesai-selesai, kata Romli Atmasasmita, pakar hukum Universitas Padjadjaran, yang membidani lahirnya KPK di kantornya, Sabtu pekan lalu.
Ketua Forum Pemantau Pemberantasan Korupsi (Forum 2004) itu mengatakan, seharusnya KPK bisa menuntaskan kasus KPU dengan menyeret para anggotanya yang belum ditahan, di antaranya Hamid Awaluddin, yang kini menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM dan Chusnul Mar'iyah.
Para anggota KPU yang masih bebas itu, kata dia, seharusnya bisa ditahan berdasarkan pengakuan Kepala Biro Keuangan Hamdani Amien, yang menyatakan bahwa mereka telah menerima dana rekanan. Pengakuan yang diucapkan di persidangan itu, menurut Romli, sebagai suatu bukti yang sah.
Bukti lainnya, menurut dia, adanya pengakuan dari bendahara KPU Sri Ampini yang menyatakan Hamid turut menerima dana itu tapi ada tanda terimanya. Meski Hamid membantah, menurut Romli, itu tidak menjadi masalah. Dia mengatakan, tidak perlu ada pengakuan dari yang bersangkutan.
Sikap pilih-pilih tebu ini dikabarkan juga sempat membuat keretakan di tubuh KPK beberapa waktu lalu. Wakil Ketua KPK Amien Sunaryadi, menurut sumber Tempo, sempat menyatakan ingin mengundurkan diri dari jabatannya. Sekarang lagi dibujuk-bujuk, kata sumber itu, sekitar dua bulan lalu.
Amien tidak membantah dan juga mengiyakan pernyataan itu. Pintar banget kamu bikin berita, ujarnya kepada Tempo saat diminta konfirmasi soal berita itu. Dia menolak diwawancarai perihal tersebut meski Tempo telah dua kali mengajukannya.
Romli bahkan menilai KPK tidak punya keberanian untuk mengusut kasus yang berhubungan dengan pejabat dan para politikus. Ia mencontohkan pengusutan kasus technical assistance contract Pertamina yang melibatkan mantan Menteri Pertambangan dan Energi Ginandjar Kartasasmita.
Kasus yang sempat dihentikan penyidikannya di kejaksaan, menurut Ketua Forum 2004 ini, seharusnya bisa diambil alih oleh KPK. Bukti-bukti korupsi dalam kasus itu, kata dia, sudah cukup jelas dan kuat.
Lendo Novo, staf ahli Menteri Negara BUMN, yang juga sebagai ketua tim investigasi korupsi kementerian BUMN, juga menyesalkan sikap KPK. Menurut Lendo, berkas kasus dugaan korupsi pengucuran kredit Bank Rakyat Indonesia kepada PT Domba Mas yang telah diadukan pun kini masih gelap kabarnya. Padahal, menurut dia, bukti-bukti kerugian negara Rp 745 miliar sudah lengkap.
Namun, penilaian berbeda diberikan Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Danang Widoyoko. Ia menilai kinerja KPK sejauh ini masih positif melihat pengusutan kasus Abdullah Puteh dan KPU.
Tapi dia mengatakan, seharusnya KPK bisa naik kelas dengan menangani kasus-kasus besar yang sarat dengan intervensi politis. Kasus seperti Abdullah Puteh dan KPU minus belum terseretnya Hamid, kata dia, masih berada di level menengah. KPK harus membuat terobosan sehingga bisa dicontoh lembaga lain, ujarnya saat dihubungi di Jakarta kemarin.
Apakah itu karena KPK belum berani? Danang mengatakan tidak tahu. Mungkin ada pembagian dengan Timtastipikor (Tim Pemberantas Tindak Pidana Korupsi), ucapnya. Penilaian berani atau tidak, kata dia, bisa dilihat setelah KPK menangani kasus-kasus yang melibatkan pejabat negara dan sarat dengan nuansa politis. EDY CAN
Mereka yang Terjerat KPK
Setelah bekerja hampir setahun, KPK berhasil mengungkap sejumlah kasus korupsi. Berikut ini beberapa di antaranya:
20 September 2005
Ahmad Royadi, Kepala Bagian Perencanaan dan Penyusunan Anggaran Biro Logistik KPU, ditahan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan tinta.
15 September 2005
Sussongko Suhardjo, Pelaksana Harian Sekretaris Jenderal KPU, divonis 2,5 tahun penjara.
13 September 2005
Mahkamah Agung menghukum Gubernur nonaktif Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Abdullah Puteh dengan penjara 10 tahun dalam kasus korupsi pengadaan helikopter Mi-2 PLC Rostov Rusia.
Persidangan perdana Teuku Syaifuddin alias Popon, terdakwa yang diduga melakukan pemberian sejumlah uang dalam perkara banding Abdullah Puteh, digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
12 September 2005
Anggota KPU, Mulyana W. Kusumah, dihukum penjara 2 tahun 7 bulan.
1 September 2005
KPK menahan Wakil Kepala Biro Keuangan KPU, M Dentjik.
31 Agustus 2005
Cecep Harefa, broker pengadaan buku pemilu 2004, ditangkap KPK.
24 Agustus 2005
KPK menahan Lim Kian Jin karena dugaan ikut terlibat dalam korupsi pengalihan aset negara PT Industri Sandang Nusantara seluas 25,9 hektare.
9 Agustus 2005
Direktur Administrasi dan Keuangan RRI Suratno ditahan 20 hari untuk penyidikan dalam kasus markup pengadaan pemancar dan alat perlengkapan RRI pada 2003.
3 Agustus 2005
Bekas Sekretaris Jenderal KPU Safder A. Yussac dijebloskan ke rumah tahanan karena diduga terlibat korupsi proyek pencetakan buku panduan KPU.
2 Agustus 2005
Kepala Subdirektorat Anggaran II E Direktorat Jenderal Anggaran Ishak Harahap ditahan selama 20 hari.
1 Agustus 2005
Faharan Suhaimi, tersangka korupsi di RRI, ditahan.
28 Juli 2005
Mantan Penjabat Sementara, Pelaksana Direktur Pembinaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan Sudji Darmono ditetapkan menjadi tersangka karena menerima dana rekanan KPU dari Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin sebesar Rp 342 juta ditambah US$ 79 ribu.
18 Juli 2005
Rusadi Kantaprawira, anggota KPU, ditahan dalam kasus pengadaan tinta.
8 Juni 2005
Hamid Awaluddin, bekas anggota Komisi Pemilihan Umum diperiksa pertama kali sebagai saksi dalam kasus penerimaan dana gelap Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin.
25 Mei 2005
Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti menegaskan, dirinya tidak menerima dana taktis yang dikumpulkan oleh Hamdani Amin sebesar Rp 20,3 miliar. Hal ini disampaikan Ramlan menjawab pertanyaan wartawan setelah menjalani pemeriksaan di KPK selama kurang-lebih 7 jam di Jakarta, Rabu (25/5).
20 Mei 2005
Komisi Pemberantasan Korupsi menahan ketua Komisi Pemilihan Umum Nazaruddin Sjamsuddin sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi. Nazaruddin sebagai pegawai negeri diduga telah menerima uang senilai US$ 45 ribu dari perusahaan rekanan pengadaan logistik Pemilu 2004.
10 Mei 2005
Komisi Pemberantasan Korupsi meminta keterangan Wakil Ketua Panitia Pengadaan Kotak Suara Pemilu 2004 Daan Dimara.
5 Mei 2005
Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Hamdani Amin, Kepala Biro Keuangan Komisi Pemilihan Umum.
26 April 2005
Sussongko Suhardjo (Pelaksana Harian Sekretaris Jenderal) terdakwa kasus penyuapan terhadap auditor BPK.
25 April 2005
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan, Muhammad Harun Let Let dan Captain Tarcisius Walla, terdakwa pengadaan tanah untuk Pelabuhan Tual, Kabupaten Maluku Tenggara, terbukti bersalah dalam dakwaan subsider. Let Let dan Walla masing-masing dihukum delapan dan tujuh tahun penjara.
11 April 2005
Abdullah Puteh, gubernur nonaktif Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dijatuhi hukuman 10 tahun penjara karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
9 April 2005
Anggota Komisi Pemilihan Umum Mulyana W. Kusumah tertangkap tangan saat menyuap auditor BPK.
Sumber: Koran Tempo, 26 September 2005